Baca juga Resensi Buku: “Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum”
Berikut adalah link yang terkait dengan tulisan (postingan) pada halaman ini:
Tesis Lengkap Karya A. Rifqi Amin tentang sistem pembelajaran
Tesis Lengkap Karya A. Rifqi Amin tentang sistem pembelajaran
Komponen Sistem Pembelajaran PAI
Oleh: A. Rifqi Amin
2. Komponen Sistem Pembelajaran
PAI
Untuk penelahaan sistem pembelajaran secara
mendalam sesungguhnya dalam sistem pembelajaran terdapat beberapa komponen
penyusun yang berperan dalam pelancaran mekanisme organisasi pembelajaran. Di
antara beberapa komponen tersebut sangat berperan penting bagi terwujudnya
tujuan pembelajaran, bahkan diantaranya merupakan komponen utama dan yang
paling vital. Diantara beberapa komponen dalam sistem pembelajaran menurut Wina
Sanjaya adalah:
a. Peserta didik: Mahasiswa
sebagai peserta didik dalam sistem pembelajaran PAI merupakan komponen pertama,
utama, dan yang paling penting (vital). Dalam proses pembelajaran mahasiswa harus
dijadikan pusat dari segala kegiatan, keputusan, dan pembentukan suasana
pembelajaran. Dengan demikian berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan
perencanaan dan desain pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi mahasiswa,
baik kondisi kemampuan dasar, minat, bakat, motivasi, dan berbagai keberagaman di
antara beberapa mahasiswa di lingkungan pembelajaran.
b. Tujuan: Tujuan
merupakan salah satu komponen dalam sistem pembelajaran yang berkaitan dengan
misi dan visi suatu lembaga pendidikan. Dengan kata lain sebuah proses
pembelajaran pada mata kuliah PAI harus dimiliki tujuan pembelajaran yang
diturunkan dari tujuan institusional atau tujuan lembaga perguruan tinggi.
Komponen ini adalah komponen yang penting, oleh karena itu harus dituangkan
dalam bentuk tulisan pada sebuah draft perencanaan pembelajaran sehingga komponen
tujuan ini dirumuskan sejak awal untuk penentuan arah dan bahan apa yang
digunakan dalam pembelajaran.
c. Kondisi: Kondisi
atau keadaan dalam proses pembelajaran diupayakan dapat menjadi penggugah
mahasiswa berperan aktif baik secara fisik maupun non fisik dalam pembelajaran,
berinisiatif dalam pemecahan masalah, dan dimilikinya nalar yang logis oleh
mahasiswa dalam penyampaian sebuah teori-teori yang ditemukannya dari beberapa
sumber. Oleh karena itu kondisi atau suasana pembelajaran dalam perkuliahan
dirancang secara matang agar tercapainya tujuan khusus yang telah disepakati
bersama.
d. Sumber-sumber
belajar: Sumber belajar tidak hanya berupa buku ataupun sumber-sumber yang
tertulis semata, namun sumber belajar merupakan segala sesuatu yang punya
kemampuan dalam penambahan dan pengisian pengalaman-pengealaman pembelajaran
bagi mahasiswa. Dengan demikian maka lingkungan fisik seperti lingkungan
pembelajaran, bahan atau alat ajar, dosen, petugas perpustakaan atau siapa saja
yang mampu berperan dalam pemberian pengaruh baik langsung maupun tidak
langsung untuk keberhasilan dalam terwujudnya pengalaman pembelajaran disebut
sumber belajar.
e. Hasil belajar: Dalam
sistem pembelajaran komponen hasil belajar menjadi tolak ukur tercapainya
kemampuan mahasiswa yang sesuai dengan tujuan khusus yang telah direncanakan.
Oleh karena itu diukur terlebih dahulu tingkat kemampuan dan pengetahuan tentang
agama serta intensitas keberagaman (heterogenitas) mahasiswa sebelum penentuan
dan pematokan target hasil belajarnya (tingkat pencapaian) yang dirancang oleh
dosen. Titik tekan hasil belajar akan berbeda dari rombongan belajar yang satu
dengan yang lain, sehingga diyakini setiap rombongan kelas dimiliki karakter
atau ciri khas yang berbeda.[1]
Dari penjelasan di atas maka dapat dirumuskan
bahwa khusus untuk sistem pembelajaran PAI terdapat komponen khas yang menjadi
pembeda dengan sistem pembelajaran ilmu pengetahuan umum atau pada mata kuliah
umum lain di antaranya adalah dalam pelaksanaan pembelajaran PAI harus
dilandaskan pada nilai-nilai agama Islam. Dengan kata lain pembelajaran ilmu PAI bukan sekedar upaya untuk pemberian ilmu pengetahuan yang berorientasi
pada target penguasan materi (peserta didik lebih banyak dalam penghafalan dan pengimanan terhadap materi begitu saja)
yang diberikan pendidik. Akan
tetapi sebagaimana menurut
penjelasan di atas pendidik juga ikut andil dalam pemberian pedoman hidup (pesan pembelajaran) misalnya tentang moralitas
(akhlak) kepada peserta didik yang dapat bermanfaat bagi dirinya dan manusia
lain.[2] Komponen inilah yang ikut
andil pada pemberian cetak biru khusus sehingga menjadi ciri utama pembelajaran
PAI.
Ciri istimewa lainnya adalah dalam PAI tidak hanya semata-mata digambarkan pada pembahasan tentang bagaimana
umat Islam dalam beragama namun secara umum ada pembahasan permasalahan yang lebih luas tentang pentingnya konsep penciptaan ‘kesuksesan’ di dunia hingga akhirat. Ini berarti dalam PAI seharunya juga ada ‘pendoktrinan’
peserta didik agar saat fokus pada pembelajaran ilmu pengetahuan umum dimaksudkan untuk digunakan demi
kesejahteraan umat Islam dan tentunya juga bagi manusia lainnya secara umum. Dapat
disimpulkan pembelajaran PAI tidak hanya pengajaran kepada mahasiswa tentang
bagaimana cara bersyiar melalui ibadah dan dakwah yang bersifat normatif. Namun
menjadi pendorong bagi mahasiswa untuk bersyiar Islam dengan cara dihasilkannya
produk ilmu pengetahuan umum, budaya, dan gaya hidup yang berlapiskan
nilai-nilai Islam sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat.[3]
Dengan demikian PAI sebagai materi dari salah satu mata kuliah yang diberikan pada mahasiswa bukan hanya sebagai bentuk doktrinasi yang dogmatis semata namun juga harus bisa menjadi pembangkit nalar logis mahasiswa untuk didalami secara ilmiah. Dengan kata lain materi PAI tidak dipandang sebagai sebuah materi khutbah Jumat atau materi ceramah keagamaan yang sering ditemui di masyarakat berisi tentang dalil-dalil, doktrin-doktrin, dan seruan-seruan mulia (moralitas) yang bersifat dogma agama semata. Padahal nasehat-nasehat dan petuah-petuah semuanya itu sering kali berlawanan dengan kenyataan suasana lingkungan peserta didik, artinya terjadi disparitas suasana antara ajaran Islam dengan keadaan nyata yang jauh lebih komplek yang dihadapi oleh peserta didik.[4] Sedang dari sudut pandang lain menurut Muhammad Kosim dikemukakan tentang PAI sangat sarat dengan nilai (full value), termasuk dalam penanaman nilai-nilai kasih sayang dan keharmonisan antar sesama manusia.[5]
[1]Wina
Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran (Jakarta: Kencana,
2011), 9-13.
[2]Muhammad
Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan
Pendidikan Nasional [Pardigma Baru] (Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan
Agama Islam, 2005), 51.
[3]Fathoni, Pendidikan Islam dan, 52-56.
[4]Ibid.,
41.
[5]Muhammad
Kosim, “Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural,”
dalam Pendidikan Agama Islam dalam Prespektif
Multikulturalisme, ed. Zainal Abidin&Neneng Habibah (Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), 219.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Contoh BAB II Tesis: Komponen Sistem Pembelajaran PAI"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*