Banjirembun.com - Ada pertanyaan "Kalau memang menginginkan bercerai dengan mantan istri sejak lama, lantas kenapa tidak mendahului mengajukan gugatan cerai talak ke Pengadilan Agama?" Jawabannya ialah demi mencari kemaslahatan. Menurut saya, mantan istri yang menggugat cerai merupakan pilihan terbaik bagi saya sebagai lelaki.
Bakal terasa janggal tatkala tiada angin, tak ada mendung, serta tanpa hujan tiba-tiba ada petir menggelegar. Dengan maksud lain, saya tak punya bukti kuat sebagai dasar moralitas atau alasan etis mengapa harus menceraikan mantan istri. Lagi pula, selama konflik dengan mantan istri, saya tak pernah pergi lama dari rumah milik istri di Kota Malang.
Kendati menginap alias bermalam di luar pun, itu durasinya tak lama serta amat jarang saya terapkan. Paling semalam hingga dua malam. Fakta lainnya, saya bermalamnya di rumah milik saya sendiri di daerah Kabupaten Malang. Itu kerap terjadi saat saya masih hangat-hangatnya "berbulan madu" lantaran mensyukuri baru saja punya rumah milik sendiri.
Lebih lanjut, ketika saya nekat mengajukan cerai talak ke Pengadilan Agama, tentulah punya konsekuensi berupa saya terlebih dahulu harus boyong atau pindah rumah ke hunian punya saya sendiri. Hal tersebut berimplikasi besar sekali. Intinya, dampak buruk jauh lebih besar tatkala saya yang mengajukan cerai talak.
Di sisi lain, penerapan cerai gugat yang diajukan oleh mantan istri ke Pengadilan Agama mampu meminimalisir konsekuensi negatif atas perceraian yang terjadi. Oleh sebab itu, ketika istri di ujung tahun 2024 lalu memberitahu saya sudah mengajukan gugatan cerai secara resmi, justru saya di dalam hati merasa lega. Dengan penekanan, kita sepakat pisah baik-baik tanpa saling menyalahkan.
 |
Ilustrasi akta cerai. Gambar hanya sebagai penguat kesan pada artikel, tidak ada maksud merugikan pihak manapun (sumber foto koleksi pribadi) |
Sayangnya, mantan istri berkhianat dan memanipulasi kesepakatan tersebut. Saya dibohongi (lebih tepatnya dibodohi) diatur sedemikian rupa supaya saya tidak menghadiri persidangan cerai. Dengan alasan dilarang hadir agar proses perceraian bisa cepat. Bersyukurnya, saya menuruti feeling pribadi yang tambah hari makin kuat. Akhirnya, saya putuskan menghadiri sidang kedua.
Sungguh kurang ajar mantan istri. Alasan gugatan cerai yang dilayangkan ke Pengadilan Agama ada hal-hal yang bersifat fitnah, memelintir fakta (kenyataan perbuatan memang ada, tetapi alasan kenapa berbuat dipelintir tidak sesuai kebenaran), dan bentuk-bentuk kebohongan lain yang membuat saya menjadi 100% yakin bahwa istri layak saya tinggalkan.
Lebih detail, pada sidang pertama, saya tak hadir karena dimanipulasi mantan istri. Di mana, salah satu wujud manipulatif tersebut yaitu undangan sidang perceraian pertama untuk saya sebagai tergugat oleh mantan istri diberikan secara mendadak pada hari H di pagi hari sekitar jam 7. Saat itu, saya masih mengantuk karena malam harinya tak bisa tidur nyenyak gara-gara ulah mantan istri.
Untuk hal-hal lain yang jauh lebih spesifik, belum bisa saya ceritakan di sini. Pada pokoknya, saya tidak menyesal dan malah senang karena mantan istri sudah menggugat cerai. Langkah itu, jauh meringankan bagi saya dalam jangka pendek maupun periode panjang dibandingkan ketika saya yang mengajukan cerai talak ke Pengadilan Agama.
Perlu diketahui, hidup saya selama tinggal bersama mantan istri amat ngenes, mengalami tekanan batin, kejiwaan terganggu, kehilangan harga diri, atau semacamnya. Sebaliknya, sekarang sesudah pisah dengannya menjadikan saya mengalami pemulihan mental sedikit demi sedikit.
Saya bersyukur sekali kepada Tuhan yang telah melancarkan proses persidangan cerai di Pengadilan Agama. Di mana, kini Akta Cerai berada di tangan. Suatu hal yang saya yakini sepenuh hati bahwa kelak tidak bakal menyesal bercerai dengannya. Lagi pula, ada banyak alasan kenapa saya merasa bergembira pisah dengan mantan istri.
Semoga cerita saya dapat menjadi bahan pelajaran. Terutama terkait harus berhati-hati dalam mempercayai seseorang. Jangan disebabkan ingin menghindari masalah berat dalam hidup lantas rela mempertaruhkan nasib mau saja diajak nikah oleh seseorang dengan iming-iming atau dirayu-rayu dengan kata-kata manis agar mau menikah. Ternyata, itu hanyalah jebakan.
Sanggahan (disclaimer): Tulisan ini dibuat oleh pria bernama Kode X. Tentunya, sebuah identitas samaran. Itu semata-mata demi menjaga privasi dan mempertahankan nilai moralitas.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Sebagai Laki-laki Tahu Balas Budi, Saya Lebih Suka Cerai Gugat Ketimbang Cerai Talak"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*