Banjirembun.com - Berdasarkan apa yang telah aku pahami pada sebuah konflik terbuka paling akhir antara aku dengan mantan istri. Alhasil, muncul sebuah asumsi kuat dariku terkait sesuatu yang menjadi pemicu hadirnya "puncak" krisis kepercayaan yang berujung perceraian kami.
Lebih lanjut, mantan istri nekat mengajukan cerai gugat disebabkan oleh kata-kata pamungkas dariku yang bersifat menantang padanya. Sebuah kalimat yang "terpaksa" aku keluarkan akibat kelakuan mantan istri yang amat kurang ajar. Terlebih lagi, aku sudah tak percaya lagi dia mau dan mampu berubah.
Di sisi lain, sejatinya aku melontarkan tantangan itu tidaklah serius. Hanya sebagai bentuk ancaman. Biar dia tak mengulangi lagi serta enggak makin parah akhlak buruknya padaku sebagaimana sebelum-sebelumnya yang sudah terjadi. Nyatanya, mantan istri ketakutan sehingga dia terburu-buru mengajukan gugatan perceraian.
Kendati, aku sebenarnya sangat senang dia memutuskan langkah untuk menerapkan cerai gugat. Daripada aku yang melakukan cerai talak, sungguh cerai gugat yang dia layangkan ke Pengadilan Agama lebih aku sukai. Intinya, aku tidak menyesal telah mengeluarkan kata-kata tersebut yang berujung perceraian.
Jadi, bentuk kata-kata ancaman dariku sekaligus uji nyali kepadanya saat konflik dengannya seperti dijelaskan di atas kurang lebih redaksinya ialah "Daripada terus begini, yang mengajukan cerai ke Pengadilan Agama aku atau kamu? Kalau aku yang mengajukan, tidak apa-apa biar cepat cerai."
Tantangan aku di atas ditanggapi serius oleh mantan istri. Sepertinya, dia sungguh ketakutan ketika aku yang menceraikan dia di hadapan Pengadilan Agama. Barangkali, pikirnya ketimbang aku yang terlanjur duluan ke Pengadilan Agama, membuat dia bergerak cepat mengajukan gugatan perceraian mendahuluiku.
Hal yang menggelitik, sebenarnya aku memang tak ada niat sama sekali untuk menceraikan dia alias mentalak secara resmi melalui Pengadilan Agama. Itu hanya ancaman. Namun, sebenarnya aku lebih condong untuk memilih supaya dia saja yang mendahului ke Pengadilan Agama.
 |
Ilustrasi ruang sidang perceraian (sumber gambar pixabay.com) |
Tak dinyana, tantangan dariku dijalankan mantan istri. Aku baru diberitahu bahwa di sudah mengajukan gugatan perceraian di hari H dilaksanakan sidang perceraian pertama pada pagi hari saat dia sudah dandan rapi bersiap menuju Pengadilan Agama. Di mana, jadwal persidangan jam 9 pagi.
Informasi mendadak tersebut tentu bikin tak nyaman. Aku kaget. Bukan kaget dia mengajukan cerai. Malah dalam hatiku sungguh lega tatkala dia melakukan gugatan perceraian. Aku kaget disebabkan karena menerima kabar jadwal persidangan secara super mepet yang bikin kesulitan mempersiapkan diri.
Pemberitahuan mendadak itu, sengaja dia terapkan agar aku tidak mengikuti persidangan sama sekali. Terbukti, sesudah itu mantan istri mengintervensi atau cenderung mengintimidasi aku dalam bentuk melarang menghadiri persidangan berikutnya. Singkat kalimat, aku tak boleh ke Pengadilan Agama.
Alasan menggelikan darinya adalah "Enggak usah hadir sidang, biar cepat prosesnya." Ternyata, itu hanyalah jebakan darinya. Parahnya, sesudah aku ke Pengadilan Agama lantas membaca sejumlah alasan atau landasan dia mengajukan gugatan perceraian, aku dapati sebagian isinya mengada-ada atau boleh dikatakan memfitnah.
Bersyukurnya, aku dengan berani memutuskan menghadiri jadwal persidangan kedua walau mantan istri sudah mengancam yang susunan kalimatnya kurang lebih "Kalau menghadiri sidang, enggak usah tinggal di sini lagi, pergi ke rumah milik sendiri di Pakis sana." Maksudnya, aku diusir dari rumahnya.
Lebih lengkapnya, terkait seperti apa saja perbuatan negatif mantan istri silakan baca pada judul tulisan lain. Sebagian sudah aku ceritakan cukup detail di artikel lain di website Banjirembun.com ini. Sebagian lagi, bakal aku curhatkan di kemudian hari.
Sanggahan (disclaimer): Tulisan ini dibuat oleh pria bernama Kode X. Tentunya, sebuah identitas samaran. Itu semata-mata demi menjaga privasi dan mempertahankan nilai moralitas.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ini Kata-kata Pamungkas dariku yang Bikin Mantan Istri Terburu-buru Mengajukan Cerai Gugat ke Pengadilan Agama"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*