Banjirembun.com - Mantan istri pernah aku curhati "Kamu enggak tahu rasanya punya orang tua jahat. Itulah yang bikin aku trauma sampai sekarang." Dengan entengnya dia merespon yang kurang lebih redaksinya "Itu masalahmu sendiri, jangan bawa-bawa ke masa sekarang." Sungguh wanita berumur lebih tua 10 tahun dariku yang tak punya perasaan.
Padahal, dulu sebelum nikah, dia sangat ngebet dan kebelet menikah denganku. Saking inginnya cepat-cepat menikah, dia SMS dan telepon aku berkali-kali. Aku diundang berkali-kali ke tempat tinggalnya. Walau aku agak "lambat" menanggapi, ternyata dia makin lihai merayuku untuk selalu mau datang ke rumah itu saat diundangnya.
Perlu diketahui, saat itu aku memakai HP non smartphone bermerk Nokia. Jadi, hanya bisa untuk SMS dan telepon reguler. Dari sikapnya yang agresif itu, akhirnya membuat aku luluh. Apalagi, kala itu hubunganku dengan ibu kandung kerenggangannya tambah parah. Aku sudah tidak kuat lagi. Alhasil, aku pun tergoda oleh kata-kata manis mantan istri agar aku mau menikahinya.
Sebenarnya, sebelum lamaran, aku telah membicarakan segala "kekurangan" ibuku yang paling menonjol dan menurutku penting disampaikan. Termasuk bagaimana perlakuan "unik" ibuku terhadapku yang berpeluang besar berimbas hubungan kami sesudah nikah. Namun, mantan istri bergeming alias cuek. Dia tetap saja bersemangat untuk terus melanjutkan hubungan yang lebih serius.
Barangkali, akibat dari yang saat itu umurnya yang sudah kepala 4 sehingga bikin dia terburu-buru. Di sisi berbeda, usiaku kepala 3. Dengan kata lain, bukan sekadar faktor gangguan ibu kandungku yang memutuskan aku mau menikahinya. Melainkan pula, aku sadar diri usiaku juga bertambah menua. Kalau terus menunda, dengan siapa aku menikah?
![]() |
Ilustrasi sifat manipulatif mantan istri (sumber gambar pixabay.com) |
Bukan cuma itu, alasan terpenting kenapa aku mau menikahi mantan istri adalah disebabkan dia memberikan janji-janji manis kepadaku. Walau nyatanya, mayoritas ucapan "pemikat" tersebut hanyalah omong kosong. Kendati demikian, aku tidak pernah menagih beberapa janji tersebut selama berumah tangga. Terutama terkait membelikan mobil Toyota Cayla baru dari dealer yang BPKB-nya atas nama aku.
Parahnya lagi, alih-alih saling pengertian dan menjaga perasaan masing-masing agar tiada yang tersakiti. Malahan sebaliknya, mantan istri kurang ajar dan tak tahu diri kepadaku. Salah satu contohnya, dia tidak menghargai dan menghormati aku sebagai suami. Bahkan, aku dijelek-jelekkan di mata orang lain. Lebih detailnya, nanti aku ceritakan di artikel lainnya.
Ibuku Sering Membuatku Menangis Sendirian di Kamar saat Usia SD Dahulu
Sejak kecil, aku telah diperlukan berbeda. Akibat dari itu, tatkala di jenjang sekolah dasar tingkat SD, aku kerap menangis sendirian di kamar. Yakni, ketika nelangsa "dibegitukan" oleh orang tua. Aku enggak tahu harus bicara pada siapa. Sebab, aku sendiri sejak kecil sudah mengalami gangguan sosial, terutama menyangkut tata cara berkomunikasi.
Saat sudah berkeluarga dengan mantan istri pun, ibu kandungku masih saja ingin mengganggu kehidupanku. Beruntunglah, aku mampu mengendalikannya agar kehidupanku berubah. Aku enggak mau orang tuaku ikut campur dengan urusan rumah tangga kami. Sebagaimana, mertuaku yang juga tak pernah ikut campur sama sekali.
Jangankan mertua memerintah aku untuk melakukan sesuatu maupun berkomentar pedas terhadapku, datang ke tempat tinggal kami saja enggak pernah. Jadi, selama kami menikah, mertua hanya satu kali berada di tempat tinggal kami. Yakni, ketika hari H ijab kabul. Itupun, malam harinya langsung pulang kampung.
Sayangnya, setelah bercerai dengan mantan istri, sifat jahat ibu justru tampak makin kejam. Bukan menghibur hatiku, nyatanya ingin membuat kesan aku sebagai anak yang hanya jadi beban orang tua setelah perceraian terjadi. Sungguh perilaku seorang ibu yang patut dipertanyakan di mana sifat keibuannya?
Aku tidak minta ditolong olehnya, aku hanya ingin berbakti pada orang tua. Sebab, selama berstatus menikah, aku jarang pulang ke rumah orang tua. Kalaupun ke sana, itu hanyalah satu hari yang seketika balik lagi tanpa menginap. Itu aku terapkan demi kebaikan. Sebab, kalau berlama-lama di rumah orang tua mudaratnya lebih besar.
Nah, baru-baru ini ibuku berperilaku yang dapat menjatuhkan martabat dan harga diriku di mata tetangga, saudara kandung, maupun ipar. Di mana, saat aku pamit pulang di pagi hari tiba-tiba ibu berkata dengan nada tinggi di ruang tamu sambil berkata yang terjemahannya kurang lebih "Aduuh, jajanan di toples kok cepet habis ya, padahal kemarin-kemarin masih banyak."
Tentulah, aku merasa ibu sedang menyindirku. Aku yakin, ibu berucap dengan suara keras itu agar tetangga mendengar. Akan tetapi, aku cuek saja. Aku tetap pamit secara baik-baik, biarlah ibu seperti itu. Biar pula, tetangga beranggapan aku yang menguras habis jajan di meja rumah orang tuaku. Cukup Tuhan yang tahu. Dia Yang Maha Agung pasti menegakkan keadilan.
Bagaimana ceritanya aku mau memakan jajanan yang bahan bakunya saja sangat aku cegah untuk dikonsumsi akibat gejala penyakit autoimun yang aku derita? Salah satunya berupa tepung terigu. Jangankan, jajanan toples di atas meja saat hari raya. Tetanggaku yang mengasih bingkisan, aku tolak secara halus dengan alasan yang sudah aku tulis di artikel website Banjirembun.com ini.
Hal konyol lain. Aku dikesankan makan sayur beserta kuahnya dalam porsi banyak. Faktanya. sayur aku ambil sedikit lantas aku campur air minum alias air putih. Berhubung aku suka kuah serta sayurnya juga kental lantaran hasil menghangatkan sisa kemarin, jadi ketika diguyur air putih pun masih terasa enak dan gurih.
Intinya, aku dijadikan sasaran agar menjadi pihak yang hanya mengganggu dan jadi parasit bagi orang tua. Ironisnya, kalau aku punya keberhasilan seperti sembuh dari sakit kronis atau punya uang dalam jumlah lebih, ibu kandung langsung mengaklaim itu berkat doa dia. Sebaliknya, saat aku sedang terjatuh dikatakan akibat kualat padanya.
Hal di atas persis seperti sifat mantan istri yang menangan sendiri dan merasa paling benar. Apakah benar sebuah ungkapan "Janganlah menjauhi ibumu karena sifat buruknya, sebab nanti saat nikah akan punya pasangan yang kelakuannya persis seperti ibumu." Mungkin sekadar "kebetulan" atau memang "algoritma" takdir seperti itu.
Semoga cerita ini bermanfaat.
Sanggahan (disclaimer): Tulisan ini dibuat oleh pria bernama Kode X. Tentunya, sebuah identitas samaran. Itu semata-mata demi menjaga privasi dan mempertahankan nilai moralitas.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Contoh Bentuk Perilaku Manipulatif Ibu Kandungku, Mantan Istri Bukannya Merehabilitasi Mentalku, Justru Memperparah Trauma"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*