Banjirembun.com - Saya patut bersyukur, sejauh ini tidak pernah sekali pun main judi online. Jangankan pernah mencoba yang begituan, sekadar penasaran ingin bermain game online seperti mobile legends, free fire, point blank, PUBG, among US, atau yang semacamnya saja tak pernah satu kali pun saya lakukan.
Saya orangnya sadar diri dan tahu diri. Tahu kemampuan diri dan harus sadar keterbatasan diri. Saya merupakan tipe individu yang menghindari tantangan yang tidak jelas dan meragukan. Apalagi, taruhannya uang dan kehidupan masa depan, tentulah bakal langsung saya waspadai. Kalau perlu saya abaikan.
Termasuk dalam masalah berhutang uang, juga saya hindari. Kecuali, dulu pernah berhutang pada orang tua kandung dan mantan istri. Itupun, sebenarnya saya juga terpaksa. Selain pada mereka, saya tak pernah hutang duit. Termasuk pula, enggak pernah pinjam uang pada saudara kandung.
Pernah sih harus kredit kendaraan sepeda motor Honda CB150 Verza seharga kurang dari 21 juta. Di mana, uang muka alias DP berasal dari penjualan sepeda motor milik saya sebelumnya yang laku 5,8 juta. Lalu, DP dari hasil penjualan itu digenapkan oleh mantan istri menjadi 10 juta. Kekurangan 10 juta diangsur selama 2 tahun.
Sebenarnya, pada tahun 2018 kala itu, saya ingin beli kontan pakai uang tabungan saya sendiri. Namun, dilarang mantan istri. Begitu pula, saya tetap mau membeli motor yang BPKB-nya atas nama mantan istri, dengan penekanan harus beli lunas. Sayangnya, mantan istri maunya tetap kredit.
Berhubung setiap pekan saya melakukan perjalanan bolak-balik tanpa menginap dari Malang ke Kediri, tentunya bikin badan capek, akhirnya saya putuskan tetap beli sepeda motor Honda CB150 Verza. Semata-mata demi kenyamanan berkendara sehingga tak mudah bikin tubuh pegal-pegal.
Anehnya, saat saya mengalami keterpurukan finansial akhir-akhir ini, tanpa menelusuri dulu karakter dan kebiasaan saya sehari-hari bagaimana, tiba-tiba ada pihak yang menghubungkan kondisi krisis ekonomi yang saya alami dengan "kegiatan" judi online. Artinya, saya dituduh jatuh miskin gara-gara kecanduan berjudi.
 |
Ilustrasi aktivitas judi online di ponsel pintar (sumber gambar pixabay.com) |
Padahal, sebab jatuhnya keuangan yang saya derita karena penghasilan saya menurun tajam. Bukan cuma itu, saya terkena gejala penyakit autoimun dan gejala kanker. Nah, dua gangguan kesehatan tersebut membutuhkan penanganan khusus. Selain untuk biaya-biaya terapi, saya juga harus menjaga pola makan.
Sejak berkurangnya pendapatan uang yang saya terima, saya justru harus pilih-pilih makanan bernutrisi dan bermutu. Tentu harganya lebih ekstra. Saya tidak boleh sembarangan memakan asupan berisiko tinggi bagi kesehatan. Saya pantang mengonsumsi hidangan yang tak jelas kualitas dan komposisinya.
Di antara makanan yang saya konsumsi ialah sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, ubi-ubian, dan semacamnya. Itupun, mayoritasnya saya yang masak sendiri. Kalaupun beli matang, saya sudah pastikan bahwa masakan penjual enggak menyebabkan gejala sakit kambuh.
Barangkali, akibat dari kurangnya literasi, yang diperparah lagi dengan sifat terlalu berambisi hendak menghakimi saya, ujung-ujungnya membikin orang itu menuduh saya jadi korban judi online. Malahan, apa jangan-jangan orang yang berprasangka buruk pada saya itu yang sebenarnya pemain judi online?
Akibat cara berpikir sesat, dengan langkah mengambil pengalaman hidup diri sendiri yang jadi korban judi online maupun pengalaman hidup orang ketiga, lantas menyamakan atau memukul rata bahwa ketika ada orang yang tiba-tiba bangkrut pastilah disebabkan korban judi online. Sungguh nalar yang dangkal.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Saya Pernah Disangka Main Judi Online dan Dituduh Ketagihan yang Berakibat Penghasilan Merosot Tajam"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*