Banjirembun.com - Nafkah iddah adalah kewajiban mantan suami kepada mantan istri untuk memberikan nafkah selama masa iddah. Di mana, dalam kasus tertentu dapat mengakibatkan mantan suami menjadi gugur kewajibannya memberi nafkah iddah terhadap mantan istri.
Adapun, nafkah mu'tah ialah pemberian hibah atau hadiah dari mantan suami kepada mantan istrinya yang bisa diberupakan uang ataupun benda dengan tujuan menghibur hati maupun sebagai bekal hidup pasca cerai.
Nafkah mu'tah biasanya diberlakukan lantaran pihak mantan istri yang mengajukan gugatan cerai kepada Pengadilan Agama. Lebih detailnya, sebelumnya mantan istri yang mengajukan kepada Pengadilan Agama agar memutuskan talak bain sughra kepada mantan suami.
Nah, pada kasus perceraian saya juga begitu. Istri yang melakukan Cerai Gugat kepada Pengadilan Agama. Di mana, akhirnya Pengadilan Agama memutuskan bahwa hubungan pernikahan kami sudah berakhir dengan status talak bain sughra.
Boleh dibilang, secara teknis saya bukan pihak yang menceraikan istri, meski sebenarnya saya juga amat menghendaki cerai. Sebab, awalnya kami telah sepakat untuk pisah secara baik-baik alias secara damai tanpa perlu saling menyalahkan. Di mana, Pengadilan Agama sekadar sebagai pemutus legalitas cerai.
Sebagai informasi, jika saya yang mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama maka dinamakan Cerai Talak. Kasus perceraian seperti itu sangat jarang. Kecuali, ketika sang mantan suami benar-benar tega ingin "mengusir" istrinya atau pula disebabkan karena hal urgen yang tak boleh ditunda.
Mantan istri Saya Meminta Diberikan Nafkah Mu'tah
Dalam upaya mediasi (bertujuan terjadi islah atau rukun kembali) yang diperintahkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama, yang kemudian dilimpahkan kepada mediator resmi yang bertugas di ruang khusus di sana, mantan istri sempat berucap menginginkan agar diberikan nafkah mu'tah.
Entahlah, ucapan itu keluar akibat upaya mediasi yang gagal, lantaran nyatanya saya dengan tegas lugas juga sangat menghendaki perceraian, atau memang sejak awal jauh-jauh hari mantan istri punya niat alias berencana menuntut nafkah mu'tah kepada saya. Hanya mantan istri yang tahu kebenarannya.
 |
Ilustrasi nafkah mu'tah dari mantan suami kepada mantan istri (sumber foto koleksi pribadi) |
Namun, berdasarkan pengalaman saya selama berhubungan dengan mantan istri, sepertinya memang "sengaja" menginginkan nafkah mu'tah. Artinya, mantan istri menganggap dirinya berhak untuk diberikan nafkah pasca perceraian. Dengan itu, mantan istri mendapatkan keuntungan dobel.
Tuntunan nafkah mu'tah tersebut, menurut asumsi saya yaitu selain karena mantan istri yang doyan duit, barangkali juga ingin menunjukkan diri berada di posisi benar. Lantas, memvonis saya berada di pihak jahat dan layak untuk diberikan hukuman berupa "membayar" nafkah mu'tah.
Beruntunglah, berita baik menghampiri saya. Setelah membaca Keputusan Pengadilan Agama, ternyata Majelis Hakim tidak mewajibkan saya untuk mengeluarkan uang maupun mengorbankan harta benda demi diberikan pada mantan istri. Sungguh melegakan hati saya.
Sebab, ada beberapa kasus putusan Pengadilan Agama yang membebankan kepada mantan suami untuk mengeluarkan sejumlah uang dengan penyebutan istilah "tertentu," yang intinya bertujuan supaya istri tidak mengalami kerugian finansial sama sekali dalam proses Cerai Gugat.
Dengan demikian, meski mantan istri sudah membayar biaya panjar (biaya jaminan di muka) agar bisa mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama, nyatanya seluruh biaya atau pengeluaran uang jenis lainnya yang dibutuhkan dalam proses perceraian akan "digantirugikan" (ditanggung atau dibebankan) ke mantan suami.
Bentuk "ganti rugi" biaya-biaya yang dikeluarkan istri demi memuluskan perceraian biasanya disebut atau diistilahkan dengan sebutan nafkah madliyah. Yakni, kewajiban nafkah mantan suami yang dilalaikan atau diabaikan pada saat sebelum perceraian terjadi, yang harus ditunaikan pasca cerai.
Di kasus lainnya, tak menutup kemungkinan mantan istri tidak layak atau enggak berhak memperoleh nafkah pasca perceraian dari mantan suami. Selain perilaku kurang ajar mantan istri pada mantan suami selama berumah tangga, alasan lainnya karena mantan suami menolak memberi nafkah pasca cerai.
Boleh dibilang, mantan istri berhak mendapatkan nafkah iddah, nafkah mu'tah, dan nafkah madliyah tatkala memang betul-betul layak alias pantas menerima. Di sisi lain, disebabkan alasan tertentu, mantan suami juga hilang kewajibannya untuk mengeluarkan ketiga jenis nafkah tersebut.
Pasti Majelis Hakim memiliki pertimbangan bijaksana dan berkeadilan yang telah memutuskan saya tidak terbebani kewajiban menunaikan nafkah jenis apapun pasca perceraian.
Semoga pengalaman ini bermanfaat bagi pembaca.
(*)
Disclaimer: Nama penulis ini adalah Kode X. Tentulah, bukan nama sebenarnya. Penulis bernama Kode X telah beberapa kali memposting curahan hatinya di website *Banjir Embun*. Demi etika kemanusiaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan kami memutuskan untuk merahasiakan nama asli penulis kisah di atas.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pengadilan Agama tidak Memutuskan Saya Memberikan Nafkah Iddah dan Nafkah Mu'tah Merupakan Berita Baik"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*