Banjirembun.com - Sebut saja nama saya Kode X. Itu nama samaran. Saya sengaja menyamarkan nama asli saya demi kebaikan bersama. Di mana, identitas saya tetap terjaga rahasia, tetapi di sisi lain "nama baik" istri saya juga terselamatkan. Begitu pula, dengan itu pembaca tak perlu repot-repot berspekulasi.
Jujur saja, selama hidup ini apakah kalian pernah mencuri? Setidaknya, mengambil sesuatu barang "murahan" atau "disepelekan" milik teman saat masih remaja? Apa sempat mengambil peralatan atau barang-barang "terlantar" tanpa tuan di lingkungan sekolahan maupun dalam kelas?
Paling tidak, pernah meminjam tanpa izin lalu mengembalikan pun tanpa pemberitahuan? Masak tidak pernah sama sekali seperti itu? Hebat berarti. Atau, jangan-jangan memang sejak kecil diasuh dari keluarga kaya yang terjamin kebutuhannya sehingga tak ada kepikiran mengambil hak orang lain.
Dari sekian banyak bentuk pencurian, mengambil uang tanpa izin termasuk perbuatan yang kerap terjadi. Contohnya, mulai dari si anak yang mengambil duit orang tua secara sembunyi-sembunyi, seorang suami mencuri uang istri yang punya penghasilan sendiri, hingga karyawan mengutil duit di tempat kerja.
Lebih lanjut, suatu kasus pencurian uang umumnya sejak awal sudah direncanakan matang. Sebagian lagi dikarenakan faktor keterpaksaan keadaan. Berhubung ada kesempatan, akhirnya saat momen tepat duit orang terdekat tega diembat. Parahnya, dilanjutkan dengan memfitnah orang lain yang dituduh sebagai pelaku pencurian.
Berikutnya, ada yang bilang bahwa tindakan mencuri itu bikin ketagihan. Sekali tahu rasa nikmat memakai duit hasil curian, berpeluang mendorong untuk memperolehnya lagi. Hal tersebut, sebagaimana tindakan perselingkuhan. Sekali selingkuh, di kemudian hari bakal diulang kembali.
Mencuri dan Selingkuh Biasanya Menjadi Batas Kesabaran yang Tak Boleh Dilanggar dalam Pernikahan
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki batas-batas yang tak boleh dilanggar. Baik itu batas yang "ditetapkan" oleh individu maupun batas sosial yang sudah ditetapkan secara tak tertulis. Contohnya, berbentuk norma sopan santun yang diterapkan oleh masyarakat maupun batas-batas privasi dari seseorang.
Dalam konteks pernikahan, perilaku mencuri dan berselingkuh biasanya dijadikan batas akhir yang tak boleh dilampaui. Ibarat kata, masalah berat ataupun konflik besar jenis lainnya boleh jadi masih termaafkan atau mungkin dimaklumi. Sedangkan, bentuk pencurian dan perselingkuhan sudah jadi harga mati.
Ketika ada pasangan ketahuan secara pasti tanpa ragu telah mencuri dalam nominal uang besar maupun yang mencuri dalam jumlah kecil berkali-kali bakal berakibat terjadinya perceraian. Begitu pula, tatkala tertangkap basah berselingkuh, seketika itu juga tanpa ditunda langsung mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama.
Saya Beruntung, Tak Difitnah Istri Mencuri Duit dan Berselingkuh
Seseorang melakukan tindakan memfitnah punya banyak motif atau berbagai tujuan. Namun, intinya sama saja. Yakni, antara bermaksud ingin mengangkat diri sendiri setinggi-tingginya atau sebaliknya menjatuhkan pihak yang jadi target mengalami terjungkal dan menderita kemalangan yang menyakitkan.
Bagi individu berperilaku licik dan tak berempati, tentulah kalau bisa dua tujuan di atas tercapai sekaligus dan bersamaan. Selain mampu menghancurkan hidup orang yang jadi sasaran, setelah memfitnah membuat diri si pelaku mampu mempermudah dalam menjalankan misi berikutnya.
 |
Ilustrasi mengajak selingkuhan menikah (sumber foto pexels.com) |
Itulah salah satu kebaikan istri saya yang masih patut saya apresiasi. Meski dia telah memfitnah saya dalam bentuk lain, nyatanya setahu saya istri tak pernah memfitnah saya telah berselingkuh maupun mencuri uangnya. Entah kenapa istri tak menerapkan siasat busuk itu.
Padahal, berkali-kali istri telah menunjukkan duit tunai angka 50 ribu dan 100 ribu dalam jumlah cukup banyak. Diletakkan di dalam tasnya yang saya yakini beberapa kali memang sengaja diperlihatkan pada saya. Syukurnya, walau kondisi keuangan saya terpuruk, saya tak mengambilnya.
Begitu pula, istri telah meletakkan kunci mobil di tempat "sembarangan" yang dapat saya ambil dengan mudah tanpa perlu izin istri dulu. Selain itu, kondisi tangki mobil juga terisi penuh karena di saat terakhir kita keluar bersama telah diisi full tank. Akan tetapi, saya cuek saja. Saya hanya memanasi mesin mobil di garasi.
Saya tak terpancing menggunakan mobil untuk jalan-jalan keluar tanpa dibersamai oleh istri. Di mana, sesudah pandemi terjadi hingga usainya dilanjutkan sampai sekarang, saya tak pernah keluar bawa mobil sendirian. Selalu bersama dengan istri saat menjalankan mobil. Bahkan, untuk cuci mobil berbayar juga dengan istri.
Saya tak bisa membayangkan, ketika sembrono penuh nafsu kerap mengeluarkan dan memakai mobil sendirian tanpa ditemani istri. Patut saya khawatirkan, istri bakal menuduh saya memakai mobil untuk selingkuh. Malah, kalau saya berani mengeluarkan mobil berkali-kali, barangkali istri justru senang lalu memberi saya uang dengan alasan beli bensin.
Yups, kalau hal di atas saya lakukan, tentulah saya terkena jebakan. Dengan kata lain, sebuah fitnah kadang tak sekadar terlontar dalam bentuk kata-kata. Bahkan, terkadang butuh persiapan matang dan modal tertentu guna bisa melancarkan misi tindakan pemfitnahan.
Semoga cerita saya ini bisa menjadi bahan pembelajaran hidup.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Curhat Pribadi, Untunglah Tidak Difitnah Istri Telah Mencuri Uangnya dan Berselingkuh"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*