Banjirembun.com - Kaidah berupa "Apapun yang berlebihan tidaklah baik." Hal itu juga berlaku bagi garam maupun gula. Yang mana, pada dasarnya keduanya secara alami merupakan jenis "bumbu" baru yang muncul pada zaman belakangan.
Garam dipakai oleh nenek moyang manusia baru saja pada tahun 6.000 sebelum masehi. Tentulah, waktu tersebut masih kalah jauh dibandingkan awal mula hadirnya kebudayaan cerdas dan primitif yang sudah muncul sejak puluhan ribu hingga ratusan ribu tahun lalu.
Itupun, di tahun 6 ribu sebelum masehi, persebaran garam belum merata. Masih banyak peradaban di dunia lain yang baru-baru saja memakai garam pada zaman modern ini. Intinya, secara gen bawaan, garam boleh jadi dianggap benda asing oleh tubuh.
Terlebih lagi gula, malah pemakaiannya lebih akhir ketimbang garam. Produk olahan gula baru dipakai sebagai resep masakan pada kisaran tahun 400 sebelum masehi. Sedangkan, tebu sebagai sumber utama gula dikonsumsi tahun 8.000 sebelum masehi.
Persamaan antara gula dan garam ialah keduanya sama-sama produk buatan manusia. Bukan hasil dari alam yang langsung dimakan tanpa harus diperlakukan khusus lebih dahulu. Selain itu, keduanya juga bisa dijadikan sebagai bahwa pengawet makanan.
Dalam dosis tepat dan wajar, sebenarnya garam maupun gula sangat dibutuhkan tubuh. Di antaranya sebagai penyeimbang cairan tubuh, menjadi sumber energi, membantu fungsi otot, sampai menunjang fungsi saraf.
Sayangnya, asupan gula dan garam berlebihan justru dapat berakibat gangguan kesehatan yang sangat serius. Itu bukan cuma tentang kuantitasnya, tetapi turut pula terkait seringnya mengonsumsi keduanya dalam takaran di atas rata-rata yang seolah belum tampak terkesan berlebihan.
Gula dan garam yang diasup melampaui batas serta secara sering dapat menyebabkan kanker. Selain itu, masalah kesehatan berikutnya ialah diabetes, jantung, stroke, dan tekanan darah tinggi. Konsumsi berlebih dalam jangka tertentu, keduanya juga menjadi pemicu terjadinya autoimun serta memperparahnya.
Disarankan, jangan terpaku pada berapa batas maksimal mengasup gula dan garam. Sebab, itu dapat berpeluang menyepelekan dan malah tak menyadari sudah memasukkan keduanya dalam tubuh melebihi batas. Sebaiknya, fokus saja mengurangi konsumsi sesedikit mungkin saban harinya.
Sebagaimana diketahui, takaran kadar gula dan garam bisa masuk ke tubuh bukan hanya berasal dari "bumbu" dapur rumah tangga. Banyak makanan yang alami maupun buatan manusia di luar rumah, ternyata sudah mengandung garam dan gula yang cukup besar.
Manakah yang paling berbahaya antara gula dan garam? Jawabannya, tentu gula. Sebab, kemanisan akibat banyak gula jauh lebih nikmat ketimbang keasinan. Akhirnya, tak terasa telah memasukkan gula lebih banyak dibanding garam.
Bukan sekadar itu, gula nyatanya berakibat jauh lebih berdampak mematikan dan menimbulkan banyak penyakit. Akan tetapi, hal itu bukan berarti dapat menyepelekan garam.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Saat Berlebihan, Garam Sama Berbahayanya dengan Gula"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*