Banjirembun.com - Setiap individu bersifat unik. Dilarang menyamakan antara individu satu dengan yang lainnya. Sebab, masing-masing punya latar belakang yang berbeda-beda. Bukan hanya bawaan biologis (genetik), tetapi juga modal diri dari aspek sosial, terutama kondisi keluarga dan lingkungannya.
Sayangnya, masih ada individu yang memaksakan diri dalam memahami pihak lain menggunakan pendekatan egois. Yakni, berdasarkan pengalaman pribadi dan keumuman yang terjadi di masyarakat. Lantas, memvonis orang yang tak sesuai dengan itu, dianggap aneh dan menyalahi.
Misalkan, jika ada seseorang yang mampu membeli rumah secara lunas di kawasan kompleks perumahan tertentu maka bagi orang "kuper" (kurang pergaulan) tersebut langsung dianggap menyelisihi yang lain. Bahkan, ketika diberi informasi bahwa rumah tersebut telah dibeli lunas, seketika menuduh dalam hati telah berbohong.
Dalam alam pikirannya beranggapan "Warga yang lain belinya secara kredit, ini kok bisa lunas, apalagi tampang pemiliknya kelihatan miskin tak berduit begitu. Pasti bohong."
Sudah tertebak, cara pandang di atas selain didasarkan dengan melihat dari pengalaman pribadi serta pengalaman umum di lapangan, ternyata juga dalam menilai seseorang tertuju pada tampilan fisik. Serta-merta menyimpulkan kalau tampilan biasa saja pasti dibilang sebagai orang miskin.
 |
Ilustrasi individu di tengah komunitas yang sesat pikir (sumber gambar pixabay.com) |
Bisa pula, hal tersebut disebabkan rasa iri atau dengki. Kok enak betul orang tersebut sanggup beli rumah lunas, sedangkan yang lain harus mencicil setiap bulan. Selain itu, kalau mau menjualnya pun sangat mudah. Tanpa perlu ribet berurusan dengan bank.
Kesesatan berpikir di atas boleh jadi disebabkan oleh rendahnya literasi. Di mana, orang yang berpendidikan formal pun belum tentu terbebas dari kesalahan dalam memahami informasi dan data. Bahkan, lebih mengerikan lagi sengaja memanipulasi maupun memelintirnya.
Dua di antara sekian ciri minimya literasi yaitu berupa terburu-buru dalam mengambil kesimpulan dan terlalu subjektif (egois). Akibatnya, lebih mendahulukan kepercayaan diri serta menganggap diri benar sendiri ketimbang bertujuan mencari kemaslahatan bersama.
Semoga bermanfaat.
(*)
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kesesatan Berpikir dalam Menilai dan Memahami Individu"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*