Banjirembun.com - Hari-hari ini, nafsu makan saya meningkat pesat. Kalau dituruti, berakibat segala macam hidangan bisa masuk perut, sekalipun itu dalam porsi besar. Tanpa peduli makanan "berbahaya," lantaran dalam jangka panjang berpotensi bikin penyakitan alias tubuh sakit-sakitan.
Contoh makanan yang "tak aman" di atas yang sudah saya hindari semenjak beberapa tahun lalu di antaranya seperti jajanan gorengan, nasi goreng (kecuali bikinan sendiri, itupun amat jarang), terang bulan, sate, minuman ataupun makanan bergula tinggi, hingga makanan mengandung garam berlebihan.
Kalau saya bebaskan diri saya, tak peduli porsi melimpah maupun beli dua bungkus, kemungkinan besar mampu saya habiskan sekaligus. Setidaknya, seperti nasi goreng yang beli dobel dan di waktu berbeda makan martabak manis jumbo butuh durasi kisaran setengah jam saja untuk saya habiskan.
Bentuk kerakusan di atas sudah pernah saya alami sendiri. Tepatnya, pada pertengahan tahun 2017 hingga awal tahun 2020 yang lalu. Selama "kalap" di kurun itu, berat badan saya melonjak tajam lebih dari 110 Kg. Saya menimbangnya di apotek. Pakai timbangan badan berkapasitas bobot besar.
Kala itu, hati saya lagi senang-senangnya karena bisa lepas dari pihak yang bikin trauma berkepanjangan. Di sisi lain, saya berstatus pengantin baru berpasangan dengan istri berokonomi mapan. Ditambahi, nominal penghasilan uang saya sejak awal 2018 juga meningkat drastis.
Walhasil, kombinasi ketiganya mengakibatkan gairah makan saya yang luar biasa mencengangkan. Bagaimana tidak? Saat itu, tabungan saya masih terlalu longgar untuk memenuhi permintaan perut agar selalu kenyang. Tentunya, dengan cara membeli di warung makan.
Memang begitu, banyak orang kalau kondisi hati lagi baik-baik saja, karena berhasil meraih sesuatu atau bisa pula disebabkan telah keluar dari masalah berat yang bikin trauma, bakal begitu bersemangat merayakannya dalam bentuk banyak makan. Kadang, gemuk disebut simbol kebahagiaan.
Barulah sesudah ada wabah global, membikin saya sadar dan paham tentang pentingnya menjaga kesehatan. Salah satunya, wajib menghindari obesitas agar mengurangi beban metabolisme tubuh. Lagian, waktu itu saya ketakutan sekali terkena sakit. Lebih tepatnya, takut hilang nyawa.
Kini pun, saya sedang memiliki selera makan yang meningkat pesat. Dimulai sekitar 1 bulan lalu. Sampai sekarang, bukannya mudah puas dengan takaran makan seperti yang sebelum-sebelumnya, justru ingin terus menambah atau imbuh lagi. Sungguh mengherankan.
Hampir setiap hari saya sering masak berulang kali di dapur demi memuaskan nafsu perut. Kerap kali, saya berencana sekali memasak hendak dikonsumsi untuk 2 atau 3 kali. Nyatanya, seringkali hanya 2 kali. Malahan, kadang sekali makan seketika habis sekejap.
Untungnya, jenis hidangan yang saya nikmati dalam jumlah banyak sehari-hari tersebut bukanlah nasi. Saya mengasup buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, sayur-sayuran, ubi-ubian, singkong, tahu, tempe, ikan-ikanan, sampai telur.
Saya sengaja kurangi makan nasi lantaran demi kesehatan. Sebab, kondisi tubuh saya mengalami gejala autoimun dan gejala kanker. Saya tak ingin berspekulasi dan percaya diri bahwa itu hanya asumsi. Lebih baik saya mencegah sejak dini agar gejala tersebut terkendali.
Saya yakin, jika asupan nasi diperbanyak (cuma berlauk kerupuk yang ditemani sambal dan kecap) demi mengenyangkan perut setiap saat maka berakibat dalam tempo singkat membuat berat badan saya melonjak pesat. Nasi memang semengerikan itu.
Jangankan nasi yang statusnya berkalori lumayan tinggi, jenis hidangan lebih sehat di atas yang saya konsumsi nyatanya sudah membuat tubuh saya terasa berisi. Bagaimana tidak, hampir setiap saat kondisi perut mengalami padat karena kerap terisi makanan.
Baca juga: Inilah Penyebab-penyebab Saya Terkena Gejala Autoimun
Saya sudah mencoba mengelabui lambung dengan langkah minum air yang banyak. Ternyata, tidak membuahkan. Begitu pula, saya telah berusaha enggak cepat-cepat masak makanan yang paling bikin sulit kenyang. Faktanya, justru hati terdorong masak banyak.
Saya harus menahan diri. Selain uang yang sudah berkurang drastis untuk dipakai biaya terapi penyakit saya, tentulah juga saya tidak mau berat badan saya bertambah. Dicukupkan maksimal 75-80 Kg. Kalau memungkinkan rata-rata dalam setahun 74 Kg.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Khususnya bagi pembaca yang sedang berusaha diet dan menjaga kesehatan dengan langkah mengurangi porsi makan.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Hati Saya Gembira dan Nafsu Makan Meningkat, tetapi Kondisi Penyakit Bikin Tak Memungkinkan untuk Kenyang"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*