Banjirembun.com - Pada zaman modern seperti sekarang, uang merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan. Amat jarang di dunia ini yang menerapkan barter maupun semata-mata mengandalkan alam sekitar, tanpa butuh uang sama sekali untuk bertahan hidup.
Tak peduli orang kaya, kaum paham agama, kalangan tua renta, pihak penguasa, maupun individu yang populer di jagad maya hampir semua dipastikan mau menerima ketika dikasih uang halal secara cuma-cuma.
Apalagi para pekerja yang mengandalkan keahlian ataupun "menjual" energi fisik tubuhnya sebagai jasa yang diberikan pada konsumen. Misalkan, jasa renovasi rumah oleh tukang dan kuli bangunan. Di mana, tentu mayoritas tak memandang dulu seperti apa kondisi rumah calon pelanggan.
Mau pengguna jasanya memiliki rumah reot, jelek, kecil, dan lebih murah dibanding miliknya sendiri, nyatanya kebanyakan para tukang dan kuli tetap "tega" menerima. Asal, bayaran yang diterima sesuai dengan harapan.
Sebagaimana cerita unik berikut.
Ada pemilik rumah kelas subsidi yang berharga "ringan" dan spesifikasi sederhana, meminta tolong pada salah seorang mandor yang tak sengaja bertemu di toko bangunan saat belanja.
Kala itu, pemilik rumah yang hendak merenovasi masih tanya-tanya dulu seputar harga material yang paling vital dan potensi berharga tertinggi. Tanpa dinyana, di toko itu bertemu mandor yang biasa mengkoordinasi para tukang beserta kulinya.
Mandor bertanya "Mau merenovasi Mas?" Hal itu dia tanyakan sesudah pemilik rumah yang akan direnovasi bertanya-tanya harga pada pemilik toko.
Dijawab "Iya Pak, masih tanya-tanya dulu. Tukangnya juga belum ada."
Mandor berujar "Rumahnya di mana?" Dijawab "Di perumahan...(nama perumahan dirahasiakan)."
Mandor Menjawab "Saya juga di sana, mengerjakan rumah di Blok D nomor... (nomor dirahasiakan). Kalau butuh tukang langsung saja ke sana."
Bak gayung bersambut, akhirnya setelah tanya-tanya di toko lain, pemilik rumah berkunjung ke blok D di area perumahan tempat rumahnya berada.
Di mana, blok D merupakan kawasan "elit" karena sebagian yang punya membeli secara lunas. Begitu pula, ukuran dan dimensi rumah berbeda dari lainnya. Bukan termasuk kategori rumah bersubsidi.
Dengan percaya diri, pemilik rumah yang bakal direnovasi mendatangi calon rumah "wah" di Blok D tersebut yang sudah tahap finishing.
Lantas, pak mandor mengajak ke rumah yang akan direnovasi. Guna mengukur dan memperkirakan berapa harga jasa untuk tukang dan kulinya.
Setelah deal, ternyata pakai sistem borongan. Bukan harian. Tentulah biaya jasa lebih membengkak.
Di mana, pemilik rumah berasumsi bahwa mandor yang sudah sepuh itu orang "biasa" alias kalangan "kecil" sehingga tak apa-apa mahal, sekalian hitung-hitung berbagi rezeki.
Setelah pekerjaan selesai, barulah diketahui bahwa mandor tersebut pemilik rumah di Blok D yang sedang tahap penyelesaian.
Diimbuhi lagi, tukang yang mengerjakan juga memiliki rumah di kawasan perumahan yang telah berdiri sejak lama. Tentunya, bukan perumahan subsidi. Harganya pun jauh lebih tinggi, karena dekat dengan jalan utama yang besar.
Dalam logika orang "bijak," semestinya pemilik rumah yang tengah direnovasi itu mencari tukang dan kuli dari kalangan ekonomi bawah. Bukan orang yang tingkat ekonomi di atasnya.
Berhubung pengerjaan pembangunan rumah maupun renovasinya terus selalu ada pada setiap bulannya di banyak lokasi, wajar saja ketika duit tukang dan kulinya melimpah ruah. Sebab, di daerah padat penduduk, merekalah yang dicari.
Apalagi, pengguna jasanya tinggal di kawasan kompleks perumahan. Bertambah "semangat" mereka mematok harga. Sebab, karakter warga area perumahan tentu berbeda dengan masyarakat kampung umumnya.
Alasannya, biasanya warga atau pemilik rumah di perumahan yang masih baru berdiri, umumnya bukan berasal dari masyarakat lokal sekitar. Selain itu, diasumsikan pemilik rumah tahu risiko sesudah membeli rumah harus menanggung biaya renovasi yang cukup tinggi.
Begitu pula, beda cerita ketika konsumennya warga kampung yang "terbuka." Tentu, harga jasanya lebih bersahabat. Mandor dan tukang tak berani memainkan harga.
Itulah sedikit cerita tentang pengalaman merenovasi rumah. Semoga dapat menjadi pengalaman bagi para pembaca.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Cerita Unik, Ketika Rumah Tukang dan Kuli Bangunan Lebih Wah Ketimbang Rumah yang Direnovasi"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*