Banjirembun.com - Paribasan jowo atau peribahasa dalam bahasa masyarakat jawa tergolong sangat banyak jumlahnya. Baik itu peribahasa kuno maupun yang baru saja muncul di era belakangan ini. Di mana, pada umumnya di setiap ukoro jowo (kalimat bahasa jawa) yang memiliki makna kiasan tersebut memiliki jumlah susunan kata yang terbilang sedikit. Kendati demikian, meski sebuah pernyataan pendek, nyatanya dalam satu ungkapan itu terkandung "pesan" dan nilai moral yang melimpah.
Walau beberapa kalimat peribahasa jawa cukup singkat, ternyata ketika dijabarkan maksud tersembunyi di baliknya bisa panjang lebar dan bercabang ke mana-mana. Salah satu paribasan jowo yang seperti itu ialah liso ojo nganti dadi tumo yang memiliki arti telur kutu rambut jangan sampai didiamkan yang berakibat terlanjur menetas menjadi kutu. Lebih lanjut, kata liso maupun tumo lumrahnya tertuju pada telur kutu dan kutu di rambut kepala manusia. Bukan kutu yang lain.
Ungkapan liso ojo nganti dadi tumo memiliki pengertian bahwa sesuatu kejelekan yang masih awal (termasuk bibit penyakit, calon perusak, musuh jahat yang masih lemah, atau jenis potensi keburukan serta kesulitan lainnya) dan yang masih mudah dikendalikan atau dicegah sebaiknya langsung diatasi sebelum berubah menjadi malapetaka. Dengan kata lain, dilarang menganggap remeh dengan langkah membiarkan ancaman besar yang berpeluang bakal muncul di kemudian hari tanpa dibersihkan atau setidaknya dicegah sedari dini.
Parabisan di atas memiliki makna yang mirip dengan peribahasa "Lebih baik mencegah daripada mengobati" serta "Air adalah sumber kehidupan dan air yang bersih berarti kesehatan." Maksud tersembunyi dari dua kalimat itu ialah lebih baik mengalami kesulitan yang kadarnya lebih ringan di awal ketimbang menerima kesulitan yang berat lantaran membiarkan saja ancaman yang ada tanpa pencegahan. Intinya, bersakit-sakit dahulu barulah bersenang-senang kemudian.
Nah, dalam konteks peribahasa jawa liso ojo nganti dadi tumo yang patut disadari yaitu mencari dan membersihkan telur kutu jauh lebih sulit dibanding menghilangkan kutu di kepala manusia. Akan tetapi, ketika memutuskan membiarkan atau mengabaikan telur kutu karena rasa malas maupun sebab lainnya tentu harus siap menghadapi risiko yang datang tiba-tiba tanpa tanda yang berupa gangguan gigitan kutu yang terlanjur menetas dari telur yang dibiarkan saja.
Perlu diketahui, masyarakat jawa zaman dahulu gemar petan atau metani yang merupakan tradisi mencari kutu. Belum ada obat, sampo, atau produk anti kutu lain yang secara gampang membasmi kutu. Kalaupun ada tentu harganya dianggap mahal. Alhasil, tatkala ingin membersihkan rambut kepala dari kutu diharuskan untuk rajin-rajin minta orang lain metani rambutnya. Kalau tak begitu, seenggaknya menyisir rambut sendiri menggunakan sisir rapat yang disebut serit.
Bagi kalangan tertentu yang serius ingin menghilangkan kutu dari kepala dirinya sendiri maupun kerabat, tentulah bakal berusaha bersih-bersih sampai ke akarnya. Dalam artian liso alias telur kutu juga dibersihkan dengan langkah dibentes atau dipencet hingga pipih rata. Dengan kata lain, yang diburu bukan sekadar kutu besar maupun kutu anakan yang masih super kecil. Melainkan pula telur-telurnya yang kadang jumlahnya lebih banyak ketimbang tumo.
Boleh dikata, ungkapan liso ojo nganti dadi tumo mengandung nasihat agar tidak menyepelekan setiap risiko yang berpeluang menerpa. Baik itu ancaman terkait seseorang di tempat tertentu yang berakhlak buruk maupun hal-hal lain yang bisa merugikan di kemudian hari. Sebab, kalau sudah terlanjur menjadi tumo tentunya sangat mengganggu lantaran bikin gatal kepala. Parahnya lagi, ternyata rasa gatal itu terjadi di saat-saat yang sedang penting sehingga tak memungkinkan untuk mengatasi secepatnya.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Arti Ungkapan Bahasa Jawa "Liso Ojo Nganti Dadi Tumo""
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*