Pada budaya patriarki (menomorsatukan kaum laik-laki) dalam memandang posisi kaum wanita cenderung dianggap sebagai pihak lemah, terlalu banyak bicara dibanding kerja, dan gemar meminta bantuan alias mencari pertolongan. Nah, jika ada pria yang mudah mengumbar ucapan dalam urusan pergaulan sehari-hari seperti bergosip atau mengghibah demi memperoleh dukungan sosial maka dalam bahasa jawa kelakuan itu disebut lambe wedok yang artinya bermulut wanita.
Malahan, ada ungkapan yang lebih parah lagi untuk menunjukkan kerendahan diri serta hilangnya kehormatan dari lelaki yang sering menghasut dan sedikit-sedikit mengadukan nasib yang seolah terzalimi kepada orang yang lebih berkuasa. Sayangnya, hal semacam itu tanpa didahului kompromi untuk mencari jalan tengah dengan pihak-pihak yang terlibat masalah dengannya. Sebutan yang jauh lebih kasar dalam bahasa jawa yang dimaksud ialah cangkem bosok atau congor bosok.
Baca juga: Arti Ungakapan Bahasa Jawa "Cangkem Bosok" atau "Congor Bosok" Beserta Contoh Penggunaannya
Lebih lanjut, ada kalimat jawa berupa "Lanangan cangkem bosok, sitik-sitik adu-adu lan bolak-balik wadol" yang artinya yaitu lelaki mulut busuk, sedikit-sedikit menghasut alias mengadu domba dan berkali-kali memberitahukan keluhan yang sedang dialami. Alih-alih meladeni setiap gesekan secara mandiri yang salah satunya dengan langkah berdialog bersama dengan orang yang sedang berkonflik, justru ingin keroyokan melibatkan banyak orang.
Apakah takut atau merasa minder ketika menyelesaikan masalah tersebut sendirian? Atau jangan-jangan dia sendiri sebenarnya juga telah menyadari berada dalam posisi yang salah karena sedang menzalimi. Akan tetapi, demi memuaskan hawa nafsu pribadi akhirnya memprovokasi atau mengompori beberapa orang untuk turut memusuhi dan menyerang orang yang dia benci. Dengan tujuan supaya individu yang dijadikan target itu tak nyaman hidupnya.
Perlu ditekankan, bahwa kata adu-adu yang artinya mengadu domba atau menghasut bisa ditujukan kepada sasaran dari dua belah pihak yang berstatus apa saja. Baik antara orang yang di atas dengan orang yang di bawah atau sebaliknya. Tentunya, dapat pula antara pihak yang sederajat dan seimbang. Sedangkan, kata wadol atau menyampaikan keluhan umumnya ditujukan terhadap orang yang lebih kuat dan lebih kuasa. Dengan tujuan memperoleh pembelaan serta pertolongan.
Ilustrasi pria sedang membicarakan individu tertentu secara sembunyi-sembunyi (sumber pixabay.com) |
Kalau ada laki-laki yang memiliki sifat seperti di atas sungguh patut dipertanyakan jiwa kelelakiannya. Jangankan sekadar memakai otak untuk berfikir mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi, sekadar saling berhadap-hadapan muka antar muka saja tak berani. Berani main hanya dari belakang atau slintutan (plintutan). Parahnya, dia juga gemar menyindir di grup medsos maupun kumpul bersama saat orang yang dimusuhi itu turut hadir.
Aneh, ketika dimintai keterangan atau kejelasan demi memperoleh kepastian dan jawaban "Kenapa dia sering banget mengganggu, merusuhi, atau bertindak seenaknya?" seketika membantah dan berkelit. Bersilat lidah mencari seribu alasan. Apalagi di kala dia diberi hati berupa kesempatan untuk membela diri, justru semakin sombong dan berani bertindak semaunya sendiri. Di sisi lain, tatkala diperlakukan secara tegas dengan keras dan ancaman fisik langsung bernyali ciut lari terbiri-birit.
Selanjutnya, kalau teman segerombolan dia memang waras dan berhati jujur dalam menilai sesuatu tentulah bakal tahu sendiri posisi orang yang dibela berada dalam kebenaran atau kesalahan sembari berfikir "Kalau memang berada dalam kebenaran lantas kenapa harus lari?" Malah dengan bertemu itulah waktu yang tepat untuk menjatuhkan individu yang dianggap bermasalah. Bukan cuma berani membicarakan kejelekannya di belakang, tetapi tatkala bertemu menghindari.
Dalam istilah jawa sifat seperti di atas dikatakan wani silit nanging wedi rai yang artinya hanya berani menunjukkan bokongnya sendiri, tetapi takut ketika menunjukkan muka. Namun, terdapat pula yang mengartikan ungkapan tersebut sebagai orang yang hanya berani melihat bokong individu tertentu, tetapi gentar saat menatap wajahnya. Intinya, hanya berani membicarakan seseorang dari belakang lantaran segan untuk mengungkapkan langsung kepada bersangkutan.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Laki-laki "Bermulut Wanita," Gemar Menghasut dan Sedikit-sedikit Melaporkan ke Orang yang Berkuasa Tanpa Dialog Dulu"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*