Kota Malang - Di era digital seperti sekarang, para pesaing pencari pekerjaan bukan cuma manusia dan peralatan mesin atau teknologi fisik yang semakin hari terus meningkat kecanggihannya. Akan tetapi, perkembangan teknologi kecerdasan buatan alias Artificial Intelligence (AI) juga turut andil mempersulit daya saing dunia kerja. Malahan, disadari atau tidak faktanya semakin hari program AI bertambah pintar dalam kemampuan memberikan solusi ampuh bagi insan.
Keunggulan kecerdasan buatan enggak sekadar memberi solusi teoritis, konseptual, trik untuk menuju jalan keluar, tutorial, atau nasihat yang sangat netral. Dalam artian, saat memberi saran tanpa muatan kepentingan ego pribadi sehingga kadang justru menyesatkan layaknya manusia. Lebih dari itu, sanggup memberi solusi praktis yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pekerjaan. Di mana, bukan semata berteori namun juga jago praktik.
Baca juga: Para Pekerja Jangan Merasa Diri Telah Diperbudak atau Diplekoto oleh Juragan, Tetaplah Bekerja Secara Profesional!
Alhasil, tak menutup kemungkinan operator peralatan berat ataupun ringan bakal tergusur oleh AI. Begitu pula, para pekerja sebagai programmer dan ilustrator gambar turut serta sulit bersaing dengan AI. Tentulah sopir taksi, pengemudi bus, masinis kereta api, sopir truk, hingga nakhoda kapal laut ke depannya berpeluang ditenggelamkan oleh AI yang bertugas mengendalikan transportasi umum secara otonom tanpa perlu didampingi oleh petugas lapangan.
Lebih dari itu, yang sangat dikhawatirkan ialah pekerjaan yang memerlukan kerja otak ketimbang otot seperti akuntan dan penasihat keuangan maupun jenis pekerjaan yang membutuhkan sentuhan empati seperti psikiater atau konselor juga mampu diambil alih oleh AI. Singkat kalimat, banyak jenis pekerjaan di masa datang yang berpeluang besar tergantikan oleh penerapan teknologi Artificial Intelligence.
Hanya sosok pekerja pilihan dan betul-betul "berguna" yang dipertahankan oleh pihak yang membutuhkan tenaga kerja manusia. Di mana, pekerja itu tentu bukan malah menjatuhkan maupun bersaing dengan AI. Sebaliknya, ternyata berkolaborasi dengan AI dalam memudahkan pekerjaan. Hal itu, beda cerita ketika bekerja dengan sesama insan. Barangkali justru ada perasaan iri maupun benci lantaran merasa tersaingi oleh sesama makhluk biologis.
Oleh sebab itu, janganlah sombong sehingga merasa mampu bersaing dengan AI sebagaimana dulu bisa menyingkirkan rekan kerja demi "menguasai" lahan pekerjaan serta jatah bonus. Alih-alih melawan serta mengalahkan teknologi kecerdasan buatan, semestinya pekerja yang ingin tetap bertahan di tempat kerja dituntut memahami bagaimana cara memanfaatkan AI untuk memanjakan dan menyenangkan majikan sang pemberi kerja.
|
Ilustrasi peralihan dari teknologi manual menuju Artificial Intelligence (sumber pixabay.com) |
Apalagi, banyak yang memprediksi bahwa perkembangan kemampuan AI bukanlah masuk dalam kategori kemajuan secara linear dan eksponensial sehingga dapat begitu gampang diprediksi laju pertumbuhannya. Namun, kecerdasan buatan tersebut memiliki pergerakan kapasitas "otak" bagaikan sebuah ledakan besar yang tak terkendali. Diasumsikan, hari ini AI mungkin "berpura-pura" bodoh, tetapi ke depan boleh jadi menunjukkan aslinya yang melampaui umumnya manusia di bumi.
Dampaknya, barangkali AI sekarang ini masih bagaikan bayi yang belum terlalu tahu apa-apa. Sayangnya, entah dalam waktu kapan (yang diprediksi tidak lebih dari 10 atau 15 tahun lagi) laju tumbuh AI akan semakin pesat tanpa kontrol. Hal itu berakibat terjadi perubahan atau revolusi sosial secara terstruktur, sistematis, dan masif tatkala "pawang" teknologi maupun kebijakan pemerintah dunia tak mau mengendalikan AI mulai dari sekarang.
Mirisnya, dalam konteks Indonesia jangankan sanggup mengenali dan memahami AI secara utuh sehingga bisa memanfaatkannya dengan baik ternyata masih banyak masyarakat kita yang belum percaya dan terkaget-kaget saat mengetahui ada individu yang bisa mencari duit hanya dari rumah tanpa perlu pergi ke kantor menggunakan pakaian rapi. Parahnya, dengan sembrono mengatakan orang yang tiba-tiba kaya itu telah melakukan ritual pesugihan maupun memelihara tuyul.
Baca juga: Jangan Urusi Jumlah Harta dan Pekerjaan Orang Lain, ini Zaman Modern Bung!
Intinya, tinggalkan dan abaikan kaum gaptek (gagap teknologi) yang masih mengandalkan cari uang secara non online serta masih diperlukan tatap muka di dunia nyata. Dalam artian, walau memakai jaringan internet untuk urusan kerja nyatanya itu tak lebih dari sekadar sebagai sarana komunikasi atau chat yang dipakai menggantikan telepon. Kalau dulu menggunakan SMS dan telepon reguler, tetapi sekarang ini melalui aplikasi chat online.
Sebagai penutup, amat disarankan untuk memanfaatkan internet secara tepat. Bukan cuma diterapkan sebagai alat komunikasi dan cari hiburan yang menyenangkan. Melainkan pula gunakan internet untuk mencari informasi, mendalami ilmu pengetahuan, memperluas wawasan, menggali pengalaman dari orang lain, atau yang semacamnya. Hal tersebut supaya memudahkan dalam pengembangan diri dalam kaitan keterampilan kerja secara spesifik maupun menjaga kesejahteraan mental pribadi.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Para Pekerja, Siapkan Diri untuk Menghadapi Perkembangan Teknologi Kecerdasan Buatan atau AI"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*