Kota Malang - Mana jargon yang digembar-gemborkan seperti "Harga diri laki-laki adalah bekerja?" Mana motivasi berupa "Walau aku cewek tetap memilih bekerja, karena aku berniat mulia ingin membahagiakan dan berbakti pada orang tua?" Semua itu hanya ampas alias omong kosong ketika ternyata cara bekerjanya asal-asalan dan penuh hitung-hitungan (transaksional).
Jika memang punya harga diri dan hendak berbalas budi pada orang tua maka lakukan setiap pekerjaan itu dengan totalitas serta profesional. Bagaimanapun, namanya bekerja bukan sekadar cari status agar tak disebut pengangguran. Bukan pula cuma bertujuan daripada di rumah kena marah orang tua melulu.
Baca juga: Arti Istilah Bahasa Jawa Dikuyo-kuyo, Diplekoto, dan Dilunto-lunto
Ingatlah kaidah tentang "Setiap balasan pasti diterima sesuai dengan perbuatan" dan terkait dengan hukum "tabur tuai." Di mana, setiap apa yang dilakukan pada hari ini pasti akan mendapatkan balasan di kemudian hari. Hal itu tak boleh diragukan sama sekali. Tentu, niat atau tujuan baik dalam berbuat sesuatu bakal mendapatkan balasan kebaikan pula.
Sayangnya, beberapa calon pekerja sejak awal sebelum memulai sudah memiliki angan-angan negatif saat terjun di dunia kerja kelak. Mereka berambisi ingin bekerja semudah-mudahnya dengan mendapat bayaran sebesar-besarnya. Di sisi lain, kemampuan (kecerdasan) maupun akhlak yang ada pada dirinya tidak mumpuni untuk dihargai secara layak.
Ilustrasi seorang pekerja (sumber pixabay.com) |
Pertanyaan selanjutnya yaitu "Apakah para pekerja yang saat ini merasa telah diperbudak atau dipelokoto oleh juragan ketika kelak bernasib baik berubah menjadi bos tetap akan mau memuliakan para buruhnya?" Jangan-jangan justru bertindak semakin brutal dan sadis lantaran memeras habis keringat dan menghisap darah para pekerjanya.
Tetaplah bekerja secara sungguh-sungguh atau serius di mana saja! Biarlah teman kerja ataupun orang lain yang melihat tega menjuluki sebagai jongos, babu, atau kacung diakibatkan kerja keras yang dilakukan. Sebab, enggak ada yang tahu sampai kapan tubuh dan otak terus mampu diajak untuk menghasilkan duit sebanyak-banyaknya.
Baca juga: 5 Ciri Seseorang Menjadi Budak Dunia
Begitu pula, kondisi ke depan tidak ada yang tahu. Bagaimana kalau tiba-tiba krisis ekonomi terjadi? Lapangan kerja menjadi sedikit. Alhasil, para pencari kerja tentu bakal jauh lebih pilih-pilih atau selektif dalam menerima pegawai. Tentunya, pekerja yang profesional (minimal berciri jujur, rajin, dan telaten) menjadi pihak yang diprioritaskan majikan.
Semoga tulisan ini dapat menjadi penyemangat bagi para pejuang yang sedang berupaya mengangkat derajat hidupnya. Intinya, boleh saja fokus untuk membahagiakan diri sendiri dan menomorsatukan kepentingan pribadi. Namun, jangan lupakan bahwa untuk membahagiakan diri sendiri tidak harus dengan cara menzalimi atau merugikan juragan yang telah menggaji.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Para Pekerja Jangan Merasa Diri Telah Diperbudak atau Diplekoto oleh Juragan, Tetaplah Bekerja Secara Profesional!"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*