Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Ciri SDM Rendah, Langsung Menolak Kritik yang Membangun Lantaran Fanatik Buta dan Akibat dari Punya Ambisi Besar

 Kota Malang - Harus diakui, bonus demografi negara Indonesia yang melimpah ruah berupa banyaknya generasi muda usia produktif enggak bakal ada artinya apa-apa ketika kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tergolong rendah. Di mana, walau telah menempuh pendidikan di sekolah maupun kuliah ternyata hanya dijadikan ajang gengsi, pamer, dan cuma cari ijazah agar mudah mencari kerja.

Sekolah dan kuliah dilalui begitu saja sehingga tanpa mau mendalami makna hidup yang sesungguhnya melalui proses bangku pendidikan secara serius. Dalam artian, walau tak pernah bolos serta tetap aktif masuk kelas nyatanya di sana memperoleh kehampaan jati diri. Jangankan rajin membaca buku di perpustakaan di waktu jam istirahat, sekadar mengerjakan tugas belajar mandiri dari guru sudah malas-malasan.

Baca juga: Kepribadian Individu Ber-SDM Rendah Bisa Menyasar Siapa Saja, Termasuk Guru dan Dosen yang Berpendidikan Tinggi

Kawasan sekolah atau kampus perguruan tinggi tak lebih untuk dijadikan sebagai tempat melarikan diri dari kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat terbuka. Ketimbang saat di rumah bikin jengkel keluarga dan selalu diperintah oleh orang tua, tentunya seorang anak masih memilih pergi ke sekolah. Dengan kata lain, lebih baik pilih "dikurung" dalam tembok sekolah atau ruang kelas kuliah. 

Bagi para calon generasi SDM rendah seperti di atas memandang sebuah lembaga pendidikan hanya dijadikan lokasi untuk bersosialisasi antar teman layaknya nongkrong di warung, taman, pusat perbelanjaan, atau yang semacamnya. Mereka enggak mau terbebani oleh tugas-tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dalam pembelajaran. Kalaupun dikerjakan, itu cuma asal-asalan.

Kondisi di atas tentu berpeluang sangat merugikan sekaligus membebani masyarakat luas. Alih-alih berkontribusi pada pembangunan masyarakat meski sekadar berupa memberi ide dan gagasan kreatif, justru ketika ada masukan positif yang dikategorikan kritik membangun langsung ditolak mentah-mentah. Diperparah lagi, tidak sadar diri telah sombong karena pribadi merasa pintar dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun, nyatanya nol besar.

Tak Perlu Merespon dan Sedih Hati Terhadap Kaum SDM Rendah yang Anti Kritik Positif, Abaikan dan Tinggalkan Mereka!

Alasan seseorang memutuskan menjadi manusia yang anti kritik bukan semata-mata karena menganggap diri si paling hebat maupun menangan sendiri dalam urusan apapun, tetapi pula diakibatkan oleh faktor fanatik buta dan terlalu fokus pada ambisi besar. Di mana, fanatisme itulah yang memunculkan rasa bangga diri pada hal-hal yang digandrungi sehingga membuat cara pandang hidup jadi sempit.

Memberi kesimpulan bahwa apa-apa (suku, golongan, organisasi, kelompok, komunitas, atau semacamnya) di luar dari yang telah diikuti sebagai pihak yang salah, harus kalah, mesti dimusuhi, serta tak boleh diterima semua perkataannya. Alhasil, ketika terdapat seorang anggota di luar komunitasnya maupun ada pendapat "menyimpang" seketika dicurigai sebagai perusuh dan penghambat misi kelompoknya.

Ilustrasi bersifat sumbu pendek akibat fanatisme (sumber pixabay.com)


Contohnya, ada klub sepak bola di suatu kota. Di mana, ternyata ada banyak pemain asing di dalamnya baik yang berstatus sebagai warga negara lain maupun yang sudah dinaturalisasi. Kemudian, muncul sebuah kritik dengan pernyataan "Pantaskah klub sepab bola di kota kita bangga meraih juara pertama yang dihasilkan dari pemain naturalisasi? Bukankah seharusnya kita mendidik generasi muda sedari dini agar jago bersepak bola?"

Seketika masukan atau "pengingat" di atas menimbulkan reaksi agresif dari sebagian besar suporter. Beberapa dari mereka melontarkan sejumlah argumen untuk pembelaan dan pembenaran diri. Misalnya dengan berucap "Di klub negara-negara eropa sana juga banyak kok pemain asingnya, baik itu dari benua Afrika maupun Amerika Selatan."

Padahal, faktanya pilihan calon pemain asing di eropa sangat melimpah. Hanya yang terbaik yang bakal dipakai. Terbukti, pemain sepak bola "buangan" dari ras asli kulit putih yang tak dipakai di eropa akan jadi rebutan klub-klub di negara luar eropa tatkala harga transfer cocok. Dengan demikian, membandingkan sistem sepak bola di eropa dengan di Indonesia sungguh sangat tak seimbang.

Baca juga: 5 Risiko Berhubungan dalam Bidang Apa Saja dengan Orang Ber-SDM Rendah dan IQ Jongkok

Bentuk ogah menerima kenyataan di atas diakibatkan karena punya ambisi besar yaitu supaya klub sepak bola yang didukung terus mampu juara. Tanpa peduli cara meraihnya bagaimana. Tentunya, bisa pula lantaran terlanjur fanatik pada klub sepak bola tempat kelahirannya. Bahkan, ada yang punya semboyan "Hidup matiku dan jiwa raga telah aku persembahkan untuk kemenangan klub sepak bola."

Sebagai penutup, selain insan yang sedang jatuh cinta serta orang yang tak sadar tengah dibodohi alias diperalat oleh pihak tertentu, ternyata masih ada lagi orang yang sulit untuk dinasehati. Yakni, mereka yang fanatik buta dan punya ambisi besar. Oleh sebab itu, jangan sekali-kali berurusan dengan mereka. Dampaknya bukan cuma mengganggu kesehatan mental. Akan tetapi, dalam kadar tertentu dapat terjadi konflik fisik.





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ciri SDM Rendah, Langsung Menolak Kritik yang Membangun Lantaran Fanatik Buta dan Akibat dari Punya Ambisi Besar"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*