Banjirembun.com - Cangkem bosok memiliki arti mulut busuk. Tentu, sebagaimana dalam bahasa Indonesia ungkapan cangkem bosok bukan hendak menunjukkan arti sebenarnya yang berupa gangguan penyakit secara fisik yaitu area mulut yang membusuk. Bukan pula ingin menunjukkan bahwa mulut yang berbau enggak sedap. Melainkan, sebuah metafora alias bahasa kiasan yang berbentuk majas perbandingan atau pengandaian.
Perlu diketahui bahwa kata cangkem cenderung memiliki konotasi atau kesan negatif. Sebab, istilah tersebut termasuk dalam kategori bahasa jawa yang kasar. Namun, sebenarnya ada yang lebih kasar lagi yaitu congor (yang sebetulnya ditujukan untuk mulut hewan). Oleh sebab itu, ungkapan congor bosok bisa dibilang jauh lebih kasar. Adapun bahasa jawa halusnya cangkem ialah tutuk. Sedangkan, bahasa sehari-hari yang tergolong tak kasar maupun tidak halus adalah lambe.
Baca juga: Katanya "Harga Diri Lelaki adalah Bekerja," tetapi Kerjanya Asal-asalan dan Penuh Malas, Lantas di Mana Letak Kehormatan dan Kebanggaannya?
Di sisi lain, kata bosok dalam bahasa jawa bersifat netral. Sebab, kata bosok memang sering kali bukan ditujukan kepada manusia. Melainkan pada tumbuhan serta binatang. Nah, ketika orang ingin memperhalus ucapan akan mengganti istilah jambu bosok dengan "Jambune sampun mboten saget didhahar maleh, wonten setipun" yang artinya jambunya sudah tidak bisa dimakan lagi, ada belatungnya.
Dari sini dapat dipahami bahwa ungkapan bahasa jawa cangkem bosok terlebih lagi congor bosok merupakan lontaran yang teramat kasar. Alasannya, hal tersebut hendak menyamakan antara mulut manusia dengan mulut hewan yang telah membusuk karena suatu penyakit. Baik itu membusuk secara utuh maupun sebagian. Intinya, sekadar kata bosok tanpa diawali cangkem atau congor sebenarnya sangat tabu untuk disebutkan secara vulgar ke sembarangan orang.
Bahkan, istilah jambu bosok saja ketika disampaikan secara halus agar tak menyinggung perasaan mesti diperpanjang dahulu kata-katanya "Jambunipun sampun mboten sekeco didhahar" yang artinya jambunya sudah tidak layak untuk dimakan. Hal itu dilakukan demi menghindari penyebutan istilah bosok dalam sebuah perkataan. Meski seperti itu, gambaran kondisi jambu yang membusuk tetap mudah dipahami oleh orang yang mendengar. Jadi, berkata langsung jambune bosok terhadap orang sepuh sungguh tidak etis.
Contoh penggunaan bahasa kiasan cangkem bosok di antaranya adalah "Dadi wong lanang ojo lanangan cangkem bosok" yang artinya jadi lelaki itu jangan laki-laki bermulut busuk. Di mana, maksud kalimat tersebut hendak mengungkapkan bahwa seorang pria wajib menjaga lisan. Sebab, harga diri laki-laki terletak pada apa yang diucapkan lantas apa yang dilakukan. Kalau omongan laki-laki mirip perempuan, lalu apa bedanya antara keduanya?
Seorang lelaki harus bisa dijaga omongannya, tak boleh bermulut ember, dilarang gemar gosip, jangan menggunjing, enggak usah mengadu domba, dan jangan menyebarkan fitnah. Bukankah seorang pria itu harus lebih banyak bertindak, bekerja, dan punya bukti nyata ketimbang licik bersilat lidah? Lagi pula, ketika sekali bicara seorang lelaki mesti bisa dipegang omongannya. Dapat dipercaya. Tak mencla-mencle.
Contoh lainnya yaitu "Cangkeme wong iku mlebu golongane congor bosok, seneng ngumbar lambe ngurusi urip wong liyo, seneng fitnah, seneng ghibah, seneng ngomong nylekit, lan seneng adu-adu" yang artinya mulutnya orang itu termasuk golongan orang yang bermulut busuk, suka mengumbar omongan untuk mengurusi hidup orang lain, suka fitnah, suka ghibah, suka bicara menyakitkan, dan suka menghasut. Malahan, sekadar ikut menyambung lidah alias turut menyebarkan omongan yang belum pasti kebenarannya juga bisa disebut congor bosok.
Baca juga: 7 Alasan Masyarakat Indonesia Suka Acara Infotainment Gosip
Yang lebih menjengkelkan kategori congor bosok yang levelnya tinggi ialah ditandai dengan gemar memutarbalikkan fakta, berkelit ketika dimintai keterangan untuk verifikasi (mencari kejelasan atau kebenaran), serta menyebarkan info yang disengaja tak utuh agar menimbulkan prasangka buruk. Tentu individu seperti itu suka play victim yang terkadang tidak cukup dengan omongan dari cangkem bosok, tetapi turut serta bermuka melas sambil meneteskan air mata agar makin dramatis.
Intinya, congor bosok ataupun cangkem bosok menggambarkan mulut yang meresahkan individu tertentu maupun masyarakat luas. Bentuk kezaliman yang dilakukan bukan dengan tangan, mata, kaki, atau kelakuan lain. Akan tetapi, cukup dilakukan dengan cara membuka mulut guna berbicara tanpa peduli tatkala omongan itu bakal merendahkan kehormatan dan merugikan pihak lain secara langsung maupun tak langsung. Parahnya, merasa puas diri sesudah bicara tanpa ada rasa simpati maupun empati.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Arti Ungakapan Bahasa Jawa "Cangkem Bosok" atau "Congor Bosok" Beserta Contoh Penggunaannya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*