Kota Malang - Jongos atau babu adalah pekerja yang bertugas melayani majikan dalam banyak urusan sehingga bisa disuruh-suruh berbagai hal terutama terkait lingkup kebutuhan pribadi juragan maupun persoalan rumah tangga pada umumnya. Dengan kata lain, babu atau jongos merupakan pekerja yang "serba bisa" dalam artian harus patuh menjalankan perintah yang menyangkut pekerjaan fisik tanpa perlu membebani pikiran dan kejiwaan si pekerja.
Adapun, karyawan bermental jongos atau babu adalah pekerja yang memiliki penyakit psikologis berupa baru mau bekerja ketika dijanjikan upah serta fasilitas ataupun tatkala mendapatkan tekanan kuat dari pihak pemberi kerja. Di mana, para jongos atau babu tersebut punya tujuan bekerja selain semata-mata mendapatkan upah agar bisa bertahan hidup, nyatanya juga karena ada perasaan rendah diri sehingga pribadinya layak untuk terus-menerus dipekerjakan.
Barangkali, para jongos atau babu enggak punya daya inisiatif. Mereka tak bisa berinovasi, berkreasi, dan berkontribusi secara lebih kalau tidak mendapatkan perintah secara teknis tahap demi tahap dari juragan. Intinya, mereka hanya menunjukkan kerja secara fisik layaknya robot yang cenderung mekanis. Alhasil, meniadakan simpati maupun empati kepada juragan serta terhadap pelanggan alias konsumen bisnis tempat mereka bekerja.
Berikut ini penyebab mengapa terdapat pekerja di tempat bisnis mempunyai mental babu atau jongos:
1. Dipengaruhi, Dihasut, atau Diprovokasi Teman Kerja
Satu karyawan yang pintar, tetapi punya akhlak buruk dapat membahayakan bagi kelancaran bisnis yang sedang dirintis. Selain pintar ngomong untuk menghasut atau memprovokasi, ia juga mampu menyusun taktik dalam melakukan "perlawanan massal" kepada pemilik bisnis. Akhirnya, hampir semua karyawan termakan omongannya. Bagai peribahasa "Akibat satu titik nila, rusak susu sebelanga."
Baca juga: Arti "Nila" dalam Peribahasa Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga
2. Hasil Pola Asuh Orang Tua yang Salah
Orang tua yang bodoh dalam mengasuh anak dapat menyebabkan masa depan anak menjadi suram. Alih-alih menuntun dan mengajari hal-hal positif, ternyata "sangat membolehkan" anaknya untuk berbuat curang dan menempuh jalan instan. Salah satunya si anak diajari dengan perkataan "Kalau bekerja jangan serius dan tak perlu totalitas, nanti malah kamu dimanfaatkan oleh juraganmu! Biasa saja yang penting rutin menerima gaji!"
3. Merasa Gaji Tak Sesuai dengan Beban Kerja
Namanya juga masih pertama kali dalam berkarir serta memulai bekerja di tempat kerja yang baru. Tentunya, harus menerima segala risiko tatkala sudah masuk ke dunia kerja. Jika memang sejak awal sebelum memutuskan mau "menerima" pekerjaan dirasa gaji tak sesuai dengan keinginan maka kenapa enggak memilih lokasi kerja yang lain saja? Kalau keluar-masuk seenaknya begitu justru jadinya mengganggu pemilik usaha yang memberi kerja.
4. Punya Sifat Rakus atau Tamak
Sebenarnya gaji sudah sesuai dengan jenis pekerjaan yang dibebankan. Berhubung punya sifat tamak atau rakus, apalagi diperparah dengan setelah melihat orang lain yang punya jenis pekerjaan "ringan" dengan gaji lumayan tinggi, membikin karyawan menuntut gaji lebih. Padahal, sebetulnya sedang tak begitu butuh uang dalam jumlah banyak karena sudah cukup untuk kehidupan sehari-hari. Namun, akibat gaya hidup elit nyatanya ekonomi sulit membuatnya jadi tidak bersyukur.
5. Ada Rasa Iri atau Dengki
Rasa iri atau dengki para pekerja bukan sekadar ditujukan pada majikan yang memberi gaji. Akan tetapi, turut pula punya sikap iri terhadap pelanggan atau konsumen yang seharusnya dilayani dengan sepenuh hati. Bahkan, bisa pula dengki kepada tetangganya sehingga mengakibatkan hati bergejolak untuk menandingi gaya hidup orang yang dikenal itu. Dampaknya, di isi otaknya cuma ada "Bagaimana cara menghasilkan uang sebanyaknya dengan cara kerja semudah-mudahnya?"
Baca juga: Jongos Tidak Sadar Diri, Mengatakan Majikan Rewel dan Konsumen Tempat Kerja Cerewet Ternyata Dirinya Jauh Lebih Bawel
6. Sedari Awal Telah Punya Niat dan Tujuan Salah
Fokusnya mau menghisap duit milik juragan tanpa ada pikiran sama sekali untuk bekerja secara totalitas dan berorientasi jangka panjang. Itulah salah satu niat atau tujuan dari sebagian karyawan. Ogah peduli di saat bisnis milik majikan rugi, bangkrut, atau punya masalah lantaran menurutnya itu bukan urusan dia. Toh, baginya masih bisa mencari ladang pekerjaan baru di lokasi lain. Singkat kalimat, tempat bisnis yang jadi lahan pekerjaannya itu hanya dijadikan batu loncatan dan "permainan."
7. Punya Tanggungan Hutang dan Kecanduan Hal yang Haram
Ketagihan dalam berhutang, main judi, konsumsi narkotika, menenggak miras, hingga game online berbayar merupakan beberapa contoh bentuk kencanduan yang sebaiknya harus dihindari. Nah, ketika karyawan sudah terjerat dengan perbuatan seperti itu yang mungkin awalnya bekerja secara baik bakal berubah tiba-tiba menjadi buruk. Salah satunya, bakal mudah mengajukan hutang pada teman kerja maupun kepada majikan. Parahnya, otaknya sudah teracuni sehingga sulit untuk fokus kerja secara sempurna.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "7 Alasan Karyawan di Tempat Bisnis Memiliki Mental Jongos atau Babu, Dua Diantaranya Merasa Gaji Kurang dan Punya Sifat Rakus"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*