Kota Malang - Terlalu perhitungan soal untung-rugi atau berlebihan dalam bersikap transaksional merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh kaum pemalas, pesimis, oportunis, berpola pikir instan, berpikiran jangka pendek, dan punya cara pandang sempit dalam melihat luasnya kehidupan dunia. Misalnya, ketika diberi tugas atau beban (kewajiban maupun tanggung jawab) dia lekas berujar "Kalau aku disuruh melakukan itu memangnya aku bakal dapat apa?"
Lebih ironis, ada pihak tertentu yang menyuruh dan menasihati orang lain "Jadilah manusia yang bermanfaat bagi sesama, jangan hanya hidup untuk kepentingan pribadi." Namun, dia sendiri saat melakukan pengabdian di tengah-tengah masyarakat amatlah licik dan mata duitan. Di mana, baru mau semangat dan ringan tangan tatkala di sana ada "lahan basah" yang dapat menguntungkan dirinya. Dengan kata lain, pengabdian masyarakat sekadar jadi modus.
Baca juga: Jangan Mau Dijerumuskan oleh Influencer di Medsos yang Mengatakan "Sekolah dan Kuliah itu Scam!"
Selebihnya, ia ogah berkorban serta berjuang untuk kemajuan peradaban tatkala melihat lokasi mengabdi tak memiliki prospek cerah bagi kesejahteraan masa depannya. Padahal, kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) sudah terpenuhi dengan layak. Akan tetapi, nafsu serakah telah meracuninya sehingga ingin bergaya hidup yang lebih terlihat mencolok. Dia ingin punya HP mahal, kendaraan mewah, sepatu bermerk, dan semacamnya.
Alhasil, jangankan selalu melakukan hitung-hitungan menyangkut pekerjaan maupun urusan sosial kemasyarakatan, justru saat sekolah atau kuliah pun memiliki niat alias tujuan pragmatis. Upaya menempuh pendidikan formal tersebut diterapkan semata-mata guna mendapat ijazah yang dengan penuh harap kelak gampang dalam mendapatkan pekerjaan. Syukur-syukur mempunyai penghasilan besar.
Tujuan Sekolah dan Kuliah Adalah untuk Menemukan Makna Hidup
Memang harus diakui untuk membentuk karakter, menemukan bakat, mengasah diri, mengembangkan diri, meningkatkan kemampuan, hingga menemukan jati diri secara utuh tidak harus melalui jalur pendidikan formal. Semua itu dapat pula ditempuh dengan langkah belajar mandiri (autodidak), langsung terjun secara nyata ke lapangan dalam waktu lama, maupun mendapat sokongan penuh dari kerabat dekat.
Sayangnya, enggak semua individu memiliki "keistimewaan" berupa modal uang mencukupi dan pola asuh benar dari orang tua. Dengan modal besar itu, seseorang tak akan khawatir melakukan kesalahan berkali-kali dalam upaya mencoba memulai bisnis atau usaha maupun "uji coba" dalam bidang lain. Belum lagi, di kala orang tua turut memberi arahan dan menjamin "keamanan" hidup anaknya dengan penuh tanggung jawab.
|
Anak sekolah memakai seragam pramuka (sumber pixabay.com) |
Nyatanya, kebanyakan penduduk bangsa ini merupakan golongan rakyat jelata yang nahasnya juga punya orang tua dari kalangan "terbelakang." Kalaupun ada generasi muda yang lahir dari keluarga miskin mengalami nasib cerah, sehingga fokus hidupnya bukan melulu untuk "menyelamatkan" dirinya sendiri melainkan ikut berkontribusi secara luas, jumlahnya teramat sangat sedikit. Oleh sebab itu, di sinilah peran pentingnya bersekolah dan berkuliah.
Dengan melakukan proses pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi sangat berpeluang untuk mendapatkan pencerahan. Bahkan, dengan aktif sekolah maupun kuliah, siapa pun sejatinya dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang juga didapat oleh orang-orang yang tak berpendidikan. Baik itu dengan cara saling tukar pendapat sesama pelajar, program praktik lapangan, maupun langsung praktik tugas-tugas terkait penerapan metode dalam memahami kehidupan.
Baca juga: Pentingnya Sekolah dan Kuliah untuk Menggapai Kehidupan Bahagia di Masa Depan
Artinya, dunia pendidikan formal dapat berpeluang memberikan semua hal yang sulit didapat tanpa sekolah dan kuliah. Di sisi lain, orang yang tidak menjalani pendidikan formal belum tentu mampu mengakses hal-hal yang sanggup "diselami" oleh kaum terdidik. Mirisnya, banyak orang tak terdidik itu merasa dirinya paling hebat dan jago dibanding yang sudah menempuh pendidikan secara matang (bukan cuma asal dapat ijazah).
Intinya, orang yang tanpa sekolah dan kuliah mungkin saja nekat mengatakan "Walau enggak pernah sekolah tinggi maupun kuliah, aku sudah menemukan makna hidup yang sesungguhnya." Ternyata, makna hidup yang diyakini sempurna tersebut sungguh salah atau sesat. Sedangkan, makna hidup yang telah ditemukan oleh kalangan terdidik sangatlah berguna bagi kehidupan dirinya sendiri dalam jangka panjang maupun masyarakat umum.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Sekolah dan Kuliah Bukan Cuma Bertujuan Agar Mudah Punya Penghasilan Mencukupi, Tetapi juga untuk Menemukan Makna Hidup"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*