Kota Malang - Janganlah kaget ketika baru tahu serta mendapati ada orang tua, terutama ayah atau bapaknya, yang justru merasa bangga dan menganggap telah berhasil mendidik anak saat anak laki-lakinya begitu berani merokok. Parahnya, usia SD pun dibiarkan untuk "latihan" merokok sembari tersenyum tatkala memergoki atau mengintip anaknya nekat merokok tanpa izin darinya. Mau heran tetapi itu anaknya dia sendiri. Takutnya malah disuruh kasih makan.
Beberapa alasan orang tua kenapa begitu permisif terhadap anak laki-lakinya menghisap batang rokok ialah demi melatih anaknya agar terbiasa serta siap menghadapi gelap dan hitamnya kehidupan. Sebab, meyakini bahwa dengan merokok anak bakal mudah bergaul dengan siapa saja. Apalagi, orang yang merokok juga bisa ditemukan di mana-mana. Mulai dari pekerja kasar, kaum beragama, sampai komunitas tertentu.
Selain sebagai sarana "menenangkan" pikiran, rokok dinilai berguna untuk mengisi waktu saat sendirian tanpa ada orang yang mengajak ngomong. Agar tidak ingah-ingih atau plonga-plongo salah satu pilihan yang dapat diandalkan berupa menyalakan korek api lantas menikmati sebatang rokok. Lagi pula, menurut mereka dengan merokok dapat terlihat keren dan punya aura mengintimidasi.
Baca juga: Arti Ungkapan Ingah-ingih dalam Bahasa Jawa
Lebih dari itu, tentulah akan sangat sulit melarang anaknya merokok saat orang tuanya sendiri nyatanya masih begitu sering terlihat menghisap asap di mulutnya. Dengan maksud lain, meski bapaknya tidak mengizinkan secara tegas maupun enggak pernah memberi sebatang rokok pada anaknya ternyata di sisi lain juga membiarkan begitu saja ketika mendapati anak "belajar" merokok. Biarlah anak belajar menjalani kehidupannya sendiri. Begitulah kira-kira.
Dianggap merokok merupakan perbuatan yang keren, patut dibanggakan, dan patut dihargai oleh masyarakat. Padahal, orang yang merokok sejatinya golongan pecandu yang bakal terus ketagihan untuk menghisap asap berbayar tersebut. Artinya, untuk mempertahankan diri berstatus sebagai perokok harus bersiap-siap mengeluarkan duit secara rutin supaya rokok yang disukai mampu terbeli.
Diimbuhi, sebagian perokok bersikap sinis terhadap orang yang ogah merokok. Mereka pikir golongan orang bukan perokok memiliki gangguan kepribadian atau masalah dalam berpikir. Padahal, justru sebaliknya. Nyatanya, tidak semua orang menyukai asap rokok. Bahkan, tatkala ada orang yang menghisap rokok bikin beberapa orang langsung menjauhi karena tak nyaman menghirup asap dari mulut orang lain. Itulah yang tidak diajarkan oleh orang tua ber-SDM rendah.
Ibarat kata, orang tua terlihat bangga ketika mengetahui anaknya mampu mengendarai sepeda motor. Sayangnya, orang tua tidak mendidik atau mengarahkan anaknya terkait etika maupun aturan-aturan berkendara secara baik dan benar. Begitu pula dalam masalah rokok, bapak si anak hanya bangga diri pada anaknya yang mirisnya tidak mengajarkan tentang bagaimana etika-etika dalam merokok demi tak merusak kenyamanan bersama.
Lebih parah lagi, orang tua enggak peduli dari mana anaknya bisa mendapatkan batang rokok yang telah dihisap tersebut. Apakah dari hasil menyisihkan uang saku agar bisa membeli rokok, diberi cuma-cuma oleh teman, atau dari hasil mencuri uang lantas digunakan untuk membeli rokok? Pertanyaan berikutnya, rela atau setuju tidak ketika uang saku pemberian orang tua dibelikan rokok oleh anaknya?
Apalagi, sekarang ini harga rokok semakin mahal. Jangankan untuk membeli rokok berkualitas dan memiliki cita rasa unggul, guna mengonsumsi makanan bergizi dan bermutu tinggi sehari-hari saja kewalahan. Alhasil, bagi pecandu rokok bakal lebih memilih mengutamakan rokok dahulu ketimbang membeli bahan pokok yang berguna bagi kesehatan dan perkembangan otak anaknya. Namanya juga orang kecanduan, akan melakukan segala cara untuk memenuhinya.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Orang Tua Ber-SDM Rendah Justru Bangga Diri dan Merasa Berhasil Mendidik Tatkala Anak Laki-lakinya Berani Merokok"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*