Kota Malang - Selama ini kalangan yang kerap disebut ber-SDM rendah sekadar menyasar pada insan yang memiliki tingkat ekonomi rendah, bukan lulusan pendidikan tinggi, dan berprofesi sebagai pekerja kasar. Tatkala ada yang mengatakan "Namanya juga SDM rendah!" seketika cukup banyak yang menjurus ke sana. Parahnya, diidentikkan dengan kaum terbelakang.
SDM rendah adalah manusia yang memiliki akhlak buruk, minim pengetahuan, kurang wawasan, mempunyai cara pandang sempit, fanatik terhadap sesuatu, bangga serta mengunggulkan kelompok atau komunitas yang diikuti, sulit mengendalikan diri saat ditimpa masalah hidup, dan sering gagal beradaptasi di lingkungan baru ketika dalam kondisi sendirian tanpa pendukung.
Baca juga: 9 Bukti Rendahnya SDM Masyarakat Indonesia, Dua di Antaranya Bersifat Malas dan Punya Otak Jongkok
Dampak negatif kualitas SDM rendah bagi diri pribadi sebut saja seperti kejiwaan menjadi sulit dikontrol ketika kondisi ekonomi menurun yang disebabkan punya hutang besar, penghasilan berkurang drastis, maupun susah mencari pekerjaan. Selain itu pula menimbulkan kepribadian superior atau malah sebaliknya inferior.
Di kala berada di posisi tinggi langsung tepuk dada sembari mengangkat kepala. Sebaliknya, di waktu berada di lingkungan yang memposisikan dirinya di level bawah bertingkah layaknya pengemis. Memelas, mencari muka, dan menjilat kepada orang-orang yang statusnya di atas. Perilaku seperti itu tentunya enggak hanya diterapkan oleh sebagian ekonomi menengah ke bawah.
Intinya, orang yang ber-SDM rendah dalam menilai individu tertentu bukan dilihat seperti apa karya (ciptaan) maupun produktivitas yang telah dihasilkan. Melainkan sejauh mana hubungan dekat dengan kalangan atas, kepintaran dalam merayu orang penting, dan jabatan yang sudah diraih. Baginya urusan karya dan produktif bisa dimanipulasi dan digapai dengan cara instan.
Selanjutnya, guna mampu memiliki SDM tinggi memang harus diakui salah satu langkah yang ditempuh ialah dengan bersekolah maupun berkuliah. Namun, proses pendidikan formal bukanlah satu-satunya cara untuk meraih SDM unggul. Sebab, seseorang bisa mengasah dan mengambangkan diri dengan mengikuti pembelajaran nonformal serta informal maupun belajar secara mandiri.
Di antara beberapa ciri orang ber-SDM rendah meliputi tak punya empati (meski mulut dan muka kelihatannya menunjukkan simpati nyatanya hatinya busuk), gampang terkena tipu sehingga salah satunya berakibat mengalami kerugian finansial, mudah diprovokasi alias dikompori, egois (menangan sendiri), sampai merasa paling benar.
Tanda lain seseorang yang dikategorikan ber-SDM rendah yaitu sulit untuk diajak dialog baik-baik yang ketika diajak ngomong baik-baik untuk menemukan jalan keluar win-win solution justru langsung menuduh duluan orang lain sebagai manusia yang salah dan pantas dihukum. Hal itu, salah satu sebabnya lantaran termakan fitnah serta terpancing hasutan pihak lain.
Berikutnya, ciri-ciri orang ber-SDM rendah adalah langsung menolak mentah-mentah terkait hal-hal baru tanpa berpikir dulu atau pun memverifikasi lebih dahulu. Enggak mencari bukti-bukti dan menanyakan kepada pihak-pihak tertentu agar semua jelas. Alhasil, orang yang ber-SDM rendah begitu gampang percaya pada berita palsu serta info menyesatkan.
Tanda-tanda selanjutnya orang yang ber-SDM rendah ialah minim pengalaman hidup tetapi merasa paling berpengalaman dalam mengatasi masalah yang mengira bahwa semua masalah bisa diatasi dengan cara-cara sama sesuai yang pernah dialami pada masa lalunya. Tentulah masih terdapat ciri-ciri lainnya yang enggak memungkinkan untuk disebutkan lebih banyak lagi.
Sebagian Guru dan Dosen Amat Mungkin Memiliki SDM Rendah
Pernah membaca tulisan di medsos "Ijazah merupakan tanda seseorang pernah sekolah atau kuliah, tetapi tidak dapat menjadi bukti bahwa dia pernah berpikir." Lagi pula, mungkin saja ijazah yang diperoleh merupakan hasil "kilat" dengan cara curang sehingga tanpa perlu berpikir keras sudah bisa memiliki dengan langkah membelinya.
Bahkan, memperoleh ijazah semata-mata murni difungsikan untuk mencari kerja tanpa mau memakai otaknya untuk berpikir secara serius. Alih-alih menggunakan ijazah supaya lancar dan mudah melakukan pengabdian ke masyarakat, malahan egois hanya ingin mengangkat diri sendiri di tengah-tengah publik.
Lebih lanjut, tak usah menunjukkan sesuatu yang berat-berat dan jauh-jauh untuk membuktikan bahwa ada guru dan dosen yang berkualitas SDM rendah. Contoh yang paling sederhana yaitu orang yang berstatus sebagai pendidik yang berpendidikan tinggi tetapi sikap dalam bertetangga enggak menunjukkan empati sama sekali. Di mana, dia memarkirkan mobil seharian penuh di depan pintu pagar.
Perlu diketahui terkadang di lingkungan perumahan letak pagar halaman saling berhadapan tatap muka dengan tetangga yang posisi pintu gerbangnya tepat di depan. Ditambah lagi jalan atau gang tidak begitu lebar. Guna sanggup mengeluarkan mobil tentu "terpaksa" harus menginjak jalan yang ada di depan pagar milik tetangga di sisi sebelah jalan.
Baca juga: 5 Risiko Berhubungan dalam Bidang Apa Saja dengan Orang Ber-SDM Rendah dan IQ Jongkok
Kalau mobil diparkirkan tepat di depan pagar rumahnya sendiri (bukan depan pagar rumah tetangganya) berakibat tetangganya bakal tidak bisa mengeluarkan mobil. Enggak cuma susah mengeluarkan mobil, tetapi memang betul-betul tidak bisa keluar karena terhalang mobil yang parkir di depan pagar di sisi sebelah jalan. Nah, ketika ditegur secara baik-baik untuk pindahkan mobil memperlihatkan sikap sangat arogan.
Perlu disadari, walau tetangga enggak punya mobil sekali pun, orang yang punya empati dan adab luhur akan memarkirkan mobilnya tidak langsung di depan pagar rumah miliknya yang berhadap-hadapan langsung dengan pagar tetangga di depannya. Dapat mengganggu ruang pandang mata. Apalagi, garasi rumahnya ternyata cukup kosong dan leluasa untuk diisi mobil dan beberapa sepeda motor.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kepribadian Individu Ber-SDM Rendah Bisa Menyasar Siapa Saja, Termasuk Guru dan Dosen yang Berpendidikan Tinggi"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*