Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Calon Suami Maupun Pasangan Mokondo Pantas Tidak untuk Diteruskan?

 Banjirembun.com - Mokondo merupakan singkatan dari modal k*nt*l doang. Mokondo menjadi salah satu bagian dari bahasa gaul yang cukup santer beredar luas di media sosial. Ungkapan tersebut kerap ditujukan pada lelaki yang mata duitan alias matre sekaligus diperparah lagi malas bekerja cari duit. Intinya, mokondo adalah lelaki yang tak punya inisiatif untuk berkontribusi dalam urusan keuangan keluarga.

Mokondo diibaratkan sebagai parasit dan benalu. Di mana, ia maunya cuma menumpang hidup dan menginginkan serba gratis tanpa mau berkorban apapun saat berhubungan dengan pasangannya. Lebih dari itu, cowok mokondo tidak punya kreativitas dan produktivitas guna tetap menjaga atau mempertahankan hubungan dengan pasangan. Barang kali, dia merasa lebih dibutuhkan ketimbang membutuhkan pasangan.

Baca juga: Bagaimana Cara Mengetahui Sifat Asli Individu Tertentu dengan Tepat?

Lantas apa saja aktivitas sehari-hari mokondo? Tentu rebahan sembari mengusap layar HP merupakan kegiatan rutin mokondo. Selain itu, nongkrong di kafe atau sekadar di warung kopi sembari merokok juga mungkin dilakukan. Intinya, keaktifan yang ia terapkan orientasinya untuk menyenangkan atau menghibur diri. Kalaupun dilakukan bersama pasangan, itu tak lebih dari basa-basi.

Boleh jadi, selain "menghisap" pasangan para mokondo juga tak menutup kemungkinan berstatus sebagai beban keluarga. Orang tuanya masih sering memberinya uang. Parahnya, kalaupun dia bekerja ternyata uangnya disimpan sendirian tanpa mau terus terang dan terbuka pada pasangan. Sebab, dia ingin menggunakan duit tabungan itu untuk keperluan pribadi.

Punya Calon Suami Maupun Pasangan Mokondo Sebaiknya Ditinggalkan atau Dipertahankan?

Kalau punya calon suami yang betul-betul meyakinkan tanpa keraguan telah menjadi bagian dari kaum mokondo sebaiknya wajib ditinggalkan. Alasannya, laki-laki tersebut memang berpeluang besar tak punya itikad serius untuk hidup bersama-sama sampai menua di masa depan. Hanya hidayah dan musibah yang berujung taubat nasuha yang mungkin bisa menyadarkannya. Itupun, peluangnya kecil.

Bagaimana kalau sudah terlanjur menikah ternyata baru sadar pasangannya golongan mokondo? Pertanyaan tersebut sungguh keliru. Sebagai calon istri, meski sebelumnya tak pernah kenal sama sekali dengan calon suami, semestinya sudah mengetahui seluk beluk calon pasangannya nanti bakal mokondo atau tidak. Setidaknya, sebelum menikah tentu mesti mengetahui seperti apa latar belakang keluarganya.

Bukan cuma itu, calon suami termasuk spesies mokondo atau tidak dapat dilihat dari "tawaran" jumlah mas kawin, bantuan keuangan untuk biaya pelaksanaan pernikahan di rumah orang tua istri, dan komitmen berumah tangga yang dijanjikan oleh calon suami. Inilah mengapa sebelum menikah harus dipastikan dulu karakternya, tidak boleh terburu-buru, takutnya nanti malah menikah dengan mokondo yang berpura-pura jadi lelaki tanggung jawab.

Adapun suami yang tiba-tiba di tengah jalan berstatus mokondo karena terkena PHK, bangkrut, terserang penyakit, atau alasan logis lainnya sebaiknya jangan gegabah untuk ditinggalkan. Boleh jadi, dia masih butuh jeda dulu untuk memulihkan diri dari kejatuhan yang baru saja dialami. Disarankan istri dan anak-anaknya turut serta memberi dukungan psikis, alih-alih memojokkan dan menekannya.

Nah, berbeda cerita ketika suami nyatanya terlanjur keenakan menganggur sehingga keterusan menggantungkan hidup pada istri dan anak-anaknya. Sebab, terbilang banyak ditemukan kasus suami yang keenakan menganggur selama beberapa bulan akhirnya diteruskan tak bekerja sampai waktu lama. Bisa jadi, ia merasa bahwa tanpa bekerja pun urusan rokok dan makanan telah terpenuhi.

Baca juga: 5 Alasan Suami Menafkahi Istri hanya Mentok di Batas Minimal Kepantasan dan Sekadar Hendak Menggugurkan Kewajiban

Masih "mending" ketika cowok di atas dulunya punya jasa besar terhadap istri dan anak-anaknya. Misalnya, pernah meraih kesuksesan lantas membangun rumah besar untuk hidup bersama, membelikan perhiasan, dan membiayai kehidupan anak-anaknya di masa kecil dahulu secara pantas. Bagaimana kalau nyatanya sejak awal pernikahan nafkah yang diberikan pas-pasan dan cenderung pelit? (BanjirEmbun/20/06/24).

Ilustrasi cowok matre yang tak punya modal untuk membangun hubungan (Sumber gambar Pixabay.com/ Cronomarchie)






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Calon Suami Maupun Pasangan Mokondo Pantas Tidak untuk Diteruskan?"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*