Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Tak Perlu Takut Tentang Nasib dan Rezeki Anak Kandung, Khawatirlah Terhadap Azab Sesudah Mati

 Banjirembun.com - Setelah mati tiba semua kehebatan dan kesuksesan yang diraih saat hidup di dunia pasti ditinggalkan. Di alam baka seorang yang sudah meninggal dunia tak akan bisa lagi turut campur memperebutkan hal-hal yang tampak manis oleh mata. Begitu pula, tak mampu cawe-cawe tentang bagaimana kelak nasib dan rezeki anak kandung sesudah ditinggal mati.


Mengkhawatirkan kehidupan anak di masa depan boleh-boleh saja. Asal tidak berlebihan sehingga membikin seseorang terdorong berbuat tercela. Di mana, rela bertindak korup dan "memeras" alias pungli (pungutan liar) untuk menimbun duit demi bisa membantu anak-anaknya agar bisa hidup sejahtera. Dengan begitu, si anak tak dipandang memalukan orang tuanya.


Bagaimana orang tua tidak malu ketika mendapati anaknya hidupnya pas-pasan dalam kesusahan? Apalagi, orang tua bisa dianggap gagal mendidik anaknya karena jalan hidup keturunannya terlihat menyedihkan. Itulah salah satu bentuk kecemasan orang tua terkait nasib dan rezeki anaknya. Oleh sebab itu, dipilihlah jalan pintas untuk "menghidupi" sekaligus membuat jalan hidup anak jadi "berkilau."


Upaya yang ditempuh pihak orang tua bukan cuma terkait mengeluarkan biaya pendidikan maupun biaya "memasukkan" ke bidang pekerjaan yang "basah." Lebih dari itu, malahan tak jarang sang orang tua juga memikirkan hunian sebagai tempat tinggal anaknya setelah nikah. Kalau tidak bisa membelikan rumah siap huni di perumahan, setidaknya membangun rumah di atas tanah miliknya tak jadi masalah.


Sungguh, perbuatan orang tua seperti di atas amat tak masuk akal. Bagaimana bisa anak yang sudah dididik sejak kecil masih saja diberikan fasilitas dan dibantu habis-habisan sampai mereka dewasa. Bukankah lebih bijak ketika didapati anak sudah mencukupi umur untuk dibiasakan hidup secara mandiri. Kalaupun orang tua ingin membantu ya secukupnya saja, tanpa perlu sampai memikirkan seperti apa nanti nasib cucu-cucunya.


Semestinya orang tua fokus saja mengkhawatirkan nasib dirinya sendiri setelah kematiannya tiba. Belumkah cukup nikmat dan kesenangan hidup di dunia yang telah dijalani puluhan tahun selama di dunia? Apa belum puas telah mengalahkan, menaklukkan, dan mengendalikan banyak orang selama hidupnya di masa lalu? Tidak sadarkah bahwa rambut sudah beruban, kulit telah keriput, gigi copot, dan punggung mulai membungkuk?


Bagaimana nanti ternyata setelah mati mendapatkan azab bertubi-tubi. Betapa akan kaget menghadapi hari-hari setelah mati tersebut. Azab yang diterima mulai dari siksa kubur, terik panas di padang mashar, menjalani hisab yang sulit serta rumit, kesulitan saat di sirot al mustaqim, hingga azab di neraka? Kalau itu terjadi, betapa sangat rugi dirinya lantaran dahulu mengira kehidupan setelah mati tidak dia imani.


Terlanjur semangat mengejar dunia yang membuat lupa (terperdaya atau lalai) dengan akhirat, nyatanya di alam sesudah kematian semua yang dibangga-banggakan ketika di dunia tak ada artinya. Bukannya menyelamatkan dirinya, malah yang terjadi hal-hal yang dijunjung tinggi saat masih hidup di dunia itu menjadi sebab dia memperoleh siksa. Di sisi lain, menyesali nasib di alam sana nyatanya percuma saja.


Ketimbang nanti menderita setelah mati, mulai sekarang sebelum terlambat mulailah berbenah diri. Kejarlah kesuksesan di akhirat, tetapi jangan lupakan serta jagalah kehormatan dan martabat di dunia secara tepat. Fokuslah pada tujuan keberhasilan akhirat, tetapi jangan tinggalkan kehidupan dunia. Jadikan kehidupan dunia sebagai sarana untuk memperoleh kebahagian akhirat.


Percayalah, mengejar akhirat secara sendirinya kebahagiaan dunia akan diperoleh. Di mana, makna bahagia tentu berbeda antara satu manusia dengan manusia lain. Kebahagiaan belum tentu terkait dengan banyaknya harta, tingginya jabatan, atau semacamnya. Orang yang hidupnya sedang-sedang (tidak miskin dan tak pula bergelimang harta) boleh jadi memperoleh kebahagiaan sempurna saat di dunia.


Untuk dapat meraih kesuksesan akhirat tentunya wajib belajar ilmu agama Islam. Belajarlah pada orang yang tepat. Jika dirasa hati dan akal belum bisa mencerna atas nasihat maupun ilmu-ilmu yang disampaikan oleh tokoh agama tertentu maka jangan putus asa. Carilah tokoh agama lain yang dirasa sesuai dengan kemantapan hati. Tak perlu takut merasa berbeda dengan golongan umat Islam lain.


[BanjirEmbun/05/05/24]


Pemakaman (sumber Pixabay.com/ 652234)






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tak Perlu Takut Tentang Nasib dan Rezeki Anak Kandung, Khawatirlah Terhadap Azab Sesudah Mati"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*