Diakui atau tidak, judi merupakan sebuah kebiasaan alias tradisi dari sebagian masyarakat Indonesia yang sudah mendarah daging sejak lama. Bahkan, dalam lingkup sejarah kuno manusia suatu perjudian sudah hadir sangat lama hampir bersamaan dengan prostitusi. Di mana, boleh dipastikan setiap sebuah kota yang ramai disusupi oleh dua budaya tersebut.
Selanjutnya, berdasarkan jejak-jejak sejarah pasca kemerdekaan telah menunjukkan bahwa orang Indonesia juga tergolong gemar berjudi. Baik itu, dilakukan secara terang-terangan tanpa rasa malu maupun diterapkan tertutup lantaran takut digerebek pihak berwajib serta khawatir ditiru oleh anak kecil. Apalagi, tatkala ketahuan tokoh agama maupun kerabat dekat.
Zaman penjajahan dahulu, kebiasaan judi sudah muncul di Nusantara. Terutama dilakukan oleh orang bule penjajah hingga orang tionghoa yang menjadikan judi sebagai bagian "kearifan lokal" peninggalan nenek moyang mereka. Maksudnya, berbuat judi bagi mereka bukan aib. Bukan pula perbuatan tak bermoral. Justru, kalau tak berjudi dianggap aneh.
Terkadang, sembari berjudi dibarengi dengan mabuk-mabukan serta bermain perempuan. Di mana, pada waktu itu model atau bentuk berjudi masih sederhana. Kemudian, terus berkembang lagi mulai dari awal masa kemerdekaan, order lama, orde baru, awal orde reformasi, hingga seperti zaman modern sekarang ini.
Lebih lanjut, dua generasi yang lalu (generasi kakek atau nenek) serta satu generasi tepat di atas (generasi ayah atau ibu) sebenarnya juga masih cukup lekat dengan budaya berjudi. Meski di tengah-tengah masyarakat ada pertentangan dan penolakan, nyatanya kegiatan berjudi tetap masih ada. Para pelaku serta pecandunya pun dapat diketahui secara jelas.
Sebut saja seperti main togel (totoan gelap) atau disebut lotre dalam bentuk "tradisional" yang diperjualbelikan di warung kopi maupun toko kelontong. Lantas, ada judi otok (dadu yang dikocok menggunakan batok kelapa) yang pada masa itu cukup marak di pekan pasar malam atau acara kumpul ramai program hiburan rakyat di lapangan.
Bentuk judi lain yang tak boleh diabaikan untuk dicermati yaitu judi sabung ayam, taruhan balap ranting di aliran sungai, taruhan bilyard, judi kartu remi, judi sepak bola, judi panco, judi tinju, judi balapan kendaraan, judi pacuan kuda, sampai adu ketangkasan (contohnya menembak balon kecil dan memasukkan lingkaran ke botol) berhadiah menggiurkan.
Intinya, judi merupakan bagian tak terlepaskan dari kehidupan sehari-hari sebagian rakyat Indonesia dari era dahulu sampai masa kini. Baik itu yang dilakukan secara "samar" sehingga tak tampak sebagai bentuk judi agar pelakunya enggak merasa "berdosa" tatkala melakukannya maupun judi yang sudah jelas-jelas gambling (taruhan).
Malah yang tak begitu mengherankan ialah di masa dulu bentuk perjudian "halus" berupa pris-prisan yang sasaran konsumen atau pelakunya para anak SD telah menjadi hal yang lazim. Yakni, jual beli nomor "sakti" yang rahasia (tertutup rapat) dengan jumlah pilihan nomor "tertutup" itu sangat banyak.
Mulai dari puluhan hingga ratusan pilihan nomor yang tersaji. Tentunya, di antara nomor itu terdapat angka yang cocok dengan hadiah. Nah, ketika ternyata cocok para pembeli akan mendapatkan hadiahnya. Sebaliknya, saat tak dapat "nomor cantik" para pembeli mengalami rugi karena kehilangan uang secara sia-sia.
Oleh sebab itu, bukan suatu yang mengherankan saat maraknya aplikasi judi online baru-baru ini membikin banyak masyarakat Indonesia begitu tertarik menjadi pelaku permainan tersebut. Dengan kata lain, sebenarnya di alam bawah sadar serta di relung hati mereka sangat menggemari perjudian.
Berhubung tidak ada "saluran" yang bebas untuk berjudi melalui langkah lain, akhirnya dipilihlah aplikasi judi online. Selain itu, penggunaan aplikasi judi di HP juga disebut lebih praktis ketimbang metode judi lainnya. Padahal, mau pakai teknologi canggih maupun primitif yang namanya berjudi tetaplah banyak mudaratnya.
[BanjirEmbun/20/05/24]
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Tak Mengherankan Orang Indonesia Gemar Judi Online Ternyata Perbuatan Ayah, Kakek, dan Tetangganya seperti ini"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*