Di atas langit masih ada langit. Di atas orang kaya masih ada yang lebih kaya. Oleh sebab itu, jangan gunakan standar yang sama di tempat lain serta waktu yang berbeda saat ingin menunjukkan harta kekayaan. Boleh jadi, di kampung halaman asal tempat tinggal tergolong orang kaya. Namun, di kampung lain ternyata termasuk golongan orang-orang jajaran ekonomi kelas bawah.
Kendati demikian, secara umum sejatinya suatu kekayaan memiliki tolok ukur ideal tersendiri. Artinya, kalau individu sudah memenuhi kriteria tersebut sebenarnya dapat pula disebut sebagai orang kaya. Cara menilainya bukan dari jumlah atau kuantitas benda maupun uang yang dimiliki. Melainkan dari jiwa dan mental yang merasa puas, bahagia, tak tertekan, sampai tidak terbebani oleh masalah-masalah keuangan.
Baca juga: 5 Alasan Kenapa Sebaiknya Punya Simpanan Uang Mengendap Minimal 1 Juta dalam Setiap Bulan
Orang yang tampaknya kaya raya bergelimang harta, kalau dia masih punya beban berat (kadar tekanannya besar atau banyak, berkali-kali, dan berdurasi lama) sesungguhnya dia belum kaya. Boleh jadi, menurut orang-orang yang lebih miskin darinya pantas diberi gelar kaya. Namun, berdasar anggapan orang-orang yang lebih kaya dibandingnya tentu dia bakal disebut sebagai kalangan bawah.
Kata kuncinya, setiap insan harus cerdas dalam menempatkan diri dan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Menjadi pribadi yang tahu diri, sadar diri, serta sadar posisi. Salah satu misalnya, kalau memang belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari (seperti bayar listrik, gas untuk masak, kuota internet, sembako, bahan bakar kendaraan, dan biaya-biaya lain) secara leluasa sebaiknya tahan diri dulu!
Cegah diri mata jelalatan ke mana-mana, baik itu di dunia nyata maupun dunia maya, tatkala memang belum mampu menjalani hidup secara bebas. Yakni, tanpa perlu lagi kebingungan mendapat uang guna memenuhi kewajiban penting yang ditujukan bagi diri pribadi maupun kewajiban pada orang lain (termasuk keluarga dekat). Fokuskan pengeluaran uang untuk hal-hal utama dan pokok terlebih dulu.
Tahap selanjutnya, setelah kewajiban di atas sudah tuntas barulah bisa merealisasikan hobi atau impian untuk mewujudkan sesuatu yang telah lama diidam-idamkan. Contohnya, pergi jalan-jalan keluar negeri seperti ke Madinah dan Makkah. Bisa pula, lantaran punya hobi berkebun diputuskanlah membeli tanah lalu menanam berbagai tumbuhan yang digemari. Dengan catatan, hobi tidak harus mahal yang penting bikin bahagia.
Baru setelah itu fokus untuk bersedekah duit ataupun harta yang jumlahnya "agak" lebih banyak. Di mana, di kala sebelumnya sedekahnya berjumlah kecil sesuai dengan kemampuan, nah pada tahapan berikutnya ini selain jumlah uang ditambah tentunya tingkat keseringan atau kekerapan bersedekah juga semakin rapat. Alhasil, jangan menyebut diri seorang kaya kalau pelit bersedekah.
Perlu diperhatikan, untuk mencapai tingkatan standar kaya ideal seperti di atas tentunya bukan sekadar perlu memiliki harta cukup. Akan tetapi pula, wajib didukung menguasai ilmu pengetahuan (termasuk wawasan dan pengalaman terutama terkait finansial). Tentunya, mesti disokong oleh kekuatan mental atau jiwa yang tangguh. Dengan begitu, level kekayaan ideal yang dicapai dapat bertahan lama.
Baca juga: 5 Bentuk Kemunafikan Kaum Miskin saat Memandang Orang Kaya Alias Berduit
Itulah indikator ideal seseorang pantas disebut sebagai orang kaya. Semoga tulisan ini bermanfaat.
|
Ilustrasi standar orang kaya di zaman dahulu (sumber Pixabay.com/ ChiemSeherin) |
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Standar Kaya yang Ideal di Zaman Dulu hingga Era Digital seperti Sekarang"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*