Banjirembun.com - Orang tua, pasangan, anak kandung, teman dekat, orang sekitar, hingga orang yang pernah diajak komunikasi semuanya itu merupakan bagian dari diri individu. Secara pribadi, seseorang tidak bisa terlepas dari hubungan "kesatuan" tersebut. Dengan kata lain, mereka semua merupakan bagian dari diri sendiri yang tak boleh diabaikan.
Dengan demikian, ketika siapapun membohongi orang lain sejatinya ia telah berbohong pada diri sendiri. Begitu pula, saat menipunya sungguh dia telah mengelabui sanubarinya sendiri. Intinya, barang siapa yang menzalimi orang lain hakikatnya dia telah berbuat zalim pada diri sendiri.
Baca juga: Jangan Sekali-kali Meragukan Kepastian tentang Apa yang Kita Perbuat Hari ini akan Mendapatkan Balasan
Dengan maksud lain, apapun perbuatan buruk yang kita tujukan pada orang lain pasti akan kembali pada diri kita sendiri. Entah balasan perbuatan batil kita itu dibalas dalam waktu segera, ditunda dulu, ataupun dicicil sedikit demi sedikit yang seolah kesulitan yang kita terima terjadi begitu lama tak berkesudahan.
Orang yang berbohong secara aktif, misalnya dalam bentuk mengadu domba maupun memfitnah, dapat dikatakan telah menzalimi diri sendiri. Sebab, cepat atau lambat kedustaan yang dia sebarkan itu pasti terbongkar. Ujungnya dia akan merasa malu sendiri. Kalau pun tak terbongkar, hati kecilnya bakal tersiksa penuh rasa sesal.
Adapun, orang yang berbohong secara pasif nasibnya juga tak jauh beda. Kebohongan pasif contohnya yaitu ketika dimintai keterangan dan bantuan saran serta arahan ternyata justru menjerumuskan. Percayalah tanpa sedikit pun ragu bahwa orang seperti itu telah menzalimi diri sendiri.
Kalau tidak segera bertaubat lantas memperbaiki diri, berakibat pada kesusahan sampai kehancuran hidup bakal menerpanya. Sampai tua renta dia akan begitu-begitu saja hidupnya. Tanpa perkembangan berarti. Nahasnya, boleh jadi semakin tua bangka malah tambah sengsara dan jadi pecundang.
Jangan terperdaya dengan apa yang ada di depan mata!
Capaian jabatan, harta melimpah, pengaruh sosial (memperoleh posisi dominan), hingga popularitas yang ditempuh dengan langkah zalim membuat pelakunya kesulitan bahagia. Barang kali, mungkin memang terasa senang dan nikmat dengan semua itu. Namun, di hati terdalam dia tak merasakan kebahagiaan.
Sebaliknya, orang yang dizalimi kemudian memilih sabar atas perbuatan jahat yang dia terima justru hidupnya bahagia. Walau boleh jadi kelihatanya tak bergelimang harta, tetapi jiwa atau mentalnya dalam keadaan stabil sehingga berada di level kebahagiaan tertinggi. Hidupnya tentram dan nyaman.
Bagaimana mau bahagia? Orang yang gemar berbohong dan menipu isi otaknya hanya memikirkan bagaimana cara memanipulasi dengan lihai. Kalau pun aksi dari akal busuknya hampir ketahuan, selanjutnya ia mencari jalan keluar dengan cara berkelit atau memberikan alasan yang penuh drama sandiwara.
Betapa menyedihkan hidupnya orang yang berbuat zalim. Semakin parah, berdurasi lama, atau sering perbuatan kezaliman itu berakibat semakin mengerikan pula ancaman balasan yang kelak diterima. Oleh sebab itu, sebelum menyesali semestinya cegah diri kita sekuat tenaga agar tidak berbuat kebatilan terhadap orang lain.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Terima Kasih.
[BanjirEmbun/05/05/24]
|
Ilustrasi orang yang sedang berbohong (sumber Pixabay.com/ PaliGraficas) |
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Orang yang Berbohong Sejatinya Membohongi Diri Sendiri, Begitu Pula yang Menipu Sebenarnya Mengelabui Sanubarinya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*