Waliyullah atau kekasih Allah tidak perlu dicari-cari di mana keberadaannya. Siapa saja, tidak boleh mengklaim diri sebagai walau. Begitu pula, sebaiknya tak boleh pula sembrono mengatakan orang dengan ciri khas dan keunikan tertentu sebagai seorang wali. Sebab, barang kali Allah Subhanahu wa ta'ala memang sengaja ingin menyembunyikan para wali-Nya.
Lagi pula, wali itu memiliki banyak tingkatan. Setidaknya, jika diri pribadi merasa kesulitan meraih level wali tertinggi maupun susah menemukan wali yang seperti itu maka sungguh amat banyak para wali Allah yang levelnya rendah. Bisa jadi, guru atau kyai yang membimbing kita juga bagian dari wali lantaran beliau telah mencapai derajat iman dan ihsan secara sempurna.
Baca juga: 4 Perkara yang Disembunyikan Allah Agar Manusia Tidak Meremehkan Setiap Amalan
Lebih dari itu, sudah terlanjur mengira orang Islam yang punya penampilan serta kelakuan nyeleneh sebagai wali majdub ternyata dia sedang kerasukan jin sehingga perlu diruqyah. Parahnya, segala omongan darinya dianggap sakral. Begitu pula, bekas minum maupun bagian lain dari sisa yang dia pakai dianggap membawa berkah.
Agar tak tertipu oleh wali majdub palsu, sebagai umat Islam semestinya harus paham secara utuh dan benar tentang definisi wali Allah. Secara sederhana waliyullah adalah umat Islam yang minimal sudah mencapai tahapan iman dan ihsan secara sempurna. Sudah barang tentu tingkat ketaqwaannya sudah berada di strata atas. Itulah bedanya antara seorang wali dengan umat Islam biasa.
Seorang wali harus punya 3 kelebihan. Di antaranya menguasai ilmu tentang Allah (mampu mengenal Allah dengan benar dan tentunya sebelum itu harus mengenali diri sendiri dulu), istiqomah untuk taat serta supaya tetap "terhubung" kepada Allah, dan ikhlas dalam menjalankan setiap ibadah yang dilakukan. Dengan demikian, ketika melakukan salah atau dosa membikin seorang wali cepat-cepat istighfar dan beraubat.
Lebih lanjut, karomah (tanda kemulian) seorang wali tidak melulu harus hal-hal yang sakti atau bersifat mistis dan gaib. Seorang yang sabar secara sempurna ketika menghadapi musibah atau masalah dan menjadi pribadi pemaaf secara totalitas terhadap sesama juga dapat menjadi tanda adanya sebuah karomah. Orang seperti itulah yang pantas disebut sebagai manusia "sakti" yang sesungguhnya.
Wali-walian, Wali Murid atau Wali Kelas?
Zaman digital seperti sekarang ini sungguh gampang ditemukan kelakuan sembrono dalam memberi gelar wali terhadap sesama. Bukan cuma gelar Gus, Kyai, Ustadz, atau gelar keagamaan lainnya yang diobral untuk disandangkan pada orang sembarangan. Parahnya, dengan ringan serta gampang langsung berkomentar di grup media sosial dengan tulisan "Antum wali qutub."
Sayangnya, lantaran minim literasi ternyata tak sedikit umat Islam (khususnya dari kalangan awam) yang menjadi korban ajaran tarekat abal-abal yang dipimpin oleh wali palsu. Sebagian wali palsu itu mengobral gelar wali secara mudah dan murah untuk diberikan kepada para pengikutnya. Tentu ada syaratnya. Sudah barang tentu, bagi orang yang tidak tahu malah merasa terhormat mendapat gelar wali tersebut.
Ciri wali palsu yang paling mencolok ialah tidak bisa membaca al Quran secara fasih, tidak hafal al Quran maupun hadits dengan jumlah yang pantas, dan konten ceramah atau omongan yang disampaikan mayoritas tentang dongeng-dongeng karangan pribadi. Selain itu, mereka bakal mengenakan banyak atribut-atribut tertentu yang mengesankan sebagai orang alim dan berakhlak luhur.
Baca juga: Memahami Wali Jadzab Secara Benar, Kekasih Allah yang Levelnya Sulit Dipahami Manusia Biasa
Sebagai penutup, seorang wali yang sebenarnya bukan wali palsu pasti akan takut pada Allah. Tentunya pula menghormati Rasulullah. Bukan malah sebaliknya, memosisikan Allah layaknya sebagai teman sehingga mengesankan tidak sopan dan kurang ajar kepada-Nya. Pada akhirnya, dia akan menyepelekan syariat dan ogah lagi menjalankan sholat 5 waktu maupun puasa ramadan.
[BanjirEmbun/16/05/24]
|
Ilustrasi orang berpenampilan unik (sumber Pixabay.com/ jpeter2) |
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Hati-hati Terhadap Keberadaan Wali Majdub Palsu"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*