Terbilang cukup banyak orang yang menganggap bahwa kebiasaan menggunakan waktu untuk dihabiskan di dalam rumah ketimbang kerap pergi keluar disebut sebagai suatu aib, hal ganjil, aneh, atau menyalahi tradisi sosial. Bagi mereka, namanya hidup itu setiap harinya harus ikut kumpul dan bertemu orang lain.
Menurut mereka, dengan bersosialisasi akan banyak manfaat diraih. Misalnya sebut saja meliputi bisa bercanda tawa bersama sehingga pikiran tidak sempit, saling berbagi informasi, mempunyai teman yang dapat diandalkan saat dibutuhkan, membentuk atau menguatkan mental, dan melatih berkomunikasi secara efektif.
Baca juga: Introvert Belum Tentu Tergolong Ansos Alias Anti Sosial, Justru Ekstrovert Makin Berpeluang Lebih Ganas
Sayangnya, tak sedikit pula orang yang salah paham tentang makna bersosialisasi. Mereka menganggap sosialisasi itu hanya seputar kumpul bersama tetangga, nongkrong di warung, dan bergaul dengan orang satu kampung. Padahal, bersosialiasi tidak sesederhana itu. Di mana, dituntut harus kumpul dengan orang yang memiliki kesamaan "warna" dan satu daerah.
Lebih dari sekadar di atas, kegiatan bermasyarakat dapat dilakukan dalam lingkup yang jauh lebih luas. Seseorang yang berinteraksi di keluarga, sekolah, kampus, lingkungan kerja, ruang publik, tempat wisata, taman kota, dan media sosial juga termasuk dari perilaku bersosialisasi. Seluruhnya juga bagian dari tindak-tanduk manusiawi.
Berikut ini alasan mengapa seseorang lebih pilih tetap tinggal di rumah saja dalam waktu lama daripada pergi keluar untuk jalan-jalan:
1. Fasilitas di Rumah Mumpuni untuk Terus Bertahan
Ukuran rumah yang besar, ruang pribadi untuk aktivitas sehari-hari yang luas, udara yang sejuk, ada akses Wi-Fi unlimited 24 jam non stop berkecepatan tinggi, ketersediaan makan serta minum yang terjamin, memakai gadget atau gawai yang canggih, hingga terdapat fasilitas memanjakan lainnya. Semua itu tentu bikin terasa berat untuk berlama-lama jauh dari rumah.
2. Cari Uang dan Tugas Pekerjaan Sudah Cukup Dituntaskan di Kamar
Zaman modern telah tiba. Era digital sudah datang. Kalau ada yang masih menganggap orang yang di rumah saja divonis sebagai pengangguran tentu suatu hal sembrono. Nyatanya, kalau sudah menemukan "celah" terobosan membuat nominal penghasilan yang dikerjakan di rumah jauh lebih besar daripada pekerja di luaran sana yang sebatas UMR.
3. Perantau yang Masih Baru Meninggali Rumah
Tidak ingin tampil SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) menjadi alasan bagi pendatang baru untuk lebih banyak di dalam rumah. Sembari lambat laun mempelajari bagaimana corak interaksi sosial di masyarakat sekitar. Hal tersebut bakal jauh lebih "kikuk" saat bahasa sehari-hari atau bahasa daerah dengan orang di sana berbeda.
4. Lebih Nyaman di Rumah Saja
Ada orang yang lebih bahagia, nyaman, dan kesejahteraan mental terjamin tatkala berada di rumah saja. Sebaliknya, ketika ia memutuskan ikut bergaul secara "terbuka" bersama para tetangga maupun di lingkungan pemukiman yang jaraknya agak jauh akan berisiko kerugian.
Dengan tetap memaksakan diri untuk pergi keluar rumah berdampak tambahnya pengorbanan waktu, uang, tenaga, pikiran, dan kesehatan mental jauh lebih besar. Intinya, baginya butuh perjuangan ekstra agar mampu bertahan dalam lingkungan pergaulan yang diikuti banyak orang.
5. Pola Asuh Orang Tua yang Salah
Orang tua yang tidak mengarahkan buah hatinya secara benar sedari kecil dapat berakibat kebiasaan sehari-hari anaknya "menyalahi" keumuman masyarakat. Seorang anak menjadi bimbang terombang-ambing, tidak memiliki jati diri, plinplan, dan enggak punya prinsip kuat. Salah satunya, berakibat anak lebih pilih "bertapa" di rumah untuk melarikan diri dari kehidupan nyata.
6. Lebih Percaya Bergaul dengan Hewan Peliharaan
Mengurusi, merawat, dan berinteraksi dengan hewan peliharaan sudah cukup bagi individu tertentu. Dia lebih percaya "bergaul" dengan hewan peliharaan yang sama-sama berdiam tinggal di rumah ketimbang sesama manusia yang sering berkhianat.
7. Rumah Dijadikan Tempat Istirahat
Orang yang sekolah, kuliah, atau bekerja dengan durasi aktivitas sehari penuh dari pagi hingga menjelang sore tentulah bikin badan capek. Alih-alih menyempatkan waktu untuk bersosialiasi, justru waktu tersisa di sore hari sampai malam dipakai untuk istirahat dan berinteraksi melalui aplikasi media sosial. Menurutnya rumah adalah tempat ternyaman untuk melabuhkan penat.
8. Bukan Tipe Penyebar Gosip, Mulut Kompor, dan Membicarakan Hal "Bodoh"
Bukan cuma berefek positif, kegiatan bersosialisasi ke tetangga juga dapat berdampak buruk. Salah satunya yaitu berupa ikut-ikutan untuk menyebarkan fitnah, ghibah, adu domba, atau bentuk perkataan "bodoh" lainnya.
Baca juga: 7 Alasan Orang Indonesia Suka Ghibah, Gosip, atau Membicarakan Individu Tertentu
9. Tidak Suka Basa-basi dan Tak Ingin Merepotkan Diri Sendiri
Dalam kehidupan bermasyarakat terkadang diperlukan basa-basi, saling menyapa, dan tolong-menolong. Semua itu merupakan kebiasaan yang dijunjung tinggi. Sayangnya, bagi orang tertentu seluruh perilaku tersebut tidak memiliki makna sama sekali ketika niatnya tidak tulus. Bayangkan, sudah repot-repot membantu tetapi orang yang dibantu tak tahu diri.
[BanjirEmbun/28/05/24]
|
Ilustrasi orang yang senang berdiam di rumah saja (Sumber Pixabay.com/ WOKANDAPIX) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "9 Alasan Seseorang Memilih "Bertapa" di Rumah Ketimbang Sering Pergi Keluar dan Bergaul"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*