Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

5 Alasan Suami Menafkahi Istri hanya Mentok di Batas Minimal Kepantasan dan Sekadar Hendak Menggugurkan Kewajiban

 Kewajiban suami dalam menafkahi istrinya secara minimal alias batas terbawah (level pas-pasan) sehingga tidak menzalimi istri yaitu dengan langkah memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Terkait kualitas dan kuantitasnya tentu tergantung kebiasaan masyarakat sekitar. Terpenting, nafkah yang diberikan pantas atau tidak menyalahi keumuman.

Dengan demikian, jika tempat tinggalnya masih mengontrak atau kos "seadanya" maka bukan suatu masalah ketika masyarakat sekitar menganggap itu masih wajar. Begitu pula, busana yang dikenakan memiliki tampilan corak maupun modelnya "itu-itu saja" tidak jadi persoalan ketika masyarakat sekitar masih bisa memakluminya.

Apalagi tentang persoalan pangan, mayoritas makanan sehari-hari yang dikonsumsi merupakan urusan pribadi pada setiap rumah tangga. Hampir semua masyarakat punya privasi masing-masing menyangkut makanan apa saja yang dinikmati saban hari. Kecuali, tatkala lagi makan di warung serta ingin memamerkannya di media sosial.

Adapun terkait kebutuhan hiburan (contohnya seperti TV, jalan-jalan berwisata jauh, dan jaringan internet), alat transportasi, perhiasan, peralatan mewah (tersier), dan semacamnya tidak termasuk bagian dari kewajiban suami untuk memenuhinya. Artinya, kalau ternyata suami memang tidak mampu untuk memenuhinya tidaklah berdosa.

Berikut ini lima alasan suami menafkahi istri hanya fokus memenuhi pada urusan sandang, pangan, dan papan secara minimal:

1. Istri Berbuat Tabzir

Tabzir merupakan perbuatan yang bersifat mubazir. Perilaku mubazir tentunya sebuah bentuk pemborosan. Di mana, pelakunya menggunakan barang maupun mengeluarkan uang secara berlebih-lebihan sehingga ujungnya hanya berbuah sia-sia tanpa nilai manfaat. Lebih dari itu, pengeluaran yang tidak perlu itu justru dapat merusak kesehatan tubuh maupun mengalami gangguan mental.

Selain terkait harta, bentuk mubazir lainnya ialah menyianyiakan waktu, tenaga, serta pikiran. Bukannya pikiran, waktu, dan tenaga dipakai untuk mendalami ilmu agama serta mendekat kepada-Nya justru yang ada mayoritasnya terlalu asyik dengan kenikmatan duniawi. Tentu, ketika istri seperti itu dinafkahi secara "lebih" seolah bakal tiada manfaat harta yang disalurkannya itu.

2. Belum Punya Anak

Umumnya rumah tangga di Indonesia, anggaran kebutuhan anak (terutama saat masih anak-anak) sebagian besar disalurkan kepada istri untuk dikelola agar kebutuhan anak terpenuhi. Bahkan, tak menutup kemungkinan jumlah uang yang diberikan lebih besar ketimbang uang nafkah untuk istri sebelum melahirkan anak.

3. Istri Berpenghasilan Lebih Besar

Pendapatan istri yang lebih besar tentunya tidak menggugurkan kewajiban suami untuk menafkahinya. Bahkan, kalau memang suami sebenarnya memiliki kondisi finansial mumpuni (meski penghasilannya tetap di bawah istri) sungguh sangat elok ketika pemberian nafkah melebihi standar minimal. Nominalnya tidak perlu banyak sekali, terpenting sudah terlihat "serius" dalam memenuhi kewajiban.

Kendati demikian, seperti dalam penjelasan sebelumnya di atas ketika nilai nafkah suami yang diberikan kepada istrinya sudah pantas untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, sesungguhnya pihak suami tetap boleh dikatakan sebagai pria yang bertanggung jawab terhadap istrinya. Sedangkan, untuk urusan tempat tinggal barangkali menumpang mertua atau tinggal di rumah milik istri.

4. Istri Berlagak jadi Kepala Rumah Tangga

Istri yang susah diberi nasihat, menangan sendiri, suka mengatur-atur, sering memaksakan kehendak, menguasai rumah, atau semacamnya tentu menjadikan suami risih serta tak betah. Alhasil, untuk mencegah semakin bertambah besar kepala atau takaburnya perilaku istri membuat suami balik menekan dengan cara memberi nafkah hanya mentok di batas minimal kepantasan dan hanya demi menggugurkan kewajiban.

5. Suami sedang Mengalami Krisis Finansial

Tidak semua penghasilan suami setiap bulannya memiliki kondisi stabil. Kadang naik dan kadang turun. Terlebih lagi, ketika keadaan suami ternyata tengah mengalami musibah misalnya seperti jatuh sakit atau bentuk masalah hidup lainnya. Tentunya, dengan hitung-hitungan keuangan yang seperti itu bakal membuat suami harus perhitungan terlebih dahulu sampai krisis finansial tidak lagi terjadi.

[BanjirEmbun/18/05/24]

Ilustasi nafkah suami pada istri (Sumber Pixabay.com/ Ekoanug)






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "5 Alasan Suami Menafkahi Istri hanya Mentok di Batas Minimal Kepantasan dan Sekadar Hendak Menggugurkan Kewajiban"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*