Tolok ukur sebuah peradaban dikatakan telah maju bukan cuma lantaran terjadinya perkembangan fisik. Sebut saja di antaranya berupa maraknya pembangunan infrastruktur ekonomi (pelabuhan, jalan raya, jalan tol, pabrik, hingga berdirinya gedung-gedung), perbaikan kualitas gizi tubuh manusianya, sampai penggunaan teknologi canggih yang efisien serta efektif.
Lebih dari itu, pengembangan dalam meningkatkan kemampuan diri (kecerdasan bidang tertentu, bakat, serta potensi khusus) maupun akhlak setiap insan semestinya juga ditegakkan dengan benar. Tentunya, pemahaman-pemahaman terhadap ranah lainnya juga tak boleh diabaikan. Misalnya seputar manajemen diri (terkait keuangan, pola hidup, kejiwaan/psikologi, hingga kesehatan badan), tata cara kehidupan beragama secara utuh, ataupun ilmu-ilmu lainnya.
Pendek kata, agar Indonesia bisa menjadi negara maju harus memadukan antara dua tipe pengembangan/pembangunan seperti di atas. Sayangnya, berdasarkan analisis awal telah ditemukan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang belum sanggup diajak menuju ke tingkat peradaban unggul. Salah satu penyebab utamanya ialah SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang masih tertinggal jauh dibanding rata-rata rakyat pada negara maju di dunia ini.
Buat apa pengembangan fisik digalakkan di mana-mana, tetapi kekuatan SDM masyarakat Indonesia tak ditingkatkan? Dampaknya, akan banyak pekerja-pekerja dari luar negeri yang berdatangan ke Indonesia dengan dalih diikutsertakan dalam membangun Nusantara tercinta ini. Tatkala rakyat dalam negeri ini protes disebabkan ada buruh WNA di Indonesia, justru dibilang sebagai orang yang sedang iri/dengki terhadap kecerdasan orang luar negeri.
Berikut ini bukti-bukti bahwa SDM masyarakat Indonesia masuk kategori rendah:
1. Bermental Pemalas
Pemalas menyebabkan seseorang memiliki sifat licik, amat perhitungan dalam arti negatif yang berakibat transaksional, oportunis (memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan), menipu, tak segan jadi maling atau mencuri, sulit diajak kerja sama secara lurus/jujur, suka jalan pintas, kerja asal-asalan, menggantungkan hidup pada orang lain, tidak peduli atau tak ikut serta dalam menciptakan tatanan sosial yang ideal, pesimis, buang-buang waktu untuk hal yang tak bermanfaat, maupun sulit untuk diajak dalam berproses dengan penuh perjuangan/pengorbanan.
Sifat malas bukan hanya dijumpai di area kantor pemerintahan, bidang pertanian, usaha peternakan, dan kehidupan rumah tangga yang menjalankan aktivitas sehari-hari. Faktanya, hal tersebut juga kerap ditemukan pada dunia proyek pembangunan rumah. Sebut saja, tak jarang ditemui tukang beserta kuli yang kerja secara ala kadarnya sehingga apa yang dikerjakan tidak sebanding dengan duit yang diterima. Parahnya, mereka lebih pilih jadi pengangguran daripada bekerja tetapi hasilnya tak sesuai angan-angan.
2. Mempunyai Otak Jongkok
Rata-rata IQ orang indonesia adalah 78,49. Angka tersebut masih jauh di bawah rata-rata standar IQ yang "normal" yang mempunyai skor antara 90-109. Padahal, makin tinggi nilai IQ seseorang menjadikan dia tambah cerdas dalam menganalisis maupun menemukan jalan keluar atas masalah yang dihadapi. Bukan sekadar itu, kecepatan dan keakuratannya juga makin bertambah. Alhasil, dia akan begitu mudah dalam beradaptasi serta cepat dalam memahami hal-hal baru yang belum pernah dijumpai oleh mata kepalanya.
Akibat lain manusia yang memiliki otak jongkok yaitu mudah dibodohi/ditipu terutama dalam bidang finansial, gampang diperalat oleh tokoh politik, tidak punya prinsip hidup, cara pandang hidupnya dikendalikan oleh orang lain lantaran tak punya kemandirian dalam berfikir, mudah salah paham karena terlalu buru-buru dalam menyimpulkan tanpa menganalisisnya lebih dulu secara tepat, sampai ogah untuk mendalami/menggali hal-hal baru baik itu wawasan maupun ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan. Termasuk tentu salah satunya membaca buku.
3. Merasa Paling Benar dan Hebat
Sudah salah ngotot diimbuhi sembari memaki-maki dan berkat-kata kotor. Menanggap pihak lain sebagai kalangan yang salah dan lemah. Sedangkan, dirinya berada di golongan benar dan hebat. Diperparah lagi, dengan perilaku yang pintar bersilat lidah tetapi tanpa aksi nyata dalam membangun peradaban. Itulah ciri-ciri orang yang hidupnya bagaikan "Katak dalam tempurung." Padahal, di atas langit masih ada langit. Di mana, di luar dirinya tentu masih banyak yang lebih hebat lagi. Akibatnya, dia enggan untuk belajar dan menerima ilmu-ilmu dari orang yang jauh lebih unggul.
Ciri SDM rendah berikutnya ialah merasa punya teman banyak dan pintar bergaul tetapi wawasan, pengetahuan, dan ilmu yang dimiliki enggak melebihi seputaran itu-itu saja. Artinya, lingkungan pergaulan tidak menambah manfaat baginya supaya menjadikan dia bertambah berkualitas hidupnya. Dengan begitu, di masa depan dia mampu menjalani hidup penuh kebahagiaan. Nahasnya, yang terjadi tetimbul sikap fanatik terhadap kelompok/golongan yang diikuti maupun keyakinan serta ajaran tertentu yang diturunkan dari nenek moyang.
4. Melanggar Aturan dan Tata Tertib
Aturan dibuat untuk dilanggar. Itulah ucapan yang dikeluarkan oleh orang-orang konyol. Tragisnya, mereka bakal bangga ketika telah berani melanggar aturan. Di antara pelanggaran yang marak terjadi di tengah-tengah masyarakat antaranya seperti buang sampah sembarangan, jorok di kala masuk toilet umum, kencing sembarangan, coret-coret fasilitas publik, tidak taat peraturan berlalu lintas, tawuran, berisik atau menimbulkan suara keras di area publik terbuka, ogah berdisiplin, sampai lari dari tanggung jawab maupun kewajiban sebagai rakyat.
Hal lain yang tak kalah naif berupa perkataan "Saya sudah bayar kok, jadi bebas dong untuk menggunakan fasilitas ini!" Baik itu telah membayar pajak, tiket, ataupun retribusi tertentu sudah cukup membuat orang ber-SDM rendah menganggap dia telah berhak melakukan semau dan seenaknya. Padahal, uang yang telah dia keluarkan sungguh tak setimpal dengan sesuatu yang dia terima. Maunya bayar sedikit, tetapi mendapatkan imbalan banyak. Meski hal itu bakal melanggar aturan dan tata tertib sekalipun.
5. Punya Gangguan Kejiwaan Ringan
Gampang marah, cemas, depresi, maupun tersinggung merupakan ciri-ciri orang yang memiliki SDM rendah. Bukan sekadar itu, tanda lainnya yaitu sulit dalam mengelola emosinya sehingga mudah berganti suasana hatinya. Kadang dalam suasana hati yang sedih ternyata tiba-tiba, seolah tanpa sebab, berubah menjadi terlalu gembira. Intinya, dia sulit mengontrol emosinya yang berakibat sering bereaksi secara berlebihan terhadap sesuatu yang tidak "cocok" dengan isi hatinya.
Perilaku di atas bukan cuma mengganggu kehidupan pribadi sendiri. Parahnya, aura negatif yang dipancarkan olehnya menyebabkan orang-orang di sekitarnya terbebani dan terganggu. Selanjutnya, dapat tercipta suasana yang berpotensi muncul perselisihan satu sama lain kapan saja tanpa diduga. Minimal konflik batin. Awalnya, suasana tampak baik-baik saja. Berhubung di tengah-tengah terdapat manusia SDM rendah, akhirnya sebagian lainnya ikut ketularan "energi" negatif yang telah dipancarkannya.
6. Level Pendidikan Rendah
Masih banyak orang di Indonesia yang menyepelekan arti pentingnya sebuah pendidikan formal. Kalaupun menempuh pendidikan, nyatanya itu tidak dilakukan secara sungguh-sungguh demi bisa meningkatkan kualitas diri beserta keluarganya. Bagi mereka, pendidikan hanya buang-buang waktu dan duit. Daripada anaknya disekolahkan maupun dikuliahkan, mereka akan lebih senang ketika anak-anak bisa diajak bekerja cari uang membantu orang tua. Mereka berasumsi bahwa tidak ada hubungan/keterkaitan antara level pendidikan dengan meningkatnya taraf hidup.
7. Terlalu Menggampangkan atau Menyederhanakan Masalah
Ketika diberi saran "Kenapa saat bekerja di proyek pembangunan tidak memakai APD (Alat Perlindungan Diri) sesuai standar seperti helm, kaca mata, sarung tangan, masker, hingga sepatu?" Jawabannya sungguh sembrono "Aku selama ini bekerja cuma memakai busana sehari-hari aman saja tanpa terjadi apa-apa!" Contoh lainnya yaitu saat ditanya "Kenapa masih merokok, bukankan diketahui bahwa rokok itu buruk?" Jawaban yang disuguhkan "Aku merokok pakai uang sendiri, tidak pakai uangmu. Lagian, banyak perokok yang berumur panjang!"
Contoh berikutnya ialah gemar ikut-ikutan tren atau fenomena yang lagi populer. Akibatnya, tatkala ditanya "Kenapa uangmu tidak ditabung untuk beli rumah atau modal usaha?" Jawaban yang dilontarkan "Uang bisa dicari lagi, tetapi untuk menyenangkan diri belum tentu ada kesempatan lain di kemudian hari." Selanjutnya, ketika dinasehati "Jangan konsumsi makanan berbahan kimia buatan yang memakai pengawet, pemanis, perasa, dan pewarna berbahaya!" Jawabannya, "Harganya murah kok!" Singkatnya, orang kategori SDM rendah berpola pikir "Lakukan dulu, bagaimana dampak buruknya di masa datang itu menjadi urusan belakangan bagaimana nantinya."
8. Anti Terhadap Konten Bermanfaat
Konten video maupun tulisan yang beredar di internet yang bermuatan nilai-nilai pendidikan (edukasi) sangat dibenci oleh manusia ber-SDM rendah. Sebaliknya, mereka sangat menggemari konten-konten sampah yang isinya penuh kontroversi. Bagi mereka, terpenting konten itu sedang viral serta ringan (tidak memberatkan otak) bakal mereka dalami agar bisa dijadikan bahan saat bergosip atau berbicara dengan orang sesama SDM rendah. Sadisnya, mereka bakal menghujat orang yang sedang mengedukasi dengan mengatakan "Aahh, itu cuma teori!"
9. Mengandalkan Otot Ketimbang Otak
Alih-alih menyelesaikan masalah dengan otak dingin, justru yang diterapkan berupa ingin adu otot. Selain itu, dalam urusan pekerjaan orang dengan SDM rendah memilih kerja keras saja tanpa disertai kerja cerdas. Maksudnya, otot dan otak enggak dipadukan untuk menciptakan kemampuan kerja yang sempurna. Nyatanya, masih banyak pekerja di Indonesia yang mengandalkan kemampuan fisik tubuh dibandingkan memprioritaskan kemampuan otak. Lebih detail, yang ditawarkan oleh mereka kepada para pemberi kerja maupun terhadap konsumen adalah kekuatan ototnya. Kalaupun memakai otak, itu kadarnya sangat sedikit.
Ilustrasi aktivitas masyarakat Indonesia (sumber gambar Pixabay.com/ sharonang) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "9 Bukti Rendahnya SDM Masyarakat Indonesia, Dua di Antaranya Bersifat Malas dan Punya Otak Jongkok"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*