Terdapat sebuah ungkapan "Perpisahan yang diselimuti rasa penuh kebencian bisa terjadi karena dipicu oleh kadar kenangan buruk terhadap seseorang yang sedang dijauhi takarannya lebih besar dalam memenuhi isi otak daripada kenangan baik saat bahagia bersamanya." Alhasil, jangankan mau berjumpa lagi guna tatap muka, sekadar mendengar namanya saja sudah teramat jijik. Selain itu, terlalu banyak kisah-kisah traumatis ketika dulu bersanding dengannya.
Malahan, walau sebenarnya masih merasa butuh dan terdapat rasa kasih sayang (cinta serta rindu), nyatanya ingatan-ingatan buruk tentang individu tertentu telah menyebabkan begitu gengsi untuk menerimanya seperti semula layaknya sebelum pisah. Intinya, perpisahan ataupun kerenggangan sebuah hubungan yang terjadi secara tidak baik-baik karena adanya konflik alias perselisihan bisa berisiko menyisakan ingatan-ingatan penuh luka.
Baca juga: 5 Tanda Individu Tertentu Mulai Tidak Suka Kepada Kita
Itulah yang menjadi penyebab adanya keengganan bertemu kembali lantaran yang diingat dan dipikirkan berkutat pada sifat negatif orang yang dibenci. Sebaliknya, justru mengabaikan hal-hal positif yang dimiliki individu tersebut. Seolah-oleh orang lain 100% salah atau enggak "pantas" memiliki unsur kebenaran sama sekali. Tak layak diberi kesempatan agar sanggup berubah baik. Lebih dari itu, tak mau menerima kekurangan yang dipunyainya.
Padahal, sudah barang tentu "Bukankah diri sendiri juga punya sisi negatif?" Selain itu "Bukankah pula manusia tempat salah dan dosa?" Lagi pula "Bukankah masih ada hal-hal lain yang patut diapresiasi (diberi penghargaan) atas kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang yang dibenci itu?" Buat apa menuntut orang lain sempurna kalau diri sendiri pun sejatinya tak mampu untuk sesempurna yang diinginkan oleh orang lain?
Jika memang sudah tidak ingin bertemu lagi dengan alasan tertentu, salah satunya yaitu tidak ingin berulang lagi hal-hal buruk tatkala di dekatnya sehingga membangkitkan trauma, maka sebaiknya hindari membenci. Maafkanlah segala salah setiap insan. Di mana, memaafkan bukan berarti semuanya harus seperti sedia kala seakan-akan tiada pernah terjadi apa-apa. Sebab, memaafkan meski memilih ogah bertemu lagi tentunya jauh lebih bijaksana ketimbang sebaliknya.
Sebagai penutup, di kala bertemu seseorang serta-merta muncul rasa benci namun di waktu berpisah merasakan kerinduan mendalam sesungguhnya hal itu bukan bagian dari perasaan benci. Patut dicurigai, sebenarnya saling membutuhkan yang nahasnya satu sama lain sangat gengsi untuk mengungkapkan rasa kepedulian. Setidaknya, tidak mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk berterus terang. Diimbuhi, adanya kesalahpahaman yang menghalangi keduanya untuk bersatu.
Sebab-sebab Internal Kenapa Rasa Benci Begitu Membara Terhadap Seseorang
Setelah membaca prolog/pengantar di atas, tetapi hati masih diracuni oleh rasa penuh benci pada individu tertentu boleh jadi ada penyebab-penyebab internal lainnya. Di antaranya berupa akhlak tercela dalam diri yang meliputi pertama punya sifat iri (dengki). Orang kalau sudah diliputi kedengkian bakal menilai atau memandang orang lain selalu salah di matanya. Bahkan, kalau perlu menunggu-nunggu orang lain berbuat salah supaya bisa disebarluaskan. Lebih parahnya, menyerbarkan gosip miring atau fitnah.
Kedua, ingin menang sendiri serta serakah. Hidup ini adalah persaingan. Bahasa halusnya "hidup ini adalah perlombaan." Sayangnya, dalam meraih kemenangan dari perlombaan itu membikin pihak tertentu melakukannya dengan cara agresif menyerang pesaingnya. Biasanya sesuatu yang kerap jadi rebutan tersebut di antaranya harta, jabatan, pengaruh di suatu komunitas/masyarakat, cinta dari lawan jenis, prestasi/capaian dalam bidang istimewa, dan lain-lain.
Ketiga, menjadi pribadi yang "rapuh" tanpa prinsip sehingga gampang termakan oleh hasutan atau omongan orang lain. Awalnya, perasaan benci barangkali sedikit sehingga kategorinya mudah termaafkan maupun dimaklumi. Berhubung, orang lain memanas-manasi dan mengompori berakibat rasa benci tumbuh membesar. Akhirnya, kenangan-kenangan buruk saat bersama orang dibenci semakin dibiarkan menumpuk tanpa memfilter lebih dulu. Mirisnya, masalah yang kecil menjadi dibesar-besarkan dan senantiasa diingat.
Keempat, enggak ada rasa minat atau ketertarikan kepada seseorang yang mengakibatkan ogah bersyukur. Orang tua pun boleh jadi tak punya minat atau ketertarikan terhadap kelahiran anaknya, terutama ibu kandung, yang membuat kesalahan kecil saja yang dilakukan bayi dapat membuatnya benci sekali pada anaknya tersebut. Artinya, seseorang yang tidak diharapkan hadir dalam kehidupan sudah sanggup melahirkan rasa benci. Tentunya, diperparah ketika kelakuan orang yang tak disukai sering berbuat salah.
Kelima, tidak paham pada ajaran agama atau kadar keimanan sedang berada pada level menurun. Siapa pun yang mengalami penurunan iman akan membuat moralitas, etika, dan akal waras menjadi melemah. Walau saudara kandung serta masih dalam satu ikatan agama sama, tapi tidak membikin hati luluh agar mudah memaafkan kesalahan sesamanya. Maksudnya, seseorang yang tidak ingat Tuhan dapat membuat hati menjadi buta sehingga muncul rasa benci terhadap manusia lain.
Itulah tulisan tentang penyebab internal mengapa seseorang membenci individu tertentu. Semoga bermanfaat.
|
Ilustrasi perilaku kebencian yang bikin sedih (sumber Pixabay.com/ adonesFAO) |
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Faktor-faktor Internal Mengapa Muncul Rasa Benci dari Seseorang Terhadap Individu Tertentu yang Sangat Membara"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*