Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

3 Kondisi Mental atau Jiwa Pembeli Properti Berupa Hunian Maupun Lahan yang Berisiko Fatal

Banjirembun.com - Sebagaimana telah dibahas dalam artikel sebelumnya di website *Banjir Embun* bahwa salah satu faktor utama pemicu seseorang yang hendak membeli properti berupa bangunan (rumah, apartemen, rumah susun, ruko, kios, dan semacamnya)  ataupun tanah (lahan kosong, kavling, sawah, pekarangan, perkebunan, dan lainnya) ialah tergesa-gesa akibat kebelet ingin segera punya aset dan investasi properti. Di alam pikirnya, impian tersebut mesti cepat terwujud agar fulus yang dimiliki tak terlalu lama menganggur.


Individu seperti di atas biasanya masih pemula yang berusia muda (40 tahun ke bawah). Di mana, baru pertama kali bertransaksi jual-beli hunian maupun lahan. Bisa pula, OKB (Orang Kaya Baru) yang baru saja memperoleh uang melimpah tak terduga. Baik dari hasil kerja di luar negeri (TKI dan TKW), bisnis, kerja lepas/mandiri, maupun hibah dari keluarga. Alhasil, berhubung merasa punya duit membuatnya begitu sembrono tanpa ada insting curiga serta waspada untuk mawas diri.

Baca juga 5 Pihak yang Kerap Jadi Sasaran Empuk Penipu Spesialis Aset Properti

Berikut ini kondisi psikis pembeli properti yang di kemudian hari dapat memunculkan sengketa:


1. Terlalu Percaya

Paras cantik dan ganteng para sales atau karyawan bagian marketing bisnis properti kadang gampang membuat terpikat. Begitu pula, gaya bicara yang sangat menawan juga enggak kalah bikin luluh hati. Diperparah lagi, ada embel-embel berbasis keagamaan (syariah) baik itu berupa busana/pakaian yang dikenakan dan nama PT dari developer. Adapun, untuk penjual properti pribadi kerap menyuguhkan hidangan melimpah di meja tamu rumahnya. Perlu ditekankan, itu semua belum menjamin bahwa penjual properti merupakan orang yang dapat dipercaya.


Hindari berprasangka baik yang berlebihan. Apalagi pada orang asing serta terkait segala hal yang menyangkut uang. Barangkali, awalnya pihak tertentu tidak ada rencana buruk. Namun, sesudah mengetahui calon pembeli properti yang dijual tampak "terlalu baik" sehingga mudah ditipu akhirnya dia mengambil kesempatan. Hati-hatilah pada orang yang terlihat punya kepribadian baik, sok alim, serta memperlihatkan diri sebagai sosok yang peduli pada keluarganya. Bisa jadi, itu hanya jebakan untuk mengecoh supaya umpan yang dipasang dimakan oleh mangsa.


2. Sungkan dan Ragu

Merasa serba tidak enak untuk menolak permintaan ataupun mengajukan pertanyaan merupakan ciri orang yang mudah dimanfaatkan oleh manusia jahat. Bahkan, sebagai pembeli yang sepantasnya punya hak untuk memberikan syarat-syarat tertentu sebelum transaksi deal/sah juga begitu enggan. Barangkali, ia ragu ketika mengajukan syarat-syarat berdampak bakal ditolak oleh penjual. Di sisi lain, properti yang hendak dibeli tersebut sudah menarik hati untuk segera dipunyai. Mau dilepas sayang, tapi tidak dilepas penjualnya "tak ramah."

Ilustrasi rumah milik pribadi yang dijual (sumber foto koleksi pribadi)


Kalau memang syarat-syarat yang diminta itu membuat penjual agak kecewa dan tak nyaman, berarti akad tersebut sebaiknya tidak usah dilanjutkan. Carilah penjual properti yang mau memenuhi syarat yang diberikan oleh pembeli. Bukankan yang namanya jual-beli sepantasnya kedua belah pihak wajib untuk ridho (tanpa ada paksaan). Intinya, janganlah memaksakan penjual menerima syarat dan pembeli pun tak boleh dipaksa oleh penjual untuk buru-buru menerima akad jual-beli itu. Toh, andai jodoh akan ketemu juga properti lain yang cocok.


3. Plinplan dan Kebingungan

Dalam menjajaki (menyelediki atau menggali) sejauh mana "kelayakan dibeli" tentang properti yang akan dipinang boleh saja dilakukan dalam waktu berdekatan ataupun secara bersamaan. Di mana, langsung berkunjung ke sejumlah lokasi calon properti yang akan dijadikan target untuk dibeli dalam satu hari. Nah dalam situasi itu, sebagai pembeli hendaknya tidak langsung melakukan pembicaraan yang menjurus pada terjadinya transaksi. Cukupkan dulu pada tahap dalam pencarian informasi sebanyak-banyaknya. 


Jadi, sekali-kali hindari untuk memberi janji maupun kata-kata manis bakal sanggup membeli properti kepada penjual. Hal yang berkebalikan, jangan pula tergiur pada "hembusan angin surga" yang ditiupkan oleh penjual. Artinya, semua informasi dan masukan yang diterima dalam misi "blusukan" itu harus ditampung dulu. Lantas, di malam harinya dianalisis (dibandingkan, diteliti, hingga dicari hubungan keterkaitan satu sama lain). Kalau dirasa belum menemukan yang cocok, jangan ragu untuk melakukan penjajakan di tempat lain.

Baca juga 5 Cara Pandang Salah Kaprah Tentang Dunia Properti

Prinsipnya sederhana, lebih baik kehilangan/batal memiliki aset properti gara-gara didahului oleh pembeli lain ketimbang menyesal lantaran sudah terlanjur menduiti (membayar). Baik membayar uang ikat/tali, DP (uang muka), maupun dibayar lunas. Kalau ada penjual yang meminta uang ikat dan DP, sebaiknya janganlah dibayar. Meski ia mengancam/menakut-nakuti kalau tidak diikat nanti kedahuluan diambil pihak lain. Perlu diketahui saja, uang ikat/tali tidak boleh ditarik lagi. Malahan, uang muka pun kalau diambil tidak bisa 100% karena masih ada potongan.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "3 Kondisi Mental atau Jiwa Pembeli Properti Berupa Hunian Maupun Lahan yang Berisiko Fatal"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*