Banjirembun.com - Membalas kebaikan seseorang ada banyak caranya. Baik yang terlihat dan dirasakan langsung oleh penerimanya maupun barangkali yang enggak bisa dimanfaatkan olehnya saat hidup di dunia. Maksudnya, membalas kebaikan tidak melulu cuma dilakukan terhadap orang yang masih hidup. Akan tetapi, dapat pula diterapkan pada orang yang sudah meninggal dunia. Jadi, logikanya "Orang mati saja diberi balas budi, apalagi orang yang masih hidup."
Salah satu hal yang paling umum memberikan "hadiah" kepada orang yang berada di alam kubur (alam barzah) yaitu dengan cara mengirimkan doa. Yakni, mendoakannya agar memperoleh ampunan dosa dan diberikan segala rahmat-Nya supaya terbebas dari azab kubur. Cara lainnya ialah berupa bersedekah uang/harta yang mana dengan niat semua pahalanya ditujukan kepada orang tercinta yang sudah tiada. Intinya, orang yang "pergi dulu" tetap dipedulikan atau diperhatikan.
Nah, di antara berbagai cara berbalas budi kepada orang-orang yang telah berbuat baik yang paling powerful (sangat kuat) sekaligus pasti bermanfaat tak lain berbentuk memberi syafaat tatkala di akhirat. Dengan kata lain, syafaat hanya bisa diberikan/diterima ketika hari kiamat telah terselenggara. Di mana, arti syafaat adalah memohonkan ampunan atas dosa dan kesalahan insan lain kepada Allah Subhanahu wa ta'ala sehingga mendapat keringanan ataupun terbebas dari permasalahan di akhirat.
Ilustrasi cerita tentang orang yang memberi dan menerima syafaat agar dapat dipahami secara gampang, sebagai berikut contohnya:
Fulan "A" punya rencana merenovasi rumah di sebuah kawasan perumahan. Dia butuh menggunakan lahan kavling menganggur tepat di sebelah rumahnya yang dimiliki oleh Fulan "C". Tujuannya, ingin menaruh material sekaligus aktivitas yang diperlukan lainnya di kala renovasi berlangsung. Berhubung, Fulan "A" tidak kenal/akrab dengan Fulan "C" (terlebih lagi tanah kavling itu masih baru saja dibeli) akhirnya diputuskan mengajak Fulan "B" sebagai perantara/penghubung yang memiliki hubungan dekat dengan pemilik lahan kosong.
Penjelasan detailnya:
Fulan "A" [penerima syafaat]: Membutuhkan syafaat (pertolongan) supaya masalah berupa kesulitan berkomunikasi dengan Fulan "C" yang sedang dihadapi bisa segera terselesaikan.
Fulan "B" [pemberi syafaat]: Memberikan syafaat pada Fulan "A" melalui langkah menyambungkan interaksi kepada Fulan "C".
Fulan "C" [pemilik kuasa/kehendak untuk mengizinkan]: Pihak yang memutuskan apakah akan menerima atau menolak syafaat yang diajukan oleh Fulan "B". Fulan "C" juga bisa mengabulkan permintaan Fulan "B" agar Fulan "A" diizinkan memakai tanah menganggur itu hanya sebagian saja. Dapat pula, diizinkan dengan jangka waktu atau sampai tempo yang ditentukan. Artinya, syafaat yang diajukan oleh Fulan "B" tidak dikabulkan seluruhnya sesuai permintaan Fulan "A".
Sebagaimana umumnya diketahui, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam merupakan pemberi syafaat yang paling diharapkan oleh umat Islam. Salah satunya, di kala berada di Padang Masyhar sehingga memperoleh kesempatan untuk meneguk air di telaga Kautsar. Artinya, beliau dijadikan tambatan satu-satunya sebagai penghubung/perantara dalam menyelesaikan masalah ketika keadaan genting di akhirat. Padahal, nyatanya manusia yang tampaknya biasa saja ikut memiliki peluang pula dalam memberi syafaat.
Dengan mendapat syafaat, seseorang yang awalnya sudah dihukum/diazab bakal berkurang rasa pedihnya. Bahkan, justru dihilangkan sama sekali sehingga seketika itu putus seluruh penderitaan yang dialami. Sungguh, itulah kejutan yang bikin bahagia. Lebih bagus lagi, status penerima syafaat yang paling beruntung yaitu sudah diancam/divonis/ditentukan bakal mendapatkan hukuman, tetapi batal menimpanya lantaran gara-gara memperoleh syafaat dari sesama Muslim.
Oke, pasti ada yang skeptis (ragu, sinis, atau pesimis) dengan alasan "Jangankan memberi syafaat pada orang lain, untuk menolong diri sendiri di akhirat pun sangat sulit." Ingatlah, Allah Yang Maha Agung yang memberi izin (berkehendak) kepada siapapun untuk menolong saudaranya seiman yang membutuhkan. Kalau Dia Yang Maha Pemurah membuka pintu rahmat-Nya dijamin syafaat itu pasti berlaku! Oleh sebab itu, selama masih hidup janganlah putus asa memperoleh rahmat-Nya yang seperti itu.
|
Ilustrasi orang yang berpotensi menerima ataupun memberi syafaat (sumber Pexels.com/ Ida Rizkha) |
Boleh dikatakan, syafaat hanyalah milik Allah Yang Maha Pencipta. Siapapun tidak boleh merasa paling berhak menerima maupun memberi syafaat. Sebaliknya, siapapun enggak boleh menyerah dan rendah diri dengan menyebut mustahil mendapat izin dan ridho Allah ta'ala dalam menerima atau memberi syafaat. Dengan demikian, memohonlah pada-Nya supaya memperoleh syafaat dari para kekasih-Nya (terutama dari Rasulullah) serta memohonlah kepada-Nya agar bisa memberi syafaat pada orang-orang terdekat.
Orang yang kelihatannya sepele dan sampah di mata masyarakat, siapa tahu di ujung hidupnya justru dialah yang paling dekat alias punya hubungan erat kepada Allah Yang Maha Perkasa. Di akhir-akhir hidupnya, dia begitu khusuk dalam ibadah. Alhasil, sebagaimana kekasih Allah lainnya tentu dia akan memperoleh keistimewaan. Salah satu yang paling potensial ialah berwujud memberi syafaat. Bahkan, "kartu" syafaat itu bukan cuma untuk satu atau dua orang. Melainkan, bisa berlaku untuk puluhan Muslim.
Kesimpulannya, selama masih diberi kehidupan di dunia ini hendaklah berbuatlah baik pada siapapun. Alasannya, kita tidak tahu siapa saja yang nanti kelak mampu memberi syafaat. Malahan, anak kecil yang telah kita baik-baikin dan diperlakukan dengan pantas pun ketika dewasa sampai tutup usia tiba, barangkali dia mencapai tingkat ketaqwaan sempurna. Nahasnya, anak kandung sendiri yang diharapkan dapat memberi syafaat menghadapi permasalahan dahsyat di akhirat.
Sebagai penutup. Selain manusia, hal-hal lain yang dapat memberikan syafaat di antaranya meliputi al Quran (dengan membacanya), puasa (dengan menjalankannya), tinggal serta mati di Madinah, sholawat terhadap Rasulullah, malaikat, dan memperbanyak sujud.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pengertian Syafaat Beserta Ilustrasi Sebagai Contoh, Apakah Orang Biasa Mampu Memberi Syafaat?"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*