Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

5 Bukti Maha Adil Allah SWT, Perbandingan Orang Kafir yang Baik Hati dengan Muslim Mengerjakan Sholat Tapi Jahat

Banjirembun.com - Ada yang mengatakan "Untuk berbuat baik cukup menggunakan hati nurani saja, tanpa perlu melibatkan agama." Terdapat lagi yang lebih ekstrim dengan bilang "Orang yang tidak beragama tapi membantu kaum miskin dan tertindas jauh lebih mulia di sisi Tuhan daripada individu beragama dan beribadah tapi jahat." Kedua logika tersebut secara sekilas tampak benar serta begitu menggiurkan. Namun, tatkala direnungkan mendalam pasti bakal menyadari bahwa nalar yang dibangun sangat cacat.


Perlu disadari, faktor seseorang "mau" berbuat baik ada banyak sekali pendorongnya. Bisa dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Pemicu dari luar yang bikin seseorang memiliki karakter mulia di antaranya meliputi pendidikan keluarga yang berkualitas, teman pergaulan sehari-hari yang terpilih, nilai-nilai etika atau moral di tengah kehidupan masyarakat sekitar yang dijunjung tinggi bersama (dikontrol dan diawasi secara ketat), hingga bentuk ketaatan beragama sekaligus sebagai wujud kepatuhan diri pada Tuhannya (merasa diawasi Tuhan).


Adapun faktor internal mengapa individu "semangat" berperilaku baik ialah ingin mendapat pujian/pengakuan, mengharapkan popularitas/viral, sebagai strategi marketing dari bisnis yang dijalankan, rasa kasihan dalam diri yang tiba-tiba muncul, memiliki kelonggaran waktu maupun uang, hidupnya tanpa beban pikiran yang berakibat mudah termotivasi berbuat baik, memiliki trauma di masa lalu sehingga ketika melihat orang yang bernasib sama dengan masa lalunya itu seketika muncul rasa empati, dan masih banyak lagi.


Lebih dari itu, dalam kacamata ajaran Islam setiap insan (kafir maupun Muslim) punya kepribadian buruk faktor eksternalnya bisa disebabkan oleh bisikan setan dan iblis. Sedangkan, faktor internalnya yaitu hawa nafsu tak terkendali yang berakibat cinta pada dunia secara berlebihan. Alhasil, tatkala kedua faktor penentu tersebut berkombinasi, tentu efeknya jauh lebih mengerikan. Contohnya, orang yang terlihat rajin mengerjakan sholat tapi tujuannya bukan untuk menggapai ridho Allah Subhanahu wa ta'ala. Melainkan, mayoritasnya karena riya'.


Di antara sekian Firman Allah terkait fenomena di atas dapat ditemukan dalam al Quran. Salah satunya Surat al Ma'un [107] ayat 1 - 7:


اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِا لدِّيْنِ 


"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?"


فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ 


"Itulah orang yang menghardik anak yatim,"


وَ لَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَا مِ الْمِسْكِيْنِ 


"dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin."


فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ 


"Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat,"


الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَا تِهِمْ سَاهُوْنَ 


"(yaitu) yang lalai terhadap salatnya,"


الَّذِيْنَ هُمْ يُرَآءُوْنَ 


"yang berbuat riya',"


وَيَمْنَعُوْنَ الْمَا عُوْنَ


"dan enggan (memberi) bantuan."



Dari sini dapat dipahami. Sebaiknya manusia tidak boleh bertindak layaknya Tuhan yang menghakimi perilaku dari sesamanya. Seolah-olah dirinya yang paling baik lalu menganggap siapapun yang tak seperti dirinya sebagai orang buruk/jelek/rusak/salah/sesat. Lagian, sebaik-baiknya kepribadian seseorang pasti ada sisi buruknya. Sebaliknya pula, seburuk-buruknya seseorang niscaya terdapat unsur baiknya. Entah itu sedikit atau banyak. Oleh sebab itu, ingatlah kaidah tentang "Manusia tempatnya salah dan dosa."


Perhitungan Amal Antara Muslim dengan Kafir ketika di Dunia Maupun pada Akhirat

Amal yang pertama kali diperiksa dan dihitung (dihisab) di akhirat adalah sholat. Jika salatnya baik maka sungguh ia beruntung dan berhasil. Namun, bila sholatnya rusak maka dia telah gagal dan rugi. Tentunya, untuk tahapan awal ini orang kafir sudah pasti tidak lolos (tersingkir secara otomatis). Sebab, ia tidak meyakini Allah sebagai Tuhan dan ogah menjadikan-Nya sesembahan. Kalaupun ada orang kafir yang mengerjakan sholat tentu tidak sah, lantaran bertujuan demi main-main semata serta hanya mengobati rasa penasaran.

Ilustrasi neraca keadilan (sumber Pixabay.com/ vanna44)

Nah, bagaimana dengan orang kafir yang baik hati? Jawabannya, tatkala orang kafir tersebut berkarakter baik yang diimbuhi tidak mengganggu Muslim serta enggak menjadi munafik (pura-pura membela maupun bersandiwara masuk Islam tapi hatinya tetap kafir yang bermaksud ingin menghancurkan Islam dari dalam) dia tetaplah masuk neraka. Akan tetapi, posisi/level nerakanya tidak sehina/serendah neraka orang-orang kafir yang berhati jahat apalagi yang memusuhi Umat Islam.


Perlu diketahui saja, sebagaimana surga yang punya tingkatan (level), begitu pula neraka juga memiliki derajat. Di mana, derajat terendah/terhina neraka bukan dihuni oleh orang kafir paling jahat sekalipun. Melainkan, oleh kaum munafik (yang pura-pura memeluk Islam dengan tujuan ingin membuat citra buruk tentang Islam, melemahkan, atau menghancurkan Islam dari dalam). Dengan kata lain, orang yang mati dalam keadaan kafir dan jahat sekalipun hakikatnya punya derajat lebih "tinggi" dibanding orang yang mati dalam keadaan munafik.


Bukti Maha Adil Allah Subhanahu wa ta'ala telah diuraikan di bawah:


1. Di hari perhitungan (hisab) semua perbuatan baik dan buruk setiap insan (kafir maupun Muslim) bakal ditunjukkan secara mendetail/terperinci satu persatu tanpa ada secuil amal pun yang terlewat. Saking jelimet (hingga menghitung hal-hal yang sangat kecil setara dengan zarrah) membuat siapapun yang dihisab pada waktu itu semestinya bikin enggan membantahnya. Sebagian mereka bakal mengakui telah melakukan seluruh perbuatan yang "tercatat" sempurna tersebut. Akan tetapi, bagi hamba-hamba yang terpilih hisab tersebut diterapkan begitu cepat dan hanya menyentuh aspek global (tak detail). Tidak ada yang dizalimi (misal berupa disembunyikan/dilewatkan amal baiknya) di Hari Pembalasan tersebut. Kesimpulannya, kafir amalnya dihisab tapi tidak ditimbang (mizan).


2. Setiap manusia (mau kafir ataupun Muslim) di waktu dia berbuat baik pasti mendapatkan balasan tersendiri di dunia. Cepat atau lembat serta dirasakan/disadari oleh pelakunya atau tidak. Tentu, kadar balasannya bakal berbeda-beda sesuai dengan kualitas dan kualitas amal perbuatannya (termasuk tentunya juga terkait dengan niatnya). Intinya, setiap kebaikan yang diterapkan oleh seluruh manusia pasti tidak ada yang sia-sia. Minimal dijamin berguna bagi kehidupannya di dunia. Ingat kaidah "Allah tidak menzalimi makhluk-Nya." Nah, kalau kafir masuk Islam (jadi mualaf) semua amal baik semasa kafir tersebut menjadi pahala tersendiri serta semua dosa-dosa saat masih kafir dihapus sehingga layaknya insan yang baru lahir tanpa dosa.


3. Orang yang baik hati tapi mati dalam keadaan kafir (enggak memeluk Islam) membikin amal kebaikan tersebut "terkesan" rugi karena mustahil mampu menyebabkan pelakunya masuk surga. Amal baik itu "cuma" berguna dalam meringankan dari kadar siksa neraka (dimasukkan pada level neraka yang lebih ringan siksanya). Di sisi lain, orang jahat yang meninggal dunia dalam kondisi masih memegang rukun iman serta berstatus Muslim walau mungkin masuk dulu ke neraka untuk menerima balasan atas perbuatan buruknya, pada akhirnya setelah proses "penyucian" di neraka itu selesai pastilah dijamin masuk surga secara abadi.


4. Orang kafir yang pernah dizalimi oleh "oknum" Muslim tatkala hidup di dunia dapat menuntut hak terhadap orang yang menzaliminya itu di akhirat. Walau tuntutan itu tidak menyebabkan si kafir masuk surga (karena orang yang mati dalam keadaan kafir pasti kekal/abadi di neraka), tetapi barangkali setidaknya sanggup meringankan dia dari memperoleh siksa yang lebih pedih. Kalau tidak begitu, orang Islam yang berbuat zalim kepada kafir itu bakal memperoleh "tambahan" siksa neraka sebelum kelak dimasukkan surga.


5. Orang kafir yang dizalimi oleh sesama kafir maupun oleh Muslim sekalipun, doa (permintaan) untuk mendapatkan keadilan pasti terkabul. Bukankah doa orang terzalimi pasti dikabulkan? Kaidah yang umum diketahui oleh mayoritas Umat Islam berupa "doa orang terzalimi pasti terkabul" tersebut berlaku untuk semua manusia tanpa terkecuali. Artinya, orang kafir yang dizalimi bakal didengarkan keluhannya oleh-Nya.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "5 Bukti Maha Adil Allah SWT, Perbandingan Orang Kafir yang Baik Hati dengan Muslim Mengerjakan Sholat Tapi Jahat"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*