Banjirembun.com - Orang yang sedang menunjukkan sesuatu (harta, prestasi, popularitas, pasangan menawan, profesi elit, gelar sarjana, atau yang terkait dengannya), belum tentu bisa disebut pamer sehingga bertujuan menyombongkan diri. Sebab, selain rasa sombong (ujub atau takabur) terdapat pula maksud lain kenapa seseorang menunjukkan sesuatu yang dimiliki. Misalnya, untuk personal branding (mengenalkan potensi diri) ataupun bagian dari trik/strategi marketing.
Adapun alasan "receh" mengapa insan terkadang menunjukkan pencapaian diri yaitu guna memberi pelajaran sekaligus pembuktian diri terhadap manusia-manusia di kehidupan masa lalunya. Dengan begitu, diharapkan mereka menjadi tahu bagaimana perkembangan hidupnya yang sekarang telah gemilang. Bukan cuma itu, pemicu lain melakukan unjuk diri juga ingin mendapatkan pengakuan dari orang-orang di sekitar. Agar dirinya mendapat posisi pantas/setara.
Baca juga 7 Ciri Seseorang Ingin Menunjukkan Kekayaan Diri
Dari sini dapat dipahami bahwa sebaiknya jangan gegabah langsung memvonis seseorang yang menunjukkan kekayaan diri disebut sebagai tindakan pamer. Jangan-jangan, justru si penuduh itulah yang mempunyai penyakit hati berupa iri atau dengki. Oleh sebab itu, ketika melihat siapa pun bergaya hidup mencolok hindari seketika berprasangka buruk. Sebaliknya, cegah pribadi bersikap minder (mental jatuh), lantaran apa yang tampak itu belum tentu sesuai perkiraan.
Perlu disadari, kalangan yang bergaya hidup elit enggak semuanya benar-benar punya duit. Lebih parah lagi, biaya hidup sehari-hari sebagian dari mereka ditopang oleh bantuan pihak lain. Sebut saja seperti masih mendapat jatah uang dari orang tua. Lebah dari itu, mereka menikmati subsidi dari pemerintah secara langsung maupun tak langsung. Baik berupa uang, barang, potongan harga, ataupun bentuk lainnya yang meringankan beban keuangan keluarga.
Lantas, muncul pertanyaan "Apakah individu yang statusnya penikmat harta orang tua sekaligus penerima subsidi pemerintah tidak boleh pamer?" Jawabannya enggak boleh. Alasannya, orang kaya raya dan hidup mandiri 100% pun sungguh tak elok untuk pamer. Sebab, perilaku pamer dapat menimbulkan dampak negatif, seperti timbul rasa kebencian dari orang yang melihatnya. Artinya, perilaku pamer berefek bertambahnya jarak yang semakin renggang antar sesama.
|
Ilustrasi pria pamer mobil (sumber Pixabay.com/ Mollyroselee) |
Sikap pamer hanya memicu saling adu "kekuatan" terhadap orang yang merasa dipameri. Mirisnya lagi, awalnya ingin memameri seseorang tertentu saja. Namun, orang lain yang bukan bagian target malah ikut-ikutan terpancing. Alhasil, terjadilah serang-serangan yang melibatkan banyak orang. Uniknya, orang-orang yang saling adu gaya tersebut tinggal di kawasan perumahan subsidi pemerintah. Dengan kata lain, sebagian mereka merupakan "pasien" pemerintah.
Bukan sekadar menikmati rumah yang dibeli melalui mekansime subsidi, tabung gas bersubsidi, dan BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi. Melainkan keluarganya juga ada yang memperoleh BLT (Bantuan Langsung Tunai), Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Miskin, bantuan PKH, dan masih banyak lagi. Baik bantuan dari pemerintah Pusat, Provinsi, maupun Kota/Kabupaten ternyata juga mendapatkan. Anehnya, gaya hidup mereka melebihi orang yang hidup mandiri 100%.
Perbuatan pamer maupun cuma ingin unjuk diri secara positif (untuk pembuktian atau mendapat pengakuan dari orang sekitar) sebaiknya dihindari. Apalagi tindakan itu dengan cara memakai harta orang tua maupun masih menikmati subsidi pemerintah, tentu jauh lebih memalukan. Kalau memang hendak unjuk diri sebagai bentuk "balas dendam" pada kehidupan masa lalu yang kelam, sebaiknya lakukan secara elegan sehingga tak terkesan sedang pamer.
Baca juga Pamer Adalah Candu yang Bikin Sakau, Sebaiknya Tak Perlu Dilakukan Agar Hidup Bahagia
Alhamdulillah, Gisel sejauh ini masih sadar diri. Gisel enggak tergoda untuk ikut-ikutan adu gaya. Lagi pula, di kampung halaman sana masih ada keluarga yang membutuhkan bantuan finansial dari Gisel. Di mana, Gisel sebagai perantau di Kota Malang ini tentunya harus bersikap hati-hati. Enggak boleh ikut-ikutan terbawa arus. Lebih dari itu, kini Gisel menumpang di rumah milik saudara tak sedarah (tapi saudara seagama Islam). Sungguh tak tahu diri tatkala Gisel hidupnya boros.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Selama Masih Sesama Penikmat Harta Orang Tua Maupun Penerima Subsidi dari Pemerintah, Dilarang Keras Saling Adu Gaya"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*