Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

7 Alasan Sebaiknya Tak Perlu Mencari Hikmah di Balik Perintah Ibadah Maupun Musibah yang Menimpa

Banjirembun.com - Ada hikmah di balik musibah. Itulah ungkapan yang sering dilontarkan oleh sebagian umat Islam. Pernyataan tersebut sangatlah benar. Tidak ada yang salah darinya. Sebab, setiap peristiwa yang dialami oleh masing-masing individu dijamin mempunyai alasan mengapa "harus terjadi" serta pasti memiliki akibat/dampak sesudah kejadian. Itulah sunnatullah (ketetapan atau kehendak) Allah Subhanahu wa ta'ala yang juga dapat disebut algoritma takdir.


Intinya, di seluruh penciptaan (makhluk hidup, benda, hingga fenomena) tidak ada yang sia-sia. Semuanya memiliki peran masing-masing. Jadi, mau itu musibah ataupun anugerah tak boleh diragukan lagi niscaya di baliknya terdapat hikmah tersembunyi. Di mana, sifat "sembunyi" itu cepat atau lambat ada yang bisa diungkap oleh manusia. Namun, ada pula yang betul-betul tertutup sama sekali. Barangkali, baru terungkap saat di akhirat kelak. Yakni, pada Hari Perhitungan (yaumul hisab).


Arti hikmah secara bahasa yaitu paham, ilmu, tahu, bijak, jelas, atau kendali. Adapun, al-hikmah arti bahasanya kenabian (nubuwah), kepemahamanan, keilmuan, pengetahuan, kebijaksanaan, penjelasan, atau keterkendalian. Sedangkan, pengertian hikmah secara istilah adalah ilmu yang benar tentang hakikat & makrifat yang masih sebagian ataupun seluruh dari ajaran Islam, baik itu yang sudah pasti tanpa perlu penjelasan lagi maupun yang bersifat rahasia atau tertutup sehingga sulit dipahami.


Insan yang mendapatkan hikmah boleh dikatakan dia telah memperoleh rahmat-Nya. Alasannya, hikmah sendiri merupakan salah satu bagian dari sifat rahmat Allah. Namanya rahmat, tentu menurut "kacamata manusia" merupakan pemberian Allah yang menjadi kejutan alias tanpa disangka-sangka sebelumnya. Maksudnya, tidak semua hikmah perlu diusahakan untuk dicari-cari bersusah payah. Apalagi, kendati tak tahu hikmah di balik sesuatu nyatanya juga tak dosa.


Suatu saat nanti kalau mendapat rahmat-Nya pasti hikmah tersebut menghampiri, yang berujung sanggup menenangkan hati (ridho pada takdir-nya) sampai muncul bahagia. Oleh sebab itu, ketika menjalankan perintah ibadah ataupun sedang terkena musibah lebih baik hadapi dulu. Jangan terburu-buru mencari hikmah atasnya. Bagaimanapun, enggak seluruh hikmah "suci" tersebut diketahui dan disadari oleh manusia lantaran keterbatasan akalnya. 

Ilustrasi pria sedang mencari hikmah (Pexels.com/ Rubaitul Azad)

Pertanyaan kunci, kalau setiap hikmah mampu diketahui manusia, lalu apa bedanya dengan Allah Yang Maha Tahu? Bukankah ilmu Allah itu sangat luas? Tidak semua manusia bisa mengetahui sebagian dari ilmu Allah tersebut kecuali Allah mengizinkan. Ingat, yang diketahui itu hanya sebagian ilmu-Nya. Jadi, hikmah yang juga menjadi bagian ilmu Allah tersebut tidak boleh dipaksa-paksakan supaya ditemukan demi ambisi pribadi.


Mengapa sebaiknya tidak mencari hikmah di balik perintah ibadah maupun musibah yang menimpa? Pertama, menyadari (tahu/paham) suatu hikmah hukumnya tidak wajib. Kedua, untuk menemukan hikmah mesti dilandaskan pada aspek menyeluruh antara ilmu (tentang Islam, Iman, dan Ihsan) maupun amal saleh (perbuatan nyata). Ketiga, nilai kebermanfaatan/kebaikan yang muncul setelah kejadian belum tentu hikmah. Justru, mungkin sebuah istidraj (pembiaran/pengabaian).


Keempat, orang yang sok tahu dan memaksakan diri untuk mencari-cari hikmah di balik perintah ibadah maupun musibah dapat berakibat hilang akal (gila). Kelima, hikmah "palsu" bisa saja muncul dari bisikan iblis atau setan sehingga justru dianggap sebagai ilham/wangsit. Keenam, kehidupan manusia bagaikan roda berputar yang menyebabkan terus-menerus mengalami perubahan (naik-turun). Di satu zaman sebuah "hikmah" dapat diterima akal, tetapi di masa mendatang belum tentu. Apakah seluruh masalah hidup itu harus diketahui hikmahnya?


Ketujuh, hikmah kerap dikaitkan sekadar dengan "balasan" pada urusan duniawi (nafsu) seperti mendapat uang, memperoleh makanan, terhindar dari kecelakaan, dimudahkan dalam bekerja meraih uang, atau semacamnya. Padahal, orang yang terkena musibah kemudian malah iman dan taqwanya semakin bertambah kuat hal tersebut boleh jadi bagian dari ciri mendapatkan hikmah. Lebih jelasnya, individu tersebut hakikatnya telah mendapatkan rahmat-Nya.


Contoh orang yang mencari-cari hikmah di balik ibadah yaitu "Apa hikmah dari sholat subuh yang hanya diperintahkan 2 rakaat dibanding sholat lainnya?" Ada orang yang sembrono menjawab "Hikmahnya karena waktu di pagi hari banyak orang masih malas, akibatnya cukup dikasih 2 rakaat saja." Konsekuensi tersebut berpeluang fatal, bakal muncul logika sesat "Kalau begitu manusia penghuni kutub utara sebaiknya hanya diwajibkan sholat 2 rakaat saja setiap hari, biar tidak malas-malasan lantaran kedinginan."


Begitu pula, misalnya terdapat pihak yang berucap "Aku tidak jadi menikah dengan Fulan hikmahnya ialah aku tak merasakan efek buruk dari sifat-sifatnya yang negatif seperti itu!" Justru bisa jadi, Fulan yang beruntung tidak menikah dengannya. Dalam kondisi tersebut, barangkali penyebutan kata "hikmah" dalam percakapan hanya difungsikan sebagai penghibur diri sekaligus untuk pembelaan serta pembenaran diri. Lebih jeleknya lagi, untuk menyerang atau menjatuhkan harga diri seseorang.






Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "7 Alasan Sebaiknya Tak Perlu Mencari Hikmah di Balik Perintah Ibadah Maupun Musibah yang Menimpa"

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*