Banjirembun.com - Ada sebuah ungkapan dalam bahasa jawa yang penuh makna berupa "Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan." Terdapat pula pernyataan serupa yaitu "duduk sanak duduk kadang, nanging yen mati melu kelangan." Ada juga kalimat yang mirip-mirip "Ora sanak ora kadang, yen mati melu kelangan." Di mana, kata dudu atau duduk/uduk berarti bukan. Sedang, kata ora punya arti tidak. Adapun, selipan kata nanging di tengah kalimat artinya tetapi.
Ketiga pitutur (unen-unen) atau kata-kata bijak yang penuh pelajaran dan nasihat di atas memiliki makna sama. Tidak lain ialah bukan kerabat jauh bukan pula keluarga dekat, tapi tatkala meninggal dunia ikut merasa kehilangan. Lebih detail, padahal tiada keterkaitan alias hubungan nasab keturunan, namun ketika ditinggal pergi selamanya ternyata turut merasakan duka yang mendalam. Pepatah itu bermakna pula bahwa walau orang lain, saat ada keperluan (butuh pertolongan) ikut merasakan sehingga turut membantu/membela.
Peribahasa tersebut merupakan sebuah nilai-nilai moral dalam menjalani kehidupan di tengah masyarakat. Menunjukkan kondisi jiwa yang melebihi sekadar dari rasa simpati maupun empati. Sebab, gejolak hati yang dimunculkan bukan cuma faktor kasihan ataupun kepedulian. Namun, suatu perasaan kehilangan orang yang dicintai dan dikagumi. Maksudnya, meskipun tak memiliki hubungan sedarah daging tapi mengandung keterikatan batin. Tanpa pandang bulu masih ada ikatan darah atau tidak.
Ilustrasi hubungan erat bagaikan saudara kandung di masyarakat pedesaan (pexels.com/ Tom Fisk) |
Lebih lanjut, nasihat hidup di atas enggak cukup hanya menunjukkan rasa sedih di kala ada orang terdekat (tetangga, teman satu komunitas/jamaah, dan kenalan) meninggal dunia. Melainkan, ada bentuk nyata untuk ikut mendoakan. Bahkan, kalau memungkinkan bakal ikut membantu. Terutama dalam pengurusan jenazah demi meringankan beban keluarga yang ditinggal. Oleh sebab itu, mereka memerlakukan layaknya keluarga sendiri sehingga amat menghargai. Singkat kata, meski bukan saudara sedarah nyatanya tetap guyub menyatu.
Alhasil, pesan yang dapat dipetik dari peribahasa jawa tersebut adalah jauhkan egoisme serta sifat individual. Kuatkan hubungan antara sesama dengan melakukan langkah nyata saling tolong menolong. Hal itu diterapkan, tidak semata-mata berbasa basi maupun mencari "muka" (pencitraan) di hadapan publik. Bagaimanapun, orang-orang terdekat walau bukan kerabat tetaplah harus dijaga perasaan dan lekas menunaikan hak-hak mereka tanpa menunda-nunda.
Kendati demikian, ungkapan "Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan" umumnya ditujukan kepada lawan jenis yang dicintai. Sering pula, diutarakan lantaran kehilangan orang yang dihormati/dimuliakan (tokoh, guru, atau sosok yang punya jasa besar terhadap perkembangan kehidupan pribadi dari orang yang merasa kehilangan atas kepergiannya). Dengan kata lain, hal tersebut juga sebagai bentuk balas budi sekaligus wujud "berterima kasih" atas jasa-jasa yang mereka berikan.
Dari sini dapat dipahami, membaur dan ikut kegiatan kemasyarakatan sangatlah penting agar dianggap sedulur (saudara). Di waktu telah menyatu seperti itu, akhirnya kalau ada kerepotan membuat orang sekitar akan ikut membantu. Malahan, amit-amit ketika meninggal dunia akan banyak orang yang merasa kehilangan dan menyesali. Rasa pedihnya melebihi ditinggal mati oleh sanak saudara sendiri yang kelakuan semasa hidupnya tak menyenangkan.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Makna Ungkapan Bahasa Jawa "Dudu Sanak Dudu Kadang, Yen Mati Melu Kelangan""
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*