Banjirembun.com - Lebih baik dibohongi daripada membohongi. Lebih baik ditipu daripada menipu. Lebih baik dicurangi ketimbang mencurangi. Lebih baik difitnah ketimbang memfitnah. Lebih baik dikhianati ketimbang mengkhianati. Intinya, lebih baik dizalimi daripada menzalimi. Lebih enak lagi, memang tidak menzalimi maupun dizalimi. Pilihan yang terakhir itulah harapan setiap orang, yang mendamba kehidupan ini senantiasa baik-baik saja tanpa "dibumbui" masalah/musibah.
Nyatanya, hidup tak selamanya harus berjalan mulus sesuai ambisi dan angan-angan. Alhasil, setiap insan seolah-olah akan dipaksa serta dihadapkan pada dua pilihan yaitu menjadi pelaku atau jadi korban. Tragisnya, meski menjadi korban faktanya sebagian orang enggak selamanya bakal dibantu ataupun memperoleh simpati dan empati. Sebaliknya, justru semakin diinjak-injak hingga disudutkan agar benar-benar terbenam tak mampu muncul ke permukaan kembali.
Untuk berbuat zalim terkadang bukan hanya potensial dilakukan oleh orang-orang serakah, rakus, dan egois. Bahkan, orang-orang yang tampak ahli ibadah maupun punya ilmu agama tinggi yang mumpuni pun tatkala memiliki kesempatan tega bertindak zalim. Di saat itu, barangkali bisikan setan/iblis begitu kuat sehingga dia melupakan ajaran agamanya. Setidaknya, nafsu di dalam dada teramat memuncak berakibat sulit untuk menahan diri.
Ilustrasi amarah yang meluap-luap sehingga berujung penyesalan (pexels.com/ Andrea Piacquadio) |
Contoh perbuatan negatif yang kadang berujung penyesalan sebut saja seperti mengabaikan/mengacuhkan orang-orang yang peduli/perhatian karena terlalu fokus menyukseskan misi pribadi, menggarong uang masyarakat (korupsi), menyuap dengan dalih kerja sama saling menguntungkan (kolusi), menomorsatukan kerabat ataupun orang dekat untuk mendapatkan sesuatu yang sebenarnya menjadi hak publik (nepotisme), menyerang/menjatuhkan martabat rekan kerja demi jabatan, dan lain-lain.
Daripada Menyesali Diri Telah Berbuat Salah, Lebih Baik Menyesal lantaran Sudah Berbuat Benar
Lebih baik terlanjur berbuat/berakhlak baik (menolong, ramah, sopan, menghutangi, mendamaikan alias merukunkan saudara, atau semacamnya) daripada menyesal telah berakhlak buruk. Lebih baik "menyesal" sudah menjalankan ibadah sunah (puasa daud, puasa senin-kamis, sholat duha, sholat tahajud, dan lain sebagainya) daripada menyesal tak pernah sama sekali melakukannya. Lebih baik terlanjur sedekah daripada batal/menunda bersedekah.
Lantas, bagaimana cara menghadapi orang yang telah berbohong dan menipu? Apakah boleh membohongi dan menipu orang yang telah zalim? Jawabannya, intropeksi diri dulu! Kalau membalas balik dengan perbuatan sama sebagaimana yang dilakukan oleh para penjahat, lalu apa bedanya dengan mereka yang telah berbuat kotor dan najis? Biarlah Kehendak Tuhan Yang Maha Agung yang menghukum orang-orang zalim dengan sifat Maha Adil-Nya.
Percayalah, insan yang ridho pada takdir-Nya merupakan salah satu ciri hamba yang mendapat rahmat-Nya. Di mana, enggak semua manusia diberi anugerah untuk berbesar hati menerima kenyataan-kenyataan buruk dalam hidupnya. Malahan, tidak sembarangan pula orang memperoleh hidayah dan taufiq berupa "rasa sesal" lantaran telah berbuat dosa maupun sebaliknya menyesali karena batal (enggak jadi) berbuat benar. Intinya, penyesalan terindah adalah ketika sudah terlanjur berbuat kebaikan.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Lebih Baik Dibegitukan Daripada Membegitukan, Sebuah Renungan Agar Tak Menyesali Keputusan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*