Banjirembun.com - Dosa seperti apapun "ukuran" dan jenisnya, dilarang keras untuk mengabaikan alias tak peduli padanya. Begitu pula, di dalam hati sendiri enggak boleh menghindari/menampik dosa-dosa yang telah dilakukan demi sanggup meyakinkan diri amat layak menjadi bagian dari manusia bersih tanpa dosa. Padahal, mau bertingkah sesuci dan sebersih bagaimanapun, setiap insan pasti tak lepas dari dosa. Entah dosa kecil atau dosa besar, semua pernah melakukan.
Contoh dari dosa harian (sehari-hari) yang kerap dilakukan manusia, apalagi manusia zaman sekarang yang aktif di media sosial, sangatlah tak sedikit. Sebut saja meliputi berkata bohong (baik untuk urusan sepele maupun berhubungan dengan masalah serius), bermalas-malasan, berprasangka buruk (pada sesama manusia maupun suuzon pada Allah), berkomentar menyakitkan, meremehkan ataupun main-main terhadap ibadah sholat, dan masih banyak lagi.
Baca juga Tiga Bentuk Putus Asa Umat Islam kepada Allah SWT yang Sangat Berbahaya, Bisa Mengancam Keimanan
Intinya, akui dan sadari bahwa diri sendiri telah berbuat dosa setiap harinya. Oleh sebab itu, rajin-rajinlah intropeksi (bermuhasabah) agar merasakan bahwa sudah banyak berbuat dosa saban hari. Namun, bukan berarti harus mengumbar dosa-dosa tersebut ke orang lain apalagi ke publik seperti "melemparkan" ke medsos. Tak perlu diumumkan pun, sejatinya setiap manusia pasti pernah melakukan dosa sesuai dengan kebiasaan semasa hidupnya.
Ilustrasi orang yang menangis gara-gara ingat dosanya (sumber Pixabay) |
Setiap dosa, aib, atau kesalahan pada masa silam wajib untuk ditutupi. Janganlah lancang! Bukankah Allah Yang Maha Pemurah telah menutupi aib dan perbuatan nistamu? Lantas, kenapa justru membuat pengakuan dosa? Bukankah hanya cukup mengadukan dan memohon ampun pada-Nya sambil menangis sudah bikin hati jadi lega? Apa masih belum percaya diri mendekat pada-Nya? Di mana harga dirimu? Di mana martabatmu sebagai Muslim?
Sebagaimana menutupi dosa-dosa pribadi, tentu juga wajib menutupi serta tak perlu ikut campur (KEPO) dengan bertanya-tanya pada dosa orang lain terkait masa kelam di masa lalunya. Termasuk masa gelap pasangan sendiri (suami atau istri). Enggak perlu ditanyakan, dulu pernah ngapain saja saat pacaran? Jangan bertanya-tanya, dahulu berbuat maksiat apa saja saat bujang? Tutuplah masa kelam diri sendiri maupun orang lain! Kemudian buka lembaran baru menuju pencerahan dan kebahagiaan.
Pesan terakhir, cegah diri meremehkan setiap dosa. Sebaliknya, hindari berputus asa pada rahmat-Nya. Kaidahnya sudah jelas yaitu "Dosa kecil bisa bernilai besar ketika diremehkan." Artinya, meremehkan dosa kecil merupakan perbuatan dosa besar. Begitu pula, berputus asa mendapatkan rahmat (terutama ampunan-Nya) dari setiap dosa-dosa yang telah dilakukan adalah dosa besar. Ambillah jalang tengahnya saja seperti diuraikan di atas.
Iringi dosa-dosa kecil dengan kebaikan. Bisa berupa zikir (mengingat Allah terutama istighfar), berdoa memohon ampunan, bersedekah harta, berbuat baik pada sesama (akhlak mulia), hingga berpuasa sunnah. Adapun, dosa besar ditebus dengan cara taubat nasuha. Yakni, taubat yang memenuhi syarat diterimanya ampunan. Di antaranya pertama menyesali kesalahan, kedua meninggalkan perbuatan dosa tersebut, dan ketiga berjanji dalam hati tak mengulanginya.
Itulah cara memahami sebuah dosa dengan benar. Semoga pedoman tersebut bisa menjadikan kita senantiasa optimis dalam memandang kehidupan. Dengan itu, diharapkan kita mampu menjadi umat Islam yang kreatif dan produktif di tengah-tengah era digital yang semakin liar seperti sekarang.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Berbuat Dosa Besar Maupun Kecil Memang Tak Baik, Tapi..."
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*