Banjirembun.com - Candu adalah segala hal apapun itu baik berupa benda maupun aktivitas yang dirasakan oleh penglihatan, pendengaran, penciuman hidung, perabaan kulit, dan pengecapan lidah yang menyebabkan ketagihan sehingga membikin sulit melepaskan darinya. Dalam konteks artikel yang kita bahas ini, yang dimaksud candu tentunya sebuah kegiatan yang menimbulkan sensasi keranjingan sehingga berakibat melupakan hal-hal lain (misal kewajiban dan tanggung jawab) yang lebih penting atau malah bikin lupa diri.
Candu terkait erat dengan sesuatu apapun yang digemari, disukai, disenangi, dinikmati, dan dinanti-nanti lantaran secara konsisten telah mampu menimbulkan perasaan puas tersendiri. Maksudnya, kalau tidak menempuh jalan yang sama tersebut, berakibat terjadi gangguan suasana hati yang biasa disebut sakau. Jadi, candu tidak harus terkait dengan zat adiktif. Contoh-contoh candu meliputi minuman kopi, rokok, musik favorit, judi (taruhan), medsos, pamer, pornografi, seks, game (permainan), belanja barang, gula (manis), minuman keras, sampai narkotika.
Baca juga Mengapa Manusia Butuh Pengakuan? Ternyata Inilah Alasannya
Perlu diketahui, sakau adalah keadaan seseorang yang mengalami putus hubungan/kontak dengan stimulan alias perangsang yang bersifat candu sehingga menyebabkan gangguan kesehatan mental maupun fisik yang dalam taraf fatal berujung kehilangan nyawa. Kondisi sakau yang merusak atau mematikan dipengaruhi pada jenis candu yang sedang "digeluti." Makin bikin ketagihan serta membuat sensasi fly (melayang) yang disertai gejala otak "teler" semakin berisiko besar terhadap kehancuran.
Meski candu menyebabkan ketergantungan untuk dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka tertentu, ternyata ada candu yang justru menyehatkan. Mungkin satu-satunya candu berwujud benda/zat yang bugus bagi kesehatan jiwa dan raga tersebut yaitu minum kopi hitam murni tanpa campuran apapun. Di mana, seseorang yang terjangkiti (tertular) kecanduan kopi demi mendapatkan efuoria darinya tak bakal berdampak negatif. Asal saja untuk takaran, pembuatan, dan pola minumnya harus tepat.
Selain mengonsumsi kopi, candu positif lainnya berupa kecanduan agama dan kecanduan kerja. Ada pula mengalami candu terhadap meditasi, olahraga terutama berjalan kaki, memasak makanan, hingga merajut kain. Kegiatan tersebut enggak cuma menyenangkan tetapi malah bikin pribadi jadi semakin kuat yang ditandai dengan percaya diri, bahagia, produktif, dan kreatif. Namun, kadarnya tidak boleh diterapkan secara berlebihan. Bagaimanapun, apapun (termasuk hal yang baik sekalipun) yang bersifat melampaui batas pasti tidak baik.
Pamer Adalah Candu yang Sebaiknya Dihindari, Harta yang Dimiliki Cukup Dinikmati Sendiri Tak Perlu "Sengaja" Hendak Dipertontonkan
Pamer adalah perilaku mempertunjukkan, mendemontrasikan, atau mengumumkan sesuatu hal yang dimiliki baik itu berupa benda maupun capaian tertentu kepada orang lain dengan maksud ingin membanggakan diri. Intinya, apa-apa yang ingin diperlihatkan tersebut merupakan keunggulan dan kelebihan yang barangkali bakal sulit ditandingi oleh pihak lain. Nah, tatkala tindakan "unjuk diri" itu ditujukan pada orang yang setara atau satu level, akan lebih cocok dikatakan dengan mencari pengakuan atas status.
Dari sini harus betul-betul dipahami bahwa antara perbuatan pamer dengan mencari pengakuan untuk memperoleh kedudukan, kepantasan, atau kelayakan maupun ingin menunjukkan jati diri tentu berbeda sekali. Detailnya, sangat berbeda antara pamer dengan promosi diri atau yang kerap disebut personal branding. Walau sama-sama "unjuk diri" nyatanya niat yang dipunyai berbanding terbalik. Pamer diniatkan untuk kesombongan (takabur). Sedangkan, unjuk diri yang dimaksudkan agar mendapat pengakuan sekitarnya dengan langkah "mengenalkan" apa yang jadi potensinya bukanlah kategori pamer.
Ilustrasi orang yang pamer otot (sumber pexels.com) |
Dengan demikian, perilaku pamer tidak harus terkait harta atau kekayaan. Melainkan pula sebuah kehebatan, jasa/peran, kerutinan, dan prestasi tertentu juga bisa dijadikan sebagai ajang pamer. Oleh sebab itu, jangan gegabah hanya mengaitkan pamer terkait hal-hal yang tampak materi duniawi semata. Bahkan, pamer ibadah dan aktif di kegiatan komunitas juga bisa dilakukan. Tentunya, barangkali ujung-ujungnya bertujuan ingin mendapatkan pujian dan posisi tinggi di tengah masyarakat.
Misalnya, seseorang pamer karena hendak ingin diketahui oleh publik telah berjasa besar dalam menuntaskan misi tertentu, dengan maksud ingin dipuji maupun ditambahi "mempercundangi" orang lain. Di mana kata kuncinya, unjuk diri tersebut supaya dapat mengalahkan pihak tertentu. Dengan kata lain, salah satu ciri orang yang sering pamer ialah enggak mau kalah serta ingin bersaing dengan kalangan yang bikin hatinya panas. Itulah yang menyebabkan timbul kecanduan yang senantiasa bersemangat pamer.
Contoh berikutnya, ada orang yang begitu bangga bercerita sudah sanggup "menembus" secara mudah masuk ke dalam birokrasi yang rumit dengan protokol ketat. Tingkatannya bukan lagi VIP (Very Important Person) yang dalam bahasa Indonesia disebut naratama tapi sudah berada di strata VVIP (Very Very Important Person) yang artinya naratetama. Artinya, dia mau mengesankan diri sendiri sebagai orang penting dan diprioritaskan di tempat lain sehingga merasa lagi tak selevel dengan orang di sekelilingnya. Sebab, tak sembarangan orang mampu mengalami hal yang seperti itu.
Apapun alasannya, perbuatan pamer sebaiknya tak perlu dilakukan demi mempertahankan kebahagiaan hidup. Apalagi, ketika mengalami sakau, tentu sensasinya sungguh mengganggu kejiwaan. Di mana, biasanya gampang mendapatkan pujian atau apresiasi dari orang lain lalu tiba-tiba kehilangan hal tersebut. Biasanya memperoleh "jilatan" dan "cari muka" dari orang lain serta-merta tak mendapatkan lagi. Telah terbiasa mendapati orang-orang di sekitarnya merasa minder, takut, segan, dan penuh hormat akibat melihat benda maupun keistimewaan (privilege) yang jadi bahan pamer sekonyong-konyong sirna.
Baca juga Manfaat Personal Branding di Media Sosial
Tindakan pamer diibaratkan seperti minum air laut. Semakin dikonsumsi makin haus sehingga ingin terus meminum. Hari ini mungkin berhasil memamerkan sesuatu. Berhubung ingin tetap eksis, besok hendak pamer sesuatu yang berbeda. Tindakan itu diterapkan tiada henti. Kendati pelakunya sudah bangkrut pun, barangkali nekat berpura-pura kaya untuk kepentingan mempertahankan diri biar bisa terus pamer. Dengan begitu, sesungguhnya orang yang pamer telah tersandera oleh pikirannya sendiri akibat salah dalam memegang prinsip hidup.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Pamer Adalah Candu yang Bikin Sakau, Sebaiknya Tak Perlu Dilakukan Agar Hidup Bahagia"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*