Banjirembun.com - Rumahmu adalah surgamu. Itulah ungkapan yang kerap disampaikan oleh orang-orang yang punya rumah di lokasi layak huni (punya tetangga baik, suasana tenang, serta fasilitas memadai) yang di dalamnya berisi keluarga kompak nan harmonis. Namun, bagi sebagian pihak lain sebuah rumah justru ibarat neraka. Bukan cuma menyiksa secara batin tetapi pula fisiknya yang disebabkan kondisi hunian yang gerah, sempit, maupun bentuk keterbatasan lain.
Ada banyak penyebab kenapa rumah bagaikan tempat asing yang bikin tak nyaman, kehilangan rasa aman, dan enggak layak sebagai tempat mengembangkan potensi diri. Alhasil, ada salah satu anggota penghuni rumah yang tidak betah tinggal di rumah. Barangkali, terdapat anggota keluarga yang merasa kerasan saja menetap berlama-lama di rumah, tapi enggak menurut kalangan insan yang lain. Alasannya, boleh jadi dia merasa kerabat serumah ogah menaungi hatinya. Bisa juga karena memang sengaja ingin mengusir secara halus.
Baca juga Tipe Tetangga yang Bikin Mati Muda karena Susah Tidur dan Enggak Betah Tinggal di Rumah
Pengalaman Gue Minggat dari Rumah
Gue berasal dari Jakarta. Sekarang berada di Kota Malang. Rencana ke depan menetap di sini lantaran sudah terlanjur nyaman. Akan tetapi, sebenarnya gue hijrah alias merantau ke daerah Jawa Timur ini lantaran ada misi menempuh pendidikan. Tak disangka, ternyata keadaan di sini sangat sesuai dengan impian. Salah satunya, gue telah memiliki pekerjaan tetap di sini dan punya sumber penghasilan lain yang dapat diandalkan.
Alasan utama gue rela pergi jauh menghindar dari rumah ialah konflik keluarga, kenangan buruk saat sekolah, dan ingin menyalurkan hasrat berpetualang. Kombinasi ketiganya merupakan pemicu gue untuk minggat. Sebab, kenapa terus tetap berada di rumah dan di tanah kelahiran kalau ujung-ujungnya berakibat mengalami gangguan kesehatan mental. Setiap hari tertekan, cemas, takut, gelisah, khawatir, depresi, sampai kebingungan bagaikan anak itik tanpa induk.
Perlu diketahui, gue orangnya cenderung menghindari konflik. Menyukai ketenangan, kedamaian, dan kesendirian. Seluruhnya itu bikin mental dan otak gue jadi lebih stabil. Dengan itu, gue berharap gampang memperoleh inspirasi sehingga semakin mampu kreatif, produktif, dan ambil inisiatif. Pada akhirnya, gue bisa makin mudah dalam menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun masyarakat. Intinya saat di rumah, gue jadi mati kutu atau mati gaya. Lebih banyak diam saja dan menunggu "arahan" keluarga.
|
Ilustrasi tinggal di daerah perkotaan yang bikin tak betah di rumah (sumber pexels.com) |
Boleh dibilang, tatkala gue masih hidup di rumah malah enggak bebas untuk bergerak maupun berpikir. Kehilangan harga diri, jati diri, serta independensi. Mau begini disalahkan, hendak begitu dilarang, dan ingin bertindak sesuatu selalu dikomentari. Parahnya, perilaku semacam itu sekadar kata-kata tanpa ada solusi nyata. Tragis, seolah-olah mengatur alias mengarahkan hidup tetapi nyatanya bertujuan menjerumuskan. Singkatnya, tak banyak hal yang bisa dilakukan di rumah. Terus, buat apa tetap tinggal di rumah ketika ujungnya menderita?
Menurut gue, rumah yang selama masa kecil gue tinggali bukanlah tempat ideal untuk kembali. Alasannya, di sana tidak ada tempat bersandar guna berkeluh kesah untuk menumpahkan tentang masalah kehidupan yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Di rumah itu terasa hampa tanpa ada lagi sebuah nilai kekeluargaan yang adil, merangkul, dan saling membangun. Padahal, keluarga gue tergolong kaya atau mampu. Sayangnya, semua itu tak cukup untuk membahagiakan seluruh anggota keluarga secara rata.
Baca juga Saat Orang Tua Tak Mendukungmu, Inilah Ciri-ciri dan Cara Mengatasinya
Kendati punya keluarga yang seperti di atas, gue tetap mendoakan mereka di kala sesudah sholat. Emang tidak sering. Hanya di waktu-waktu tertentu saja seusai sholat. Bagi gue, hati boleh saja enggak menyukai lantas menghindari insan tertentu karena perbuatan buruknya, tetapi jangan balas dendam dengan berbuat zalim. Seperti apa pun mereka, mereka tetaplah kerabat gue. Oleh sebab itu, dalam doa itu gue senantiasa berharap mereka diampuni dosa-dosanya, diberi taufiq/hidayah, dan dimatikan dalam keadaan husnul khotimah.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Curhat Pribadi, Alasan Enggak Betah Tinggal di Rumah"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*