Banjirembun.com - Kehidupan dunia dipenuhi rasa kecewa, merana, sedih, menyesal, dongkol, jengkel, penuh penasaran, gelisah, serta terdapat banyak lagi. Namanya juga kehidupan fana sekaligus "terbatas," sudah amat wajar tatkala kondisinya seperti itu. Namun, semuanya yang disebutkan masih sangat relatif dan subjektif. Ada kemungkinan perbedaan lantaran tergantung pada siapa pelakunya, kapan terjadi, sampai di mana lokasinya. Artinya, semua itu bersifat tidak mutlak sehingga berpeluang bisa berubah-ubah.
Berbeda terbalik di alam sesudah kematian (fase "perjalanan" dari alam barzah hingga surga atau neraka), seluruh alam akhirat sensasinya berlangsung secara absolut. Penderitaan fisik ataupun batin (terutama penyesalan) sebagai wujud siksaan/azab yang dirasakan bersifat pasti. Tanpa ada istirahat dan jeda walau hanya sejenak. Sebaliknya, kebahagiaan (kedamaian dan ketenangan) yang diterima juga bersifat seutuhnya/sempurna tanpa cela maupun tanpa adanya pasang-surut atau naik-turun bagaikan roda berputar.
Baca juga Bentuk Azab Kubur yang Perlu Diketahui
Perlu diketahui, umat Islam dari kalangan awam yang sudah "terjamin" masuk surga tanpa mencicipi neraka terlebih dulu, belum tentu juga terjamin bebas dari siksa kubur (alam barzah). Boleh jadi, ujung-ujungnya dia masuk surga. Namun, dalam proses "perjalanan" menuju tempat abadi tersebut dipenuhi "masalah." Bukan cuma menerima azab alam barzah tetapi pula menderita saat proses kebangkitan di padang mazhar, hisab (persidangan/perhitungan), mizan (timbangan), telaga, sampai sirotol mustakim.
Bayangkan, ketika di alam kubur ternyata umat Islam mengalami penyesalan yang teramat pedih. Disebabkan, kesalahan diri sendiri dalam menjalani kehidupan saat di alam dunia. Mengira bahwa tingkat ketakwaannya sudah cukup sebagai bekal kematian. Meyakini bahwa semasa hidup akhlaknya mulia sehingga pantas bahagia setelah kematian. Padahal, faktanya lisan dan kemaluannya justru tak terkendali. Nafsunya untuk menzalimi maupun bermaksiat tak terbendung selama hidup di dunia.
Macam-macam penyesalan sesudah kematian ada banyak bentuknya. Pertama, menyesal karena dulu tidak banyak berdoa (memohon tentang sesuatu pada Allah Subhanahu wa ta'ala). Artinya, dia putus asa tidak melanjutkan doa lantaran berprasangka buruk bahwa Dia Yang Maha Agung enggan mengabulkan. Lantas, mengganti dengan permintaan doa yang lainnya. Parahnya, enggak mau berdoa apa pun lagi. Padahal setelah kematian tiba, nyatanya doa-doa yang dikira tak diijabahi itu berubah jadi pahala tersendiri. Alhasil, dia menyesali dengan ungkapan seperti di bawah.
"Kenapa aku dulu saat hidup tidak banyak berdoa, walau doa itu dengan cara terus berulang-ulang meminta hal yang sama persis sekalipun, ternyata sangat berharga bagiku sekarang ini. Kini, aku justru berharap semua doa-doaku semasa hidup jangan pernah ada yang dikabulkan."
Kedua, penyesalan disebabkan oleh penderitaan yang dialami pada waktu hidup di dunia "diterima" sedikit. Di mana, saat mengalami masalah di dunia justru dihadapi dengan penuh keluhan. Perlu ditekankan dahulu, Islam tidak mengajari umatnya untuk menyakiti diri maupun mencari-cari masalah. Akan tetapi, tatkala memperoleh hal-hal yang menyakitkan dilarang untuk menyalahkan takdir-Nya. Begitu pula, dilarang keras marah pada-Nya. Sebab, kembali pada awal tulisan ini yaitu selama masih hidup di dunia selama itu pula masalah/musibah masih terus terjadi serta mesti dihadapi.
Nah, orang yang sudah mati malah menginginkan untuk dihidupkan lagi agar menerima penderitaan yang lebih mengerikan. Sebab, dia tahu pahala bersabar di kala menghadapi masalah kehidupan. Dulu ketika di waktu hidup mengeluh lantaran terkena duri di telapak kaki. Dahulu ketika hidup menyalahkan takdir karena terus teringat pada trauma masa lalu. Padahal, semua penderitaan itu sungguh sangat berarti alias bernilai pahala bagi seseorang ketika di akhirat. Bahkan sesudah tahu, malah dia menginginkan dihidupkan kembali demi merasakan penderitaan hidup.
Ketiga, menyesal diakibatkan amal salehnya ternyata kurang. Misalnya, menganggap amal sedekah uang telah cukup untuk menyelamatkan dari siksa setelah mati, ternyata antara jumlah harta yang dimiliki dengan nilai sedekah yang disalurkan masih tak sebanding. Lantas, menilai perbuatan (akhlak) pada sesama makhluk telah baik/mulia. Nyatanya, selama hidup kerap berbuat zalim. Kemudian, percaya diri bahwa selama hidup telah taat pada Allah serta mengikuti jejak Rasulullah, tapi faktanya apa yang dikerjakan sekadar untuk kepentingan diri pribadi.
Baca juga Penyesalan Seluruh Manusia Ketika di Alam Barzah
Percuma saja menyesal setelah kematian. Lagi pula, jumlah manusia yang pernah hidup di dunia ini diperkirakan sekitar 108 miliar (seratus delapan miliar). Artinya, andai ada satu saja yang mengalami penyesalan di akhirat (alam sesudah kematian) tentu dia enggak sendirian. Masih banyak jumlah manusia-manusia lain yang juga mengalami penyesalan setiba kematiannya. Mereka semua berangan-angan dihidupkan kembali walau hanya sebentar supaya bisa berbuat amal saleh dan menerima ujian/cobaan kehidupan penuh ridho pada-Nya.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Nak, Penyesalanmu Cukup di Dunia Saja, Jangan Sampai di Akhirat Merana Tanpa Kesempatan Kedua"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*