Banjirembun.com - Tetangga kurang ajar. Itulah sebuah umpatan halus. Dibandingkan jenis perkataan "kebun binatang" lain, dirasa ungkapan semacam itu masih sangat dijamin sopan. Mohon maklum ya saudara-saudara. Soalnya Gisel lagi sebel banget.
Gisel sudah enggak sanggup lagi bertahan di sini. Walau tinggal di sebuah kawasan perumahan, faktanya banyak warga yang berkarakter kampungan. Hasilnya, memilih tetap bertahan bakal berisiko menguras ketenangan jiwa.
Baca juga Kisah Kehidupan Fulan, Izin Pergi Memancing Ikan kepada Istri Ternyata Menemui Selingkuhan
Padahal, kelas perumahannya bukan ditujukan bagi kaum elit yang punya penghasilan melejit. Melainkan, hanya perumahan untuk golongan bawah. Yakni, pemukiman khusus ditujukan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) alias perumahan subsidi.
Sekali lagi untuk digarisbawahi bahwa perumahan yang sedang Gisel tempati merupakan kawasan yang mayoritas cara belinya menyicil alias kredit. Amat miris. Sudah harganya murah, cuma 160-an juta, tapi tak sanggup beli lunas.
Perlu diketahui saja, rata-rata para penghuni pemukiman yang terbilang masih baru (pembukaan lahan) itu sungguh masuk dalam kriteria "Gaya hidup tinggi selangit, tetapi rekening dan isi dompet enggak berduit." Namun, bersikap sok-sokan bangga jadi warga perumahan.
Dikira, kalau telah hidup di kawasan pemukiman yang ada embel-embel "nama perumahan" langsung otomatis patut berbangga diri. Menyamakan lokasi tempat tinggal mereka selevel dengan perumahan yang berharga di atas 400 juta.
Untungnya, Gisel di sana statusnya bukan warga tetap. Akan tetapi cuma mengontrak rumah. Kendati begitu, namanya hidup bertetangga pasti ada saja masalah sosial yang menghadang. Terutama akibat ulah mulut-mulut liar mereka.
Jadi ceritanya begini. Ketika cowok kenalan Gisel menghampiri rumah kontrakan, ada beberapa tetangga yang sorot matanya tajam melotot ke arah Gisel. Sudah diberi senyuman, tetap saja bersikap kekanak-kanakan.
|
Ilustrasi rumah dikontrakkan (foto koleksi pribadi) |
Intinya, mereka mungkin ingin mempermalukan Gisel di hadapan tamu yang ganteng itu. Apalagi, teman cowok Gisel memakai baju maco dan tampilanya rapi. Ditambahi, membawa mobil yang baru saja turun dari dealer. Alhasil, bisa saja hati mereka panas.
Di luar nalar, bikin tepok jidat. Esok harinya kabar negatif tentang Gisel langsung melebar ke mana-mana. Dikatain Gisel telah berzina di rumah kontrakan itu. Parahnya, ada fitnah kalau Gisel jual diri alias membuka jasa prostitusi di perumahan tersebut.
Saking cepat dan meluasnya gosip, sebagian warga kampung samping perumahan juga ikut tahu tuduhan hina itu. Aneh memang. Alasannya, setahu Gisel hubungan penduduk desa dengan warga perumahan enggak begitu akur menyatu. Gara-gara itu tadi, gaya hidup sok elit.
Enggak peduli laki, perempuan, tua, atau muda hampir semuanya tak menjaga omongan. Ada saja yang dijadikan bahan pembicaraan. Barangkali perbuatan tersebut akibat mereka lebih sering nganggur daripada bekerja cari uang.
Baca juga Cara Menghadapi Orang yang Jahat, Padahal Tak Punya Salah Tetap Saja Dimusuhi
Gisel akui sendiri lebih sering mendekam di rumah. Akan tetapi, bukan berarti menganggur. Justru saat di rumah itulah menjadi momen tepat untuk bekerja. Sebab, tatkala sudah di luar membuat Gisel enggak sempat mengerjakan tugas-tugas dari juragan.
Kembali pada pokok permasalahan. Andai Gisel memang salah karena menerima tamu cowok seumuran, kenapa tidak ditegur langsung? Menurut Gisel memberi nasihat secara baik-baik jauh lebih menyejukkan daripada melalui cara bergosip.
Maklumlah, namanya juga orang kampung yang baru saja hijrah ke pemukiman "khusus" yang disebut perumahan. Alam pikir maupun bawah sadar mereka masih kampungan, tetapi gaya hidup bagaikan sultan. Sangat-sangat enggak respek deh dengan orang seperti itu.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kisah Sendu Ketika Gisel Difitnah oleh Tetangga Kontrakan Rumah"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*