Banjirembun.com - Gelar agama Islam seperti Ustadz, Gus, Ning, Bu Nyai, Kyai, Syekh, Habib, dan sebagainya merupakan pemberian langsung dari publik. Di mana, sebutan kehormatan tersebut telah disandang oleh penerimanya sedari lama. Sebuah gelar yang terlalu mengakar kuat di kalangan masyarakat. Bahkan, sejak masih bayi hingga wafat gelar kemuliaan itu masih melekat padanya.
Gelar agama enggak seperti gelar akademik yang harus didapatkan melalui perkuliahan dan ujian. Begitu juga tidak diperoleh lewat pelatihan, kompetisi, perlombaan, atau ajang pencarian bakat. Bukan pula lantaran promosi di media elektronik dan medsos. Misalnya, mendengungkan diri atau mencitrakan pribadi sendiri sebagai orang bergelar Ustadz di YouTube.
Baca juga Jangan Salah Pilih Panutan, Inilah Kriteria Ustadz dan Ustadzah yang Patut Dijadikan Tuntunan
Memang harus diakui, semakin banyak dan merata pengakuan dari masyarakat tentang gelar keagamaan individu tertentu, makin terlegitimasi alias menjadi "sah" gelar yang dimiliki. Namun, hal yang patut dipertanyakan bakal seberapa lama gelar itu bertahan disandang? Seberapa lama berbagai kalangan umum mau (rela) menggunakan gelar itu kepada seseorang?
Jangankan gelar Ustadz yang berarti guru agama, banyak orang yang mengesampingkan (bahasa kasarnya ogah) ingin terus-terusan menyebut serta memuja-muja seseorang sebagai Habib dan Syekh, gara-gara akhlak buruknya. Awalnya, barangkali sebagian orang tertarik ingin memanggil atau menjuluki seseorang dengan gelar agama lantaran ikut-ikutan.
|
Umat Islam sedang sholat berjamaah (sumber aa.com) |
Akan tetapi, lambat laun setelah dipikir-pikir ternyata orang yang diberi penghormatan itu sungguh tidak pantas menerima gelar. Apalagi, ada beberapa kasus ditemukan Ustadz "karbitan" yang pernah melakukan tindak kekerasan. Serta, baru-baru ini ada Ustadz yang menipu banyak orang lewat gerakan sedekah yang digalakkan lewat TV dan medsos.
Ustadz kok anarkis? Ustadz kok menipu? Itulah Ustadz palsu yang tidak memberikan kemaslahatan pada kehidupan sosial.
Motivasi Seseorang Ingin Mendapatkan Gelar Agama Islam
Figur yang bergelar agama umumnya dimuliakan, dikagumi, dan dijadikan panutan oleh banyak orang. Mereka juga "tampak" memiliki hidup yang enak, terkenal, sampai mudah mencari rezeki. Malahan, orang-orang bergelar agama itu terkadang didekati oleh para pejabat maupun artis papan atas guna berceramah di kediaman atau kantor lokasi mereka bekerja.
Mungkin, itulah yang menjadi motivasi sebagian manusia yang berambisi digelari sebagai Ustadz. Biar populer, diidolakan banyak orang, hidupnya serba dipermudah, gampang cari duit, dan punya akses komunikasi khusus kepada tokoh-tokoh penting. Setidaknya, mereka "hanya" ingin mendapatkan pengakuan dari masyarakat sebagai manusia mulia dan bermanfaat bagi sesama.
Harapan atau keinginan lainnya, kenapa seseorang sangat berhasrat dijuluki Syekh dan Ustadz yaitu agar posisi dia di masyarakat ditokohkan. Kedudukannya di sekitaran tetangga, kampung, dan lingkaran tempat dia beraktivitas menjadi dominan. Segala apa yang keluar dari dirinya (ucapan, mimik muka, atau gerakan tubuh) bakal menjadi perhatian banyak orang.
Niat yang lebih buruk dari semua yang sudah disebutkan di atas adalah ingin menghancurkan Islam dari dalam. Maksudnya, pihak yang nekat mau dijuluki dengan gelar agama merupakan golongan kaum munafik. Mereka ingin berbaur ke dalam internal Umat Islam bukan untuk membangun dan mengembangkan Islam. Sebaliknya, justru merusak.
Baca juga Ciri-ciri Ustadz dan Ustadzah Abal-abal yang Mesti Diketahui Agar Tak Bimbang
Oleh sebab itu, sebagai orang yang beragama Islam semestinya jeli untuk memilih dan memilah siapa saja yang layak diberi gelar terhormat. Hindari terpesona serta terperdaya oleh gelar abal-abal yang bersifat karbitan. Sebab, seseorang untuk mendapat gelar agama harus dipastikan dulu apakah ilmu agamanya mumpuni dan berakhlak mulia.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Gelar Agama Adalah Pemberian Masyarakat, Bukan Promosi "Karbitan" dari Media Elektronik dan Medsos"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*