Banjirembun.com - Berbagai gejala merosotnya jumlah murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) sebenarnya sudah muncul di sekitaran tahun 2010. Pada waktu itu, terbilang tak sedikit jumlah SDN yang dimerger atau regrouping alias digabungkan dengan SDN lain yang punya performa bagus. Alasan utamanya yaitu jumlah murid kelas 1 hingga 6 sedikit sekali lantaran terus-menerus mengalami kekurangan peserta didik di setiap tahun pelajaran baru.
Kasus di atas, pada kala itu terjadi di daerah pelosok desa yang lumayan jauh dari perkotaan. Di mana, penerimaan siswa di ajaran baru yang masuk ke kelas 1 SD Negeri tidak lebih dari 10 anak. Dengan total semua peserta didik di satu sekolah tak melebihi 75-99 anak. Padahal, idealnya dalam satu kelas setidaknya ada 25 siswa yang diajar. Dengan kata lain, jumlah keseluruhannya 150 anak dalam satu lembaga SDN.
Baca juga Alasan Kuat Mengapa Orang yang Dulu Gagal di Sekolah Tapi Sekarang Sukses
Fakta di atas ternyata belum berakhir hingga tahun 2023 ini. Malahan, sekarang SD yang kehilangan murid baru 100% atau tanpa ada calon murid baru yang daftar telah menular ke daerah kota. Kini, juga sangat banyak SD di berbagai kota di pulau Jawa yang ruang kelasnya kosong melompong. Daerah-daerah yang tidak mendapatkan murid baru sama sekali meliputi di Ponorogo, Tuban, Solo, Blora, Semarang, dan lain-lain.
Data di atas masih sampel atau sebagian contoh kecil terkait sekolah yang tidak dapat murid di tahun pelajaran baru ini. Maksudnya, itu belum menunjukkan tentang lembaga pendidikan lain yang di momen Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) hanya mendapatkan murid baru berjumlah 1-7 anak saja. Tentu angka pastinya berapa, bakal jauh lebih besar dan mengerikan untuk diketahui bersama.
Faktor Pemicu Banyak SDN yang Tak Memiliki Murid Baru
Sumber utama Sekolah Dasar memperoleh murid baru ialah berasal dari PAUD atau TK di sekitar. Jika lembaga pendidikan di jenjang paling bawah tersebut mengalami penurunan jumlah peserta didik maka itu sangat berpengaruh pada menurunnya minat calon siswa baru mendaftar ke SD. Ditambah lagi, adanya kompetisi ketat dengan lembaga sekolah lain dalam merebut hati masyarakat.
Meski SD di atas masuk kategori favorit dan berprestasi, tatkala angka kelahiran pendudukan menurun tetap membuat teramat sulit bagi sekolah guna menarik orang tua menyekolahkan anaknya. Bahkan, kendati pihak pengelola SD sudah melakukan usaha keras dengan melakukan berbagai inovasi maupun pendekatan "khusus," masih sangat berat untuk meraih simpati masyarakat.
Ilustrasi pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri (sumber unicef.org) |
Selain lantaran persaingan membangun pengaruh antar lembaga pendidikan, faktor lain yang jadi penyebab banyak SDN yang tak memiliki murid baru adalah jumlah angka kelahiran yang menurun. Dengan kata lain, apakah barangkali program KB (Keluarga Berencana) tergolong sukses? Apalagi, saat didapati PAUD/TK yang juga mengalami jumlah penurunan peserta didik, tentu itu bisa jadi indikator valid.
Mengapa banyak SD Negeri tidak memperoleh murid baru pada PPDB tahun ini? Jawabannya meliputi pertama banyak orang tua yang lebih memilih lembaga pendidikan berbasis agama seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau Sekolah Dasar Islam (SDI). Kedua, banyak orang tua yang ingin memondokkan (Pondok Pesantren) anaknya semenjak dini yang tentu untuk sekolah paginya juga berada di bawah naungan Ponpes.
Ketiga, sebenarnya ada orang tua yang tetap fanatik untuk menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Negeri. Akan tetapi, berhubung peminatnya sangat kecil membuat mereka memilih anaknya disekolahkan ke lembaga lain. Sekolah swasta tidak apa-apa, yang penting anak-anak mereka mendapatkan teman yang jumlahnya banyak daripada sekolah di SDN yang sedikit sekali teman sebayanya.
Keempat, penyebab lain kenapa SDN sepi peminat lantaran proses pendaftaran secara online yang dirasakan menyulitkan para calon wali murid. Diperparah, adanya sistem zonasi. Alih-alih telaten mempelajari persyaratan PPDB, justru mereka memutuskan menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan swasta yang tidak perlu repot daftar daring (online). Mungkin, ini menjadi salah satu pemicu banyak orang tua yang pindah haluan.
Kelima, sebab berikutnya berupa banyaknya Sekolah Dasar Negeri yang lokasi gedung pembelajarannya jauh dari pemukiman padat. Lokasi yang jauh, selain berisiko keamanan bagi sang anak, juga mendatangkan rasa kekhawatiran adanya kecelakaan lalu lintas. Tentunya, orang tua tidak bakal terlalu kerepotan saat antar-jemput. Ditambah, biaya transportasi juga bisa ditekan lebih efisien.
Keenam, sarana prasarana yang dipunya terlihat kualitas dan kuantitasnya terbatas. Beberapa gedung SDN sudah mengalami penuaan tanpa diimbangi dengan "pemolesan" atau lebih baik lagi memugar alias renovasi total untuk diganti gedung baru yang lebih megah. Begitu pula, luas lahan sangat terbatas karena untuk melakukan renovasi dan pelebaran jauh lebih rumit izinnya dibanding dengan sekolah-sekolah swasta.
Ketujuh, semangat perjuangan dan pengabdian para guru di sekolah negeri mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Sebagian mereka mengira bahwa sekolah negeri merupakan tanggungan negara. Nah, tatkala mereka ingin serius sehingga punya jasa besar, yang mendapatkan "nama baik" tentu pemerintah daerah. Berbeda terbalik dengan sekolah-sekolah swasta yang militansi gurunya sungguh luar biasa.
Baca juga Pendidikan Islam di Indonesia: Madrasah, Pesantren, dan Sekolah
Ketujuh faktor di atas ternyata menjadi pukulan telak bagi pihak Sekolah Dasar Negeri. Di mana, kendati sudah memberikan janji-janji menggiurkan berupa seragam gratis, buku pendamping gratis, sampai uang transportasi perbulan dari inisiatif guru-guru yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi dari pemerintah, nyatanya juga belum mampu untuk menarik dan mendatangkan minat murid baru.
Kalau memang program KB sukses sehingga menjadi penentu utama terkait berbagai SD Negeri yang tak mendapatkan murid baru, semestinya program-program unggulan yang inovatif sudah mampu membangun kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sana. Kenyataannya, masyarakat punya pilihan dan cara pandang tersendiri dalam memutuskan mana sekolah yang terbaik bagi anak-anaknya.
Memang benar dan sesuai kenyataan bahwa SD Negeri banyak yang Gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan MI/SD Islam teritama kualitas dan semangat berjuang guru dalam melayani masyarakat yang kurang.
BalasHapus