Terbaru · Terpilih · Definisi · Inspirasi · Aktualisasi · Hiburan · Download · Menulis · Tips · Info · Akademis · Kesehatan · Medsos · Keuangan · Konseling · Kuliner · Properti · Puisi · Muhasabah · Satwa · Unik · Privacy Policy · Kontributor · Daftar Isi · Tentang Kami·

Beban Berat Punya Kartu Kredit, Bagaikan Kena Hipnotis "Ingin Bergaya Kaya Tapi Rugi Banyak!"

Banjirembun.com - Apa sih tujuan punya kartu kredit? Itulah pertanyaan bagi sebagian orang yang belum tahu alasan kenapa seseorang punya kartu kredit. Ada tanda tanya lain, mengapa setiap bertransaksi menggesek harus pakai kartu kredit? Kalau sama-sama gesek, bukankah lebih enak dan nyaman belanja pakai kartu debit saja? Kok pilih cari yang ribet.


Perlu diketahui bahwa penggunaan kartu kredit bukan cuma terkait urusan manajemen keuangan. Misal, untuk kebutuhan mendesak atau mendadak. Lebih dari itu, punya kartu kredit merupakan bagian gaya hidup hedon. Di mana, banyak orang yang mengira bahwa dengan memakai kartu kredit selain terlihat bergengsi, juga ingin dibilang sebagai orang yang kaya.

Baca juga Cerita Tentang Perihnya Hidup Sang Pencari Nafkah

Sungguh logika yang tidak cerdas. Bagaimana mungkin orang yang punya hutang disebut orang kaya? Mau bagaimanapun alasannya, pihak para pengguna kartu kredit sungguh pantas disebut sebagai pihak penghutang. Mereka punya tanggungan dan beban hutang. Kalau memang kaya raya kenapa berhutang? Mengapa tidak memakai kartu debit saja?


Sebaliknya, orang yang punya kartu kredit lebih pantas disebut miskin. Setidaknya, punya mental miskin. Apa alasannya mau beli sesuatu kok mesti hutang dulu? Ketika telat bayar cicilan jadinya dikejar-kejar debt collector. Di sisi lain, saat rajin mengangsur tepat waktu banyak sales kartu kredit yang merayu dan "memaksa" untuk punya hutang baru.


Kartu kredit adalah alat pembayaran menggunakan kartu pada setiap kegiatan ekonomi baik itu untuk transaksi pembelanjaan elektronik maupun penarikan tunai secara sah yang kewajiban pembayarannya ditalangi atau dihutangi lebih dulu oleh pihak penerbit kartu yang di kemudian hari pihak pemegang kartu wajib melunasinya.


Cara pelunasan bisa diterapkan secara kontan sekaligus atau pun mengangsur. Semua model pembayaran itu biasanya tetap dikenakan bunga. Begitu pula, jangka waktu pinjaman atau tanggal pelunasan disesuaikan dengan kesepakatan bersama. Kendati, faktanya justru pihak calon pemegang kartu kredit yang kerap tunduk pada penerbit (bank).


Risiko Beban Berat Punya Kartu Kredit

Di balik iming-iming kemudahan dalam melakukan pembayaran lewat kartu kredit di setiap transaksi elektronik (terutama dengan cara gesek), ternyata ada banyak biaya dan risiko yang dihadapi penggunanya. Pada awalnya, para konsumen merasa keenakan dan ketagihan menerapkan sistem pembayaran pakai kartu kredit. Selanjutnya menjadi konsumtif!


Selain lantaran tak perlu tunggu gajian dulu untuk sanggup membayar, rasa "nikmat" lain yang diterima berupa bisa bergaya kaya. Parahnya, beberapa penelitian menemukan transaksi non tunai (baik itu debit maupun kredit) meningkatkan kecenderungan bagi seseorang untuk lebih aktif mengeluarkan uang. Dengan kata lain, pengeluaran lebih besar dari yang dibutuhkan.


Salah satu faktor dan pemicu utama mengapa transaksi non tunai lebih "menggairahkan" ialah banyak insan yang kena hipnotis sehingga mengira uang non tunai enggak ada harganya sama sekali dibanding uang tunai. Maksudnya, walau sama-sama bernilai 100 ribu, tatkala berbentuk digital (elektronik) bakal tampak tak bernilai daripada uang cetak satu lembar 100 ribu.


Pemilik kartu kredit, ATM (kartu debit), dompet elektronik, hingga uang elektronik memiliki hasrat lebih besar untuk aktif berbelanja. Baik itu di marketplace alias toko online maupun di toko fisik pada kios atau ruko. Malahan, untuk kartu kredit kecenderungan mengeluarkan duit lebih besar lantaran merasa "sayang" atau mubazir ketika fasilitasnya tak dipakai. 


Tidak peduli hal tersebut dilakukan pada transaksi digital maupun di dunia nyata. Tetap saja para pemakai kartu kredit mempunyai minat belanja begitu besar di restoran, toko elektronik, toko fashion, kafe, hingga supermarket ketimbang saat mereka belum punya kartu kredit. Artinya, ketika individu punya kartu kredit  terdapat keinginan untuk terus berbelanja.

Ilustrasi terhipnotis sehingga mengira kartu kredit sebagai obat atas masalah keuangan (sumber gambar Pexels)

Nahasnya, sebagian orang bersikap begitu "ringan tangan" atau malah merasa bangga ketika dibolehkan oleh pihak bank untuk berhutang. Sebagaimana diketahui bahwa tidak sembarang orang masuk kriteria dari bank agar dibolehkan hutang atau pun memiliki kartu kredit. Hanya yang punya kualifikasi dan persyaratan khusus yang difasilitasi.


Lebih ironi, beberapa orang memakai kartu kredit untuk membayar hutang. Bahkan lebih gila lagi, digunakan untuk membayar kredit kendaraan. Gali lubang tutup lubang. Dengan disertai harapan, penghasilan di bulan depan bisa lebih tinggi supaya mampu menutupi tagihan kartu kredit. Tentunya, kenyataan itu akan membebani dalam jangka panjang.


Rumitnya Hidup di Kala Memiliki Kartu Kredit

Dengan memiliki kartu kredit, seseorang dituntut untuk terus memantau dan mengendalikan pengeluaran tiap bulan demi memastikan tidak jebol melebihi tagihan kredit. Selanjutnya setiap bulan pada tanggal jatuh tempo, hati berasa deg-degan. Di mana, pembayaran dengan sistem otomatis potong saldo rekening pun belum tentu langsung bisa bikin hati plong.


Rumitnya hidup di waktu punya kartu kredit berikutnya adalah kegiatan rutin memeriksa setiap tagihan dan transaksi kartu kredit yang dilakukan. Langkah terbaik yaitu menyimpan seluruh slip transaksi belanja untuk bukti. Lantas, dibandingkan dengan tagihan kartu kredit untuk memastikan ada pembengkakan atau enggak. Takutnya, ada tagihan gelap. 


Nah, jika di kemudian hari mau menutup kartu kredit maka harus dipastikan bahwa prosesnya dilakukan oleh pihak berwenang. Tujuannya, agar tak ada risiko sisa tagihan beserta bunganya yang walau mulanya terlihat kecil nanti di masa mendatang akan jadi bertambah besar. Disarankan, penutupan kartu kredit dilakukan melalui mekanisme "hitam di atas putih."

Baca juga 5 Cara Mendidik Hati dan Pikiran Agar Ikhlas Menjalani Hidup Hemat

Intinya, memiliki kartu kredit dampak buruknya lebih berat ketimbang kartu debit. Pengawasan serta aturan-aturan (syarat dan ketentuan) untuk pemakaian kartu kredit jauh lebih ketat. Salah satunya, saat kartu kredit hilang harus segera melapor untuk mencegah penyalahgunaan atau tindak penipuan. Belum lagi, kemungkinan masuk daftar hitam SLIK OJK atau dulu disebut BI Checking.


Sebaiknya, jangan sekali-kali tergoda hendak memiliki kartu kredit. Meski ada sales atau tim marketing kartu kredit yang menjanjikan kredit tanpa bunga dalam jangka tertentu maupun memberi janji tingkat bunga yang rendah lebih bijak tolak saja. Apapun alasannya, punya hutang apalagi tanpa jaminan hanya akan merusak ketenangan dan mengganggu kesehatan mental.





Baca tulisan menarik lainnya:

Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Beban Berat Punya Kartu Kredit, Bagaikan Kena Hipnotis "Ingin Bergaya Kaya Tapi Rugi Banyak!""

Posting Komentar

Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*