Banjirembun.com - Garis takdir manusia (termasuk rezeki, jodoh, dan maut) memang sudah ditetapkan oleh-Nya. Mau secerdas, sepintar, serupawan, sebangsawan, dan serajin apapun setiap insan kalau bukan rezeki pasti tak akan mendapatkan apapun yang telah diperjuangkan dengan penuh pengorbanan besar. Sebaliknya, meski bagi orang lain melihat suatu pekerjaan/aktivitas seseorang tampak remeh dan santai, tetapi ketika itu sudah bagian rezekinya pasti datang bertubi-tubi.
Perlu diketahui saja, banyak orang yang bekerja hanya asal-asalan dengan acuan berupa "Terpenting sudah menggerakkan badan." Parahnya lagi, ada yang berpegang pada "Kalau sudah berada di kantor atau tempat kerja ya berarti statusnya sudah bekerja cari nafkah, walau di sana menganggur ya bukan masalah." Sedangkan beberapa lainnya, tampil sok sibuk tapi sebenarnya enggak produktif sama sekali. Intinya, mereka bekerja tanpa menghayati ke jiwa.
Baca juga 5 Ciri Orang Sok Sibuk, Kenyataannya Tak Punya Banyak Kerjaan
Tak sedikit modus yang dilakukan oleh para pekerja yang punya sifat malas, licik, manipulatif, dan oportunis supaya kerjanya tetap ringan tapi penghasilan terus mengalir ke dompet. Di mana, mereka begitu lihai dalam memalsukan tampilan diri sehingga bisa terkesan profesional. Nyatanya, itu tak lebih dari sekadar tipu-tipu demi memuluskan aksi culasnya. Bahkan mereka pandai cari muka maupun menjilat, guna tampak bertanggung jawab dan telah menjalankan kewajiban.
Ironisnya, orang-orang di atas yang bekerja secara setengah-setengah justru disebut sebagai pekerja alias pencari nafkah bagi keluarganya. Sebaliknya, orang-orang yang kerjanya dilakukan di rumah saja disebut sebagai pengangguran. Sadisnya, ketika tiba-tiba dapat rezeki nomplok malah dikomentari sebagai hasil pesugihan gaib serta dari "adu nasib" (judi online). Nyatanya, dia bekerja mati-matian dari dalam rumahnya dengan sesekali keluar tatkala urusan penting.
Jadi begini, barangkali sebagian kalangan lebih memilih menyembunyikan tentang kisah pahit getir seputar jalan hidupnya ketimbang diumbar kepada banyak orang. Baginya itu privasi dan tak penting untuk disebarkan. Di sisi lain, ada orang yang memutuskan gemar memamerkan hampir semua kegiatan pekerjaannya, yang seolah-olah bentuk nyata kerja keras dan seakan dilakukan totalitas. Padahal, sikap tersebut cuma pencitraan agar tak terlihat menganggur.
Tambahan berikutnya, terdapat orang yang sebenarnya level ekonominya pas-pasan sesuai standar kelayakan masyarakat umumnya. Namun dia memaksakan diri, dengan langkah lebih memilih bergaya hidup sok orang kaya. Misalnya, membeli mobil di tengah kondisi penghasilan bulanan sangat mepet. Contoh selanjutnya, keadaan keuangan lagi memasuki tahap krisis tetapi masih gemar belanja maupun nongkrong di tempat mahal. Semua itu dilakukan, biar dikira kaya raya.
Nilai pelajaran yang dapat dipetik dari kenyataan di atas yaitu dalam memandang hidup seseorang guna memahami tentang "Kenapa nasib orang tersebut berekonomi sulit?" haruslah secara utuh. Enggak boleh gegabah dan mengandalkan informasi yang tak terpercaya sehingga menghasilkan kesimpulan keliru. Kendati demikian, lebih baik jangan penasaran dengan kondisi hidup orang lain. Maksudnya, fokus pada pengembangan diri lebih bagus daripada usil mengurusi hidup manusia lain tanpa memberi solusi nyata.
Terdapat Seseorang yang Memiliki Potensi Istimewa dan Luar Biasa, Sayangnya Bernasib Miris Lantaran Ekonomi Tergolong Sulit
Mengapa banyak orang pintar tapi hidupnya miskin? Itulah sebuah pernyataan yang menunjukkan rasa kasihan, patut disayangkan, perlu disesalkan, tanda kemubaziran, atau semacam protes pada sistem sosial yang tak berpihak pada insan potensial. Padahal, faktor penentu eksistensi kemiskinan sangat banyak. Bukan cuma tentang "kekuatan" pada diri individu. Melainkan pula terkait bagaimana dukungan masyarakat sekitar. Termasuk pula sokongan keluarganya.
Sebaiknya jangan gegabah mengatakan "Orang hidupnya tetap miskin disebabkan dirinya sendiri lantaran akibat dari punya karakter jongkok, mindset salah, mentalitas buruk, atau terbiasa menerapkan rutinitas sia-sia tanpa faedah. Kalau memang dia orang yang pintar, baik, benar, dan berkualitas pastilah bakal bisa menjadi kaya raya." Itulah ungkapan dari pihak yang tak mengetahui realita kehidupan di lapangan pada kalangan masyarakat kelas bawah.
Menurut kacamata manusia, supaya mampu memutar roda kehidupan dari yang awalnya di bawah menuju ke atas sungguh tidaklah mudah. Begitu pula, terus-terusan mempertahankan berada di posisi teratas merupakan hal yang mustahil. Sebab, hidup ini memang bagaikan roda yang berputar. Alhasil, alur perputaran itulah yang semakin membuat hidup ini jadi seru. Artinya, hindari mengaitkan atau menghubungkan antara kebodohan dengan kemiskinan.
Antara kepintaran atau potensi besar lainnya pada individu dengan kekayaan tidak ada hubungan saling mempengaruhi secara kuat. Sebab, banyak orang punya potensi besar tetapi memang dia sendiri secara sadar dan ridho untuk menjalani hidup sederhana. Meski dia tahu seberapa besar peluang untuk menjadi kaya, nyatanya dia tetap menghendaki jalan hidup berbeda. Dengan kata lain, hal tersebut sudah menjadi pilihan dan keputusan baginya untuk hidup bersahaja.
Baca juga Memaknai Peribahasa "Roda Selalu Berputar" Menurut Sudut Pandang Takdir, Bukan Cuma Menyangkut Harta
Dengan demikian, tujuan hidup tiap-tiap manusia pasti tidaklah sama. Ada yang berpegangan pada prinsip "Panen dari hasil kerja keras, pengorbanan, dan perjuangan di masa lalu bukanlah kekayaan harta benda melimpah ruah tumpah-tumpah." Melainkan, hasil proses tanam di masa lampau yang ingin dipetik berupa ketenangan dan kebahagiaan hidup. Tanpa mau lagi diganggu oleh urusan-urusan semu yang membebani pikiran dan jiwa. Itulah definisi sebenarnya terkait bahagia dengan cara sederhana.
(Sumber foto koleksi pribadi) |
Lebih lanjut, saat fakta terkini menunjukkan bahwa telah banyak orang pintar (berpendidikan formal, gemar membaca, menyukai tontonan video tentang cara menjalani kehidupan, sampai punya pengalaman hidup yang matang) tetapi ternyata jumlah orang miskin masih juga enggak berkurang signifikan. Bukankah itu semestinya sudah boleh dijadikan salah satu dari bukti bahwa antara kepintaran dan kekayaan tidak memiliki keterkaitan sebuah logika sebab-akibat.
Detailnya, salah fatal tentang nalar "Jika (sebab) pintar maka (akibat) menjadi kaya." Oleh sebab itu, cegah diri memvonis dan menghakimi orang lain yang sedang mengalami nasib tragis. Dilarang langsung menuduh orang-orang miskin sebagai pihak yang tak pintar atau enggak punya potensi besar. Lagi pula, siapa tahu nasib seseorang ke depan berubah drastis. Hari ini roda kehidupan posisi di bawah. Akan tetapi, entah kapan cepat maupun lambat esoknya berada di atas.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Ada Manusia Punya Potensi Besar, Tapi Faktanya Bernasib "Ekonomi Sulit""
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*