Banjirembun.com - Siapapun umat Islam yang enggak merindukan surga, pastilah dia bakal menyesal di akhirat kelak. Meratapi nasib lantaran kenapa dulu saat hidup di dunia tidak memohon serta mengharapkan memperoleh tingkatan surga tertinggi yaitu Firdaus. Di mana, justru targetnya cuma "Terpenting bisa masuk surga."
Penyebab seseorang tak merindukan surga salah satunya dikarenakan belum mengetahui hakikat surga. Seperti apa isi surga? Ada beberapa level atau derajat surga? Bagaimana kondisi penghuni surga? Apa saja kenikmatan-kenikmatan yang ada di surga? Serta masih banyak hal lain tentang surga yang mungkin tanpa diketahuinya.
Baca juga 7 Macam Keistimewaan dan Kenikmatan yang Pasti Diperoleh Penghuni Surga
Pemicu lainnya Muslim begitu sembrono berkata "Surga yang tak aku rindukan" yaitu terlalu cinta dunia dan tidak mengutamakan akhirat sebagai tujuan kehidupan. Boleh dibilang, orang tersebut memiliki iman yang tipis. Barangkali pula, memiliki aqidah yang melenceng alias sesat sehingga merasa ogah membutuhkan surga.
Lantas, kenapa umat Islam dianjurkan untuk berdoa atau meminta diberi surga Firdaus kepada Allah? Alasannya karena hal itu telah diperintahkan oleh Rasulullah agar umat Islam memohon pada-Nya diberikan surga Firdaus. Sebagaimana hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Beliau berkata bahwa Rasulullah Shallahu 'alahi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِى سَبِيلِهِ ، كُلُّ دَرَجَتَيْنِ مَا بَيْنَهُمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ
Artinya:
Sesungguhnya di surga itu ada 100 tingkatan yang telah Allah janjikan bagi para mujahid di jalan Allah. Jarak antara dua tingkatan adalah bagaikan jarak antara langit dan bumi. Jika kalian ingin meminta pada Allah, mintalah surga Firdaus. Surga Firdaus adalah surga yang paling utama dan paling tinggi, di atasnya adalah Arsy al Rahman, darinya pulang mengalir sungai surga. (Hadis riwayat Bukhari, no. 7423).
Surga semestinya menjadi tujuan satu-satunya bagi setiap Muslim. Sebab, kehidupan di surga merupakan ujung akhir dari segalanya. Termasuk, tanda berakhirnya atas masalah dan musibah yang dialami oleh setiap manusia ketika di dunia. Di mana, di surga tidak ada lagi hal-hal menyakitkan jiwa. Di sana, tak ada kedongkolan hati.
Surga yang Tak Dirindukan Karena Ogah Dipoligami
Sungguh konyol tatkala ada sebuah ungkapan surga yang tak kurindukan dari kalangan Muslim sendiri. Bikin heran saja, kenapa seolah-olah dia seperti orang yang tak menjadi penganut agama Islam? Mereka mengira bahwa menjadi istri dari suami yang berpoligami merupakan penyebab pasti wanita masuk surga. Jelas pernyataan itu salah kaprah.
Lihat dulu cara poligami suaminya seperti apa? Apakah niatnya betul-betul untuk mencari ridho Allah? Apakah dalam pelaksanaan poligami sudah benar? Bagaimana kondisi keuangan suami? Bagaimana kondisi kejiwaan suami? Apakah keluarga dan masyarakat sekitar mendukung ketika suami memutuskan berpoligami?
Lagian, cara untuk masuk surga sangat banyak. Tidak harus melalui ridho dipoligami oleh suami beserta mempertahankan hubungan pernikahannya. Lebih dari itu dari beberapa pintu surga, tak ada satu pun melalui jalur poligami. Yang ada yaitu melewati pintu puasa, pintu shodaqoh, pintu sholat, dan lain-lain.
Lagi pula, kenapa masih enggan merindukan surga? Padahal, kenikmatan surgawi itu sungguh tiada tara. Sebagaimana hadits berikut:
يُؤتَى بأنْعَم أهل الدنيا مِنْ أهل النار فيُصْبَغُ في النارِ صَبْغَةً ثم يُقَال: يا ابنَ آدمَ هل رأيتَ خيراً قطُّ هل مَرَّ بكَ نعيمٌ قط؟ فيقولُ لا والله يا ربِّ، ويؤْتَى بأشَدِّ الناسِ بؤساً في الدنيا مِنْ أهل الجنة فيصبغُ صبغةً في الجنة فيقال: يا ابن آدمَ هل رأيتَ بؤساً قط؟ هل مَرَّ بك من شدة قط؟ فيقولُ: لا والله يا ربِّ ما رأيتُ بؤساً ولا مرّ بِي مِنْ شدةٍ قَطُّ
“Didatangkan penduduk neraka yang paling banyak nikmatnya di dunia pada hari kiamat. Lalu ia dicelupkan ke neraka dengan sekali celupan. Kemudian dikatakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kebaikan sedikit saja? Apakah engkau pernah merasakan kenikmatan sedikit saja?’ Ia mengatakan, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb-ku.” Didatangkan pula penduduk surga yang paling sengsara di dunia. Kemudian ia dicelupkan ke dalam surga dengan sekali celupan. Kemudian dikatakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan keburukan sekali saja? Apakah engkau pernah merasakan kesulitan sekali saja?’ Ia menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb-ku! Aku tidak pernah merasakan keburukan sama sekali dan aku tidak pernah melihatnya tidak pula mengalaminya” (HR. Muslim no. 2807).
Kesimpulannya, saat menganggap diri telah mengalami kesengsaraan selama hidupnya lantas ditakdirkan masuk surga pastilah dia bakal melupakan semua kepedihan yang pernah dialami selama di dunia. Bahkan, cuma satu kali celupan masuk ke surga sudah cukup menghapus penderitaan yang pernah dijalani ketika di dunia.
Jangankan di surga, bukankan di kala seseorang sedang bahagia di dunia (misal tiba-tiba dapat uang banyak) bakal melupakan semua kisah kelam di masa lalunya? Sayangnya, setelah uang tersebut habis (kebahagiaan hilang) muncul kembali rasa sesak di dada. Ironis, melupakan nikmat yang sebelumnya telah didapat.
Itulah kehidupan dunia yang serba terbatas dan memiliki banyak kekurangan. Kebahagiaan yang ada di dunia bersifat palsu (memperdaya), sementara, dan subjektif. Satu kenikmatan yang diperoleh saat di dunia tidak mampu "meringankan" sepenuhnya atas beban jiwa yang dihadapi pada masa depan.
Baca juga 5 Gambaran Isi Surga Menurut Islam yang Bikin Tambah Iman
Berbeda dengan di surga yang ketenangan dan kebahagiaannya dialami secara abadi. Tanpa jeda dan tanpa ada gangguan. Bahkan satu celupan (sepersekian detik) berada di surga sudah mampu menghapus trauma, ingatan kelam, dan penderitaan yang pernah dialami. Setelah tahu begini, masihkah memutuskan untuk tak merindukan surga Firdaus?
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Surga Firdaus yang Aku Rindukan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*