Banjirembun.com - Politik itu dinamis. Dalam berpolitik tidak ada kepastian. Sebab, dalam percaturan semacam itu enggak ada yang namanya sahabat abadi maupun musuh sejati. Namun, justru yang nampak hanya kepentingan pribadi. Kalau pun seolah-oleh semuanya "demi kepentingan kelompok" tapi hakikatnya untuk tujuan diri sendiri. Maksudnya, komunitas cuma dijadikan kendaraan guna mencapai cita-cita individu.
Aktivitas sosial dan berpolitik manusia zaman sekarang ini merupakan replikasi (pengulangan) atas kegiatan berpolitik manusia purba dahulu kala. Meskipun cara dan alat yang dipakai berbeda, kenyataannya pola yang diterapkan sama. Yakni, bertujuan akhir ingin menguasai sumber daya alam dan sumber daya manusia. Baik dengan cara lembut (mempengaruhi) maupun memakai kekuatan fisik (militer).
Dengan cara lembut sebut saja berupa melakukan pendekatan verbal maupun non verbal. Contohnya meliputi menyebarkan berita palsu, merayu, melirik, memberi senyum, mengasih hadiah, memuji, mengajak berteman, mengarahkan, memberi pencerahan, hingga sentuhan fisik tanpa kata-kata. Bahkan, hubungan percintaan pun bisa dijadikan sarana untuk berpolitik demi tercapainya ambisi seorang pemimpin.
Adapun pendekatan kekuatan militer dalam arena politik di antaranya yaitu memperkuat pasukan, membangun benteng pertahanan, menyerbu (menjajah), menindas, memperbudak, memperbarui teknologi persenjataan, mempelajari taktik peperangan, membunuh, merusak alam, menghancurkan pemukiman, menculik, menyusup, sampai melakukan pemerkosaan.
Hal-hal di atas bukan cuma ditemukan pada kelakuan sebagian nenek moyang manusia pada zaman kuno. Pada era modern sekarang pun nyatanya masih ditemukan fenomena primitif tersebut. Tentunya, strategi dan media yang dipakai sangat berbeda. Di mana, pada masa kini peralatan dan kebijakan yang digunakan untuk menunjang kesuksesan dalam berpolitik jauh lebih rapi serta terlihat manusiawi. Padahal, sama-sama bejatnya.
Manusia purba tidak memiliki teknologi informasi dan komunikasi seperti sekarang. Dulu kala tak ada radio, TV, HP, dan laptop. Alhasil, hiburannya sangat sederhana. Salah satunya berkumpul bersama untuk melingkari api unggun. Nah, kegiatan di malam hari itu kadang dipakai untuk acara makan bersama. Di dalamnya barangkali juga diselipkan diskusi bersama sambil membicarakan kegiatan esok hari.
|
Ilustrasi manusia purba (Sumber gambar dari Pixabay) |
Setelah satu kelompok di atas tampak bersenang-senang di malam gelap, paginya diadakan berburu bersama. Proses berburu terlaksana secara lancar lantaran terdapat kerja sama yang bagus dan epik. Setelah itu, diselenggarakan acara makan-makan di pemukiman mereka. Sayangnya, sesudah perut kenyang bukannya kondisi damai tercipta. Justru, bertikai satu sama lain untuk merebutkan sisa-sisa daging hasil buruan. Ujungnya terjadi saling bunuh.
Itulah salah satu tabiat buruk manusia. Setelah tujuan bersama tergapai dengan sukses besar, muncullah tujuan-tujuan berikutnya. Jika tujuan selanjutnya itu enggak ada titik temu bersama agar persatuan tetap terjaga maka berisiko besar terjadi perpecahan. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa daging hasil berburu bersama tersebut menjadi penyebab kehancuran suatu hubungan.
Baca juga Orang-orang Rakus atau Serakah Jadi Sebab Kehancuran Peradaban
Korbannya bukan cuma orang yang mati gara-gara dibunuh. Melainkan pula kalangan rakyat yang lemah, terpinggir, dan ingin hidup dalam keadaan damai tanpa konflik. Sedangkan manusia-manusia yang berambisi berlebihan, serakah, dan rakus kerap kali menjadi antagonis dalam kehidupan perpolitikan pada peradaban masyarakat. Akhirnya, rakyat kecil itu hanya dijadikan alat untuk mempertahankan kekuasaan.
Tulisan milik *Banjir Embun* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Kehidupan Politik Manusia Purba yang Malamnya Makan Bersama, Paginya Kerja Sama Berburu, dan Siangnya Saling Bunuh"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*