Banjirembun.com - Konsep, mekanisme, skema, dan algoritma takdir merupakan bagian dari ilmu Allah Subhanahu wa ta'ala. Di mana, tentunya tidak ada siapapun yang mengetahui sesuatu apapun dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki. Artinya, ilmu tentang takdir enggak semuanya diketahui oleh manusia.
Perlu disadari bahwa Allah mengetahui seluruh isi takdir dari segala makhluk. Dari awal penciptaan alam semesta hingga hari kiamat. Bahkan, getaran atau gerakan sebutir atom pun bakal diketahui-Nya tanpa terkecuali. Baik itu makhluk yang berupa benda mati, ilmu pengetahuan, gaib (tak kasat mata), maupun yang hidup.
Sebagaimana dalam al Quran Surat Yunus ayat 61:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَمَا تَكُوْنُ فِيْ شَأْنٍ وَّمَا تَتْلُوْا مِنْهُ مِنْ قُرْاٰ نٍ وَّلَا تَعْمَلُوْنَ مِنْ عَمَلٍ اِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُوْدًا اِذْ تُفِيْضُوْنَ فِيْهِ ۗ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَّبِّكَ مِنْ مِّثْقَا لِ ذَرَّةٍ فِى الْاَ رْضِ وَلَا فِى السَّمَآءِ وَلَاۤ اَصْغَرَ مِنْ ذٰلِكَ وَلَاۤ اَكْبَرَ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
"Dan tidaklah engkau (Muhammad) berada dalam suatu urusan, dan tidak membaca suatu ayat Al-Qur'an serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak lengah sedikit pun dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah, baik di Bumi maupun di langit. Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)."
Baca juga Kemiskinan Adalah Takdir, Lantas Mengapa Gelisah?
Allah tahu kalian akan membaca artikel ini. Pengetahuan-Nya sangat mendetail tentang itu. Meliputi jam berapa mulai waktu membacanya, durasinya berapa lama, lokasi baca di mana, kapan bakal merasakan manfaat dari membaca tulisan ini, bagaimana isi hati dalam merespon bacaan ini, dan hal-hal yang spesifik lainnya.
Allah juga mengetahui dengan pasti setelah membaca artikel ini kalian bakal melanjutkan aktivitas apa? Pilih menutup layar HP atau melanjutkan menikmati bacaan lainnya di website *Banjir Embun* ini? Ditegaskan kembali, Allah tahu pula tentang berapa jumlah huruf dan kata di artikel ini yang telah kalian baca.
Allah tahu terkait berapa banyak butiran air hujan yang turun terakhir kali membasahi tubuh kita. Allah tahu berapa banyak jumlah seluruh ikan di lautan. Bagaimana nasibnya kelak? Akan ditangkap oleh siapa ikan itu? Dibeli oleh pihak mana? Dijadikan apa ikan tersebut? Saat masuk ke warung makan dikonsumsi oleh siapa? Allah sangat tahu betul tanpa cela.
Upaya Merenungi Takdir Allah Agar Tak Salah Paham Terhadapnya
Ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Allah tahu kalian sebentar lagi akan berbuat apa. Semua kejadian, yang sudah terjadi maupun belum terjadi tanpa terkecuali, telah dicatat di lauh mahfudz. Termasuk para filosof sesat yang sedang mendiskusikan lalu meragukan adanya takdir Allah juga sudah tertulis di sana.
Lantas kalau sudah begitu, apakah dalam berjuang mengurusi dunia ini harus pasrah "menunggu" takdir? Bukankah sudah terbukti secara logis bahwa tanpa adanya usaha urusan dunia bakal gagal? Jawabannya, setelah membaca artikel ini justru membuat kalian pilih berdiam diri saja tanpa usaha untuk "menjemput" takdir berarti itulah takdir kalian.
Pernahkah melihat orang yang bekerja keras mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, modal, dan kesehatan mental maupun fisiknya tetapi nyatanya tidak kunjung kaya sebagaimana orang lain yang di sekitarnya? Sudahkah mengetahui orang yang pintar menggunakan segala otaknya tapi faktanya mengalami hidup sengsara?
Andai rezeki syaratnya harus didasarkan pada tingkat kepintaran yang memukau, bukankah semestinya guru dan dosen menjadi orang yang kaya lantaran kecerdasan yang mereka miliki? Kalau rezeki didasarkan pada kerja keras seharusnya buruh yang bekerja banting tulang yang pantas menjadi kaya raya?
Jika amal saleh menjadi patokan mendapat jatah rezeki yang melimpah maka eloknya para nabi serta waliyullah yang paling berhak menjadi kaya raya. Bila akhlak mulia seperti jujur dan amanah menjadi syarat memperoleh rezeki banyak maka sungguh koruptor dan orang curang tidak akan ada lagi yang bisa kaya raya.
Intinya, boleh saja berusaha seoptimal dan semaksimal mungkin. Akan tetapi dilarang keras sekali-kali memaksakan pakai logika matematika dalam memahami takdir. Mengira bahwa dengan gelar sarjana, profesi, kecerdasan, nasab, dan modal yang dimiliki mampu menjamin dirinya bakal ketiban rezeki melimpah serta hidup sukses hingga sampai masa tua renta.
Kenyataannya, banyak ditemukan orang yang terlihat "sepele" dan "terabai" malah mengalami nasib yang mudah dalam mengeruk rezeki. Contohnya, anak muda usia 30-an tahun kegiatan hariannya sederhana alias enggak mencolok tetapi nyatanya tiba-tiba dia ketiban rezeki uang ratusan juta tanpa usaha sama sekali. Lantaran mendapatkan hibah dari seseorang yang berhutang budi padanya.
Kemudian, bagaimana nanti kalau ada penghuni neraka protes "Kok aku dimasukkan neraka, bukankah aku ditakdirkan untuk berbuat dosa saat hidup di dunia?" Jawabannya, Allah sudah memberikan banyak syiar dan dakwah tentang agama Islam tapi nyatanya mereka tetap saja mengingkari dan mengabaikan ajakan kebaikan dari hamba-Nya yang saleh.
Selanjutnya, ada cerita unik tentang upaya seorang pencuri yang ingin lari dari hukuman dengan cara mengkambinghitamkan takdir. Kisah tersebut terjadi bermula dari terdapatnya pencuri yang hendak diadili.
Di tengah-tengah pengadilan itu muncul pertanyaan "Mengapa kamu mencuri?" Dengan seenaknya ia jawab "Ini sudah ketentuan takdir."
Hakim tersebut langsung menimpali "Baiklah, kalau begitu kamu juga akan mendapat hukuman setimpal karena hukuman yang kamu terima juga sudah menjadi takdirmu."
Dari kisah di atas dapat diambil sebuah pelajaran bahwa seberapa pun liciknya seseorang memakai takdir sebagai alat untuk menyembunyikan kesalahan, kejahatan, kekurangan, kebodohan, dan keburukan diri sendiri pasti itu semua juga sudah ditakdirkan oleh-Nya. Di mana, mereka yang memperalat takdir bukan berarti "keluar" dari ketetapan takdir dari-Nya.
Padahal, seharusnya konsep takdir dipakai untuk mengagungkan dan memuliakan Allah Yang Maha Kuasa. Mirisnya, takdir bagi sebagian orang hanya digunakan untuk bersilat lidah. Kalau mereka masuk neraka gara-gara perbuatannya tersebut, masihkah menyangkal bahwa itu semua gara-gara telah ditakdirkan mampu bersilat lidah untuk menyembunyikan kebusukannya?
Dengan demikian, jangan sekali-kali menyalahkan takdir ketika mengalami musibah atau hal-hal yang tak mengenakkan. Lagi pula, perkataan yang dilontarkan berupa "Ini sudah takdir" bukan untuk ditunjukkan kepada orang lain sebagai alasan/dalih menghindari tanggung jawab. Melainkan ditujukan pada diri sendiri untuk bahan evaluasi, introspeksi diri, atau muhasabah.
Contohnya, cukup katakan di dalam hati "Ini sudah takdir" tatkala sedang ketinggalan pesawat, mengalami terlambat saat janji ketemuan, hingga penjual yang gagal memenuhi harapan konsumen. Jangan diucapkan secara terang-terangan ungkapan tersebut di hadapan orang yang jadi "korban" atas kecerobohan dan ketidakprofesionalan.
Kesimpulannya, takdir tidak menghapus atau mengabaikan dari setiap usaha yang dilakukan manusia. Sebaliknya, usaha dari manusia tidak bakal mampu menghapus takdir yang sudah ditetapkan. Sebab, usaha yang tengah dilakukan oleh manusia itu sendiri juga bagian dari takdir yang sudah ditetapkan oleh-Nya.
Dalam menyikapi takdir, salah satu hal yang patut diperhatikan yaitu tugas manusia hanya melakukan amal saleh. Jika setiap usaha yang sedang diterapkan dan diperjuangkan (agar mampu mencari solusi, memperoleh rezeki, sampai menuju surga) ternyata mengalami musibah/kesulitan maka wajib dilandaskan pada kaidah "semua telah ditakdirkan oleh-Nya."
Baca juga Ridho pada Takdir Allah Subhanahu Wa Ta'ala Hukumnya Tidak Wajib
Lagi pula, umat Islam yang percaya adanya takdir bikin hidupnya jadi damai. Mudah berprasangka baik pada Allah. Gampang dalam bersyukur. Tidak khawatir dan sedih ketika terancam mati dalam keadaan kelaparan lantaran mempertahankan dan menjaga prinsip kehalalan. Serta, tentunya tidak putus asa dalam menjemput dan "memperjuangkan" takdir berikutnya.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Cara Memahami Takdir Allah dengan Benar Agar Hidup Tak Salah Arah"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di *Banjir Embun*